Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Omzet Turun Karena Pandemik, Pedagang Pasar Tradisional Pasrah

Ilustrasi pasar tradisional. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Bandar Lampung, IDN Times - Pandemik COVID-19 berdampak pada semua sektor, tak terkecuali bagi para pedagang di pasar tradisional di Indonesia. Namun geliat pasar tradisional diyakini banyak pihak mampu menopang perekonomian negara, tetapi tidak untuk para pedagangnya.

Segala cara harus mereka lakukan agar bisa bertahan saat pagebluk kali ini. Jumlah pembeli atau konsumen mereka dipastikan menurun karena semua orang membatasi diri untuk keluar rumah.

Pasar sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli pun berpotensi menimbulkan kerumunan sehingga meningkat risiko penularan COVID-19. 

Belum lagi perilaku pedagang yang selalu dicap membandel dalam menerapkan protokol kesehatan, khususnya tidak benar menggunakan masker dan berkerumun, tidak jaga jarak. Kenyataan pahit tersebut berpengaruh pada pendapatan mereka. Tidak hanya itu, nama sejumlah pedagang yang masuk kategori kurang mampu juga luput dari daftar bantuan sosial pemerintah.

Berikut rangkuman IDN Times mengenai kondisi beberapa pedagang di pasar tradisional Lampung yang terdampak pandemik COVID-19.

1. Beralih dagangan sebab pembeli sangat sepi

default-image.png
Default Image IDN

Salah satu pedagang bernama Budi Satriadi mengaku terpaksa menutup toko bajunya sejak Juni 2020. Menurutnya, pembeli di toko bajunya hampir tak ada akibat COVID-19 ini. Perantau dari Padang ini akhirnya memutuskan untuk berjualan buah di Pasar Tradisional Bambu Kuning Tanjung Karang.

Alasannya karena buah akan selalu dicari oleh masyarakat. Selain menyehatkan, buah juga kerap ada di setiap acara pernikahan, acara kantor atau acara besar lainnya.

Budi juga mengaku kerap mendapat pesanan buah dari rumah sakit atau orang hajatan. “Tapi sekarang ini orang hajatan juga dibatasi ya positif berdampak juga buat pedagang kecil kaya kita ini kerasa banget kerugiannya,”ujarnya saat diwawancara di kios buahnya Jumat (29/1/2021).

2. Hanya berharap pada pelanggan

Ilustrasi pasar tradisional. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww)

Bapak dari dua ini tak memiliki strategi apa pun untuk meningkatkan pendapatan penjualannya. Dia hanya mengandalkan dari pelanggan yang sudah biasa memesan buah di kiosnya. “Ya nggak berharap banyaklah, sekarang ini. (Orang) yang ke pasar aja udah jarang. Nunggu pelanggan yang udah biasa mesen aja,”ujarnya.

Budi tak memiliki penghasilan lain selain berjualan buah. Mau tak mau dia harus bersabar dengan pendapatan yang ada saat ini. Dalam satu bulan omsetnya hanya mencapai Rp1 juta. Berbeda jauh dari omzetnya pada saat berjualan baju yang bisa mencapai puluhan juta rupiah.

“Dulu aja belum dibatasi pendapatan, udah berkurang karena COVID-19 ini. Apalagi sekarang serba dibatasi kan pedagang ini ya makin terpuruk aja kondisi ekonominya,”ungkapnya.

3. Omzet menurun hingga 80 persen

Hal yang sama juga dirasakan oleh DS salah satu penjual sandal di Pasar tTngah Tanjungkarang. Sejak pandemik menyerang, omzetnya menurun drastis, bahkan sampai  80 persen.

Di hari biasa sebelum pandemik, dia bisa menjual sandal hingga berbagai daerah di Lampung, namun saat ini dalam satu hari hanya laku tiga sampai lima pasang sandal.

“Ya sejak Jakarta PSBB kan isunya di Lampung juga PSBB itu ya dari situ mulai sepi pembeli. Daerah-daerah di-lockdown. Jadi imbasnya orang-orang pada gak ke Karang. Sebelum pandemik sehari bisa dapat Rp3 juta. Kalau sekarang paling Rp200 ribu,”ujarnya.

Ibu satu anak ini juga menceritakan pendapatannya dua tahun lalu saat menjelang hari raya Idul Fitri  bisa mencapai Rp50 juta dalam satu bulan penuh. Hal itu jauh jika dibandingkan Lebaran 2020, di mana dia hanya bisa mengantongi  penjualan sampai Rp10 juta saja.

Namun meski penjualannya begitu terdampak, DS tak memiliki inovasi apa pun untuk meningkatkan omzetnya. Dia hanya pasrah saja dengan pembeli atau pelanggan yang datang. “Nggak mau jualan online karena kan udah sibuk di pasar jadi nggak ke pegang,” ujarnya.

4. Harga sedikit naik karena tak bisa ambil barang dari Jakarta

default-image.png
Default Image IDN

Pandemik juga berdampak pada barang yang dijual DS. Sebelumnya dia mengambil barang dari Jakarta dengan harga yang lebih murah. Namun sejak pandemik ini ongkos kirimnya lebih mahal sehingga memutuskan untuk mengambil barang dari Lampung saja.

“Tapi harga barangnya lebih murah dari Jakarta,”jelasnya.

Harga yang dibanderol mulai dari R25 ribu sampai Rp40 ribu. Menurutnya kualitas barangnya sama dengan yang dijual di dalam mal. “Malah ini lebih awet karena dia dari karet. Saya jual ada yang harga pas ada yang bisa di tawar tergantung jenis barangnya,” ujarnya.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us