Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara Adat

Adat tidak mengatur batas usia seseorang untuk menikah

Bandar Lampung, IDN Times - Pernikahan dini masih banyak terjadi di Provinsi Lampung. Ada banyak faktor penyebab pernikahan dini. Apalagi Provinsi Lampung merupakan daerah multikultural. Satu pemicunya karena pernikahan adat.

Proses pernikahan adat Lampung tak ada aturan usia pernikahan. Apalagi jika menggunakan adat sebambangan atau kawin lari.

Menurut tokoh pemuda Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, Bima Novian Zurlan, pada dasarnya sebambangan dilakukan karena suatu hal mendesak.

"Ketika seorang laki laki dan perempuan melakukan sebambangan, maka wajib hukumnya secara adat untuk segera dinikahkan. Apabila tidak dinikahkan tentu ada hukuman adat yang harus mereka terima dan menjadi hinaan bagi keluarga besar kedua belah pihak," kata Bima kepada IDN Times, Sabtu (16/4/2022).

1. Dilakukan atas dasar suka sama suka

Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara AdatIlustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Bima mengatakan, di daerahnya yaitu Kabupaten Lampung Barat ada beberapa pernikahan dini terjadi dan menggunakan adat sebambangan.

"Biasanya wanitanya masih sekolah dan laki-lakinya sudah bekerja. Kaerna terhalang kondisi si wanita masih sekolah ini tadi, mereka melakukan sebambangan. Mereka wajib dinikahkan saat itu juga karena sudah melakukan sebambangan. Jadi tidak menunggu sampai wanitanya lulus," terangnya.

Namun menurutnya, sejauh ini pernikahan dengan adat sebambangan dilakukan atas kemauan kedua mempelai. Sehingga tidak terjadi paksaan. "Karena pada dasarnya sebambangan ini dilakukan atas dasar suka sama suka," ujarnya.

2. Pernikahan adalah puncak pendewasaan seseorang

Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara AdatIlustrasi Menikah (IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar)

Menurut Bima, bagi masyarakat adat Lampung, pernikahan adat adalah sebuah kesakralan dan merupakan puncak dari sebuah pendewasaan seseorang. Sebab itu, dalam adat Lampung khususnya Sai Batin, setelah prosesi akad nikah diadakan acara tayuhan di mana dalam acara ini dilaksanakan banyak prosesi yang menjadi sebuah pengahut atau penghargaan bagi mereka yang sudah sampai pada titik pendewasaan tersebut.

"Seperti pemberian gelar adat, lapahan adat dan lain-lain," kata Bima.

Ia menjelaskan, dalam pemberian gelar adat tersebut, mempelai yang sudah menikah diberikan amanah dan tanggung jawab yang harus diemban. "Artinya sudah memiliki tanggung jawab besar bukan hanya kepada istri tetapi juga tanggung jawab terhadap keluarga besar dan masyarakat adat di sekitarnya," jelasnya.

Baca Juga: Pegiat Literasi Lampung: Antusias Anak Membaca Tinggi tapi Akses Kurang

3. Pernikahan dini naik tajam karena ada UU

Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara AdatIlustrasi Pernikahan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Kota Metro, Mufliha Wijayati mengatakan, memandang pernikahan dini sebagai kearifan lokal, harus dipastikan dulu nilai yang dianut seperti apa. Misal masyarakat tertentu menganut budaya tabu bahwa anak 18 tahun belum menikah, maka persoalan tersebut menurutnya bisa digeser.

"Melalui edukasi, sosialisasi dan pemahaman masyarakat, supaya kesadarannya bisa dinaikkan. Lama-lama konsep pemikiran masyarakat bergser, kalau 18 tahun belum menikah itu ya gak papa," jelasnya.

Merujuk data terakhir, angka pernikahan usia dini sejak Januari-Mei 2021 di Pengadilan Agama se-Provinsi Lampung mencapai 240 Kasus. Mufliha menyatakan, membicarakan pernikahan dini sangat relatif dan kondisional.

Menurutnya, meningkatkan angka pernikahan dini setelah adanya Undang-Undang Perkawinan yang diamandemen pada 2019. UU tersebut mengatur batasan usia pernikahan awalnya 16 tahun menjadi 19 tahun.

"Dulu orang menikah usia 18 tahun tidak termasuk kategori menikah usia dini. Tapi karena ada UU perkawinan terbaru, 18 tahun dianggap kawin anak. Dengan adanya UU itu, angka perkawinan anak menjadi naik tajam," ujarnya.

4. Semua lini harus bergerak selesaikan persoalan nikah dini

Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara AdatIlustrasi menikah (IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar)

Lebih lanjut Mufliha menjelaskan, terpenting dalam pernikahan adalah keselamatan jiwa. Terlebih seorang perempuan yang harus mengandung dan melahirkan, sehingga perlu mendapat edukasi tentang kesehatan reproduksi.

"Kalau bahas reproduksi ini kan bukan semata-mata bisa melahirkan atau tidak tapi keselamatan jiwa anak dan ibunya. Ini soal genarasi yang dilahirkan, menjadi generasi berkualitas atau tidak," kata Mufliha.

Ia meyakini, jika masyarakat diberi pemahaman sedemikan rupa tentang pentingnya menikah di usia matang, maka nilai-nilai dianut selama ini bisa bergeser secara perlahan. Selain itu, menyelesaikan persoalan pernikahan dini tak bisa hanya dari satu pintu.

"Jadi tidak kemudian melawan tradisi itu. Tapi bagaimana tradisi itu digeser sedikit demi sedikit. Jadi semua lini bergerak, dari sisi agamawan menjelaskan tafsir yang lebih luas, hukum masuk melalui UU perkawinan, kemudian budaya secara perlahan memberi edukasi soal kawin anak," paparnya.

5. Di awal pernikahan sangat stres dan ingin berakhir

Pernikahan Dini di Lampung, Tetap Sah Secara AdatIlustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Kasus pernikahan dini pernah dialami oleh warga Kabupaten Tulang Bawang, NV. Saat itu masih berusia 18 tahun. Ia merasa kesulitan pada awal-awal pernikahan karena langsung memiliki anak dan jauh dari orang tua.

"Pas awal menikah itu paling sulit ngurus baby sama ngatur waktu kita. Karena belum ada pengalaman sama sekali sama baby. Apa-apa harus aku kerjain sendiri, jadi super kerepotan banget," cerita NV yang kini usianya sudah 24 tahun.

Namun, ia merasa bersyukur bisa melewati masa-masa sulit itu, hingga kini usia pernikahannya sudah hampir delapan tahun. Menurutnya, meski sempat merasa bosan dan stres dengan permasalahan yang terjadi, ia berusaha menyikapinya dengan tenang.

"Waktu itu bener-bener down dan pengen berakhir. Tapi lihat anak gak tega kalau harus jadi korban keegoisan orang tua. Perlahan aku tata lagi hati aku buat nerima semua kekurangan dia. Begitu juga dia, introspeksi diri letak kesalahan dan kekurangannya. Akhirnya kita bicarakan semuanya baik-baik mau gimana kedepannya," tuturnya.

Selain itu, NV menyadarkan diri bahwa apa yang dihadapinya adalah konsekuensi menikah muda. Sehingga harus bisa menerima semuanya.

"Gak boleh ngeluh apalagi cengeng karena ini udah pilihan aku sendiri. Gitu sih cara aku menghibur diri sendiri. Jadi menikah itu harus siap mental dan siap dengan segala konsekuensinya," ucapnya.

Baca Juga: Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya