Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak 

Digarap selama setahun, teater klatak sukses digelar

Tulangbawang Barat, IDN Times - Semburat lampu pentas berwarna biru muncul dari bagian belakang. Dua anak memasuki pentas dari kiri-kanan, menjadi personifikasi berbagai satwa dan flora. Setelah suara ayam mendominasi, seluruh anak berpakaian sekolah memasuki pentas sembari menari dan melantunkan lagu.

Lirik lagu pembuka dan komposisi musik dibesut oleh Chandra Purwakanti itu dibawakan dengan nada-nada sedang. Nyanyiannya terdengar memikat, semakin kuat berkat koreografi apik dari sentuhan Ahmad Susantri (Susan).

Lakon menggemaskan ditampilkan anak-anak itu cukup menjadi alasan bagi penonton untuk menikmati adegan-adegan selanjutnya. Itu adalah pertunjukan teater Klatak, sebuah kelompok teater anak beranggotakan 25 orang berusia 5-16 tahun, mementaskan teater mengisahkan “Bunian” pekan lalu di Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Kompek Islamic Center, Tulangbawang Barat.  

1. Para aktor mampu bermain natural

Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak Pertunjukan Teater Klatak "Bunian" di Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Kompek Islamic Center,Tulangbawang Barat (IDN Times/Istimewa)  

Setelah peristiwa ramai dan riuh, adegan ditarik pada suasana lebih hening dan menampilkan peristiwa domestik ibu dan anak-anaknya dalam suasana pagi hari. Secara sabar sutradara Ismail mengurai eksposisi, mengenalkan tokoh utama “Nina“ dalam pecakapan di meja makan. 

Sejak awal, karakter Nina diperankan oleh Nada, digambarkan sebagai karakter bulat (round caracter), disiplin, multi talenta, percaya diri dan ceria. Sementara, sang kakak, Boby diperankan Julius sebagai anak pemalas, namun  memiliki bakat terpendam dalam bidang olahraga. 

Karakter ibu diperankan Nanda, memiliki karakter sabar dan memahami keluhan-keluhan Boby. Permainan tiga aktor cilik itu layak dipuji, mereka mampu bermain  natural, presisi berpindah antara  berdialog biasa dan dialog yang dinyanyikan sangat memukau penonton.  

2. Suasana ramai berganti horor

Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak Pertunjukan Teater Klatak "Bunian" di Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Kompek Islamic Center,Tulangbawang Barat (IDN Times/Istimewa)  

Peristiwa digeser pada atmosfir riuh “Dunia Hantu-hantu“. Teknik pengadeganan juktaposisional nampaknya dipilih sebagai strategi mengenalkan identitas lintas dunia (dunia nyata dan dunia hantu). Hingga gilirannya masing-masing karakater dari dua dunia bertemu dalam satu waktu dan satu peristiwa.

Protagonis Bunian diperankan Rif‘ai bertemu sosok Peri diperankan Ranti. Berkat Peri, Bunian bisa memasuki dunia manusia meskipun cuma satu jam saja. 

Saat Bunian asyik bermain dengan kelompok anak yang dipimpin Nina, karena tidak mengetahui konsep waktu (satu jam) tiba-tiba Bunian kembali menjadi sosok hantu, semua panik, termasuk Nina dan Juned (Alman). Juned, antagonis yang berkonflik dengan Nina, tak kuasa menahan rasa sakit di tubuhnya setelah sebelumnya beradu pukul dengan Bunian. Dalam situasi tersebut, dua orang Badut (John Heryanto dan Alexander Gebe) menculik mereka ke markas “ Kembang Gula“. 

Baca Juga: City Branding Menuju Tubaba Raih Penghargaan Good Design Indonesia

3. Bunian menyelamatkan Nina

Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak Pertunjukan Teater Klatak "Bunian" di Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Kompek Islamic Center,Tulangbawang Barat (IDN Times/Istimewa)  

Cerita berlanjut pada kelompok penjahat dipimpin seorang bernama sama “Kembang Gula” (Widuri). Meskipun mengklaim sebagai gembong penjahat terbesar se-Sumatra, namun terlihat sebagai kelompok penjahat amatir, sang pemimpin adalah seorang yang rakus dan banyak tidur.  Bunian datang dan membebaskan Nina.  

Percakapan intim dan mengharukan terurai di antara dua sahabat dari dua alam yang berbeda tersebut, Bunian telah memiliki pengetahun tentang waktu, namun gegara itu pula Nina bersedih karena mereka akan segera berpisah.

“Lebih baik kau tidak tahu soal waktu Bunian!” ucap Nina sambil menangis, Bunian membantah “Jika kau tahu soal waktu, maka kau harus tahu arti perpisahan, setiap orang pada satu waktu akan pergi!”. 

4. Proses latihan teatar klatak "Bunian" hampir setahun

Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak Pertunjukan Teater Klatak "Bunian" di Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Kompek Islamic Center,Tulangbawang Barat (IDN Times/Istimewa)  

Kisah Bunian pertama kali dituturkan oleh Bupati Tulangbawang Barat Umar Ahmad. Umar berpikir penting membuat satu karakter tokoh Hantu kecil yang bisa menjadi contoh baik bagi pembentukan karakter anak-anak Tubaba.

"Seperti halnya projek-projek kebudayaan di Tubaba yang biasnya hasil percakapan non hierarki, lintas personal dan kolaboratif," kata Umar. 

Menurutnya, Teater Anak Klatak didukung Sekolah Seni Tubaba mewujudkan “Bunian” sebagai teater pendidikan karakter. Waktu prosesnya tidak main-main, hampir satu tahun. Anak-anak diajak berlatih akrobat, akting, menyanyi, musik dan menari.

Hasilnya bukan hanya menampilkan pementasan yang memikat, yang secara naratif mengisahkan etika baik. Namun di dalam proses panjang tersebut, para pelaku teater anak terlatih menjadi disiplin, solider dan juga memiliki mental yang kuat.

"Pada pementasan bulan Maret silam, saat seluruh perangkat clip on tidak menyala, anak-anak tetap tampil percaya diri hingga pentas usai. Kendala teknis tidak mengurangi totalitas mereka untuk menyajikan yang terbaik kepada  penonton," terangnya. 

5. Jika festival kebudayaan dihilangkan, paling dirugikan masyarakat dan anak-anak

Mengenal Teater Klatak dari Tubaba, Diperankan Anak-Anak Gelaran Festival Tubaba Art 2021 (Instagram.com/tubabaartfestival)

Bagi Ismail, sutradara sesunggujnya berprofesi sebagai penyadap karet dan guru ngaji, pementasan kali ini terasa lebih emosional, terharu karena anak-anak bisa bertahan berlatih dalam durasi yang sangat panjang. Sebagai informasi, Tubaba Art Festival, yang sesungguhnya menjadi festival tahunan warga Tubaba, pernah hampir tidak terwujud seiring pergantian seorang pejabat kepala dinas membidangi festival.

Hingga akhirnya festival semestinya dilaksanakan pada bulan Maret, bisa digelar pada bulan November.  

Mengamini Ismail, Semi Ikra Anggara, penulis teks sekaligus produser pementasan ini, menyatakan jika festival dan program-program kebudayaan di Tubaba dihilangkan, yang paling dirugikan adalah masyarakat Tubaba, dan juga anak-anak. Karena proses-proses kebudayaan telah menjadi bagian keseharian anak-anak Tubaba.  

“Merekalah pemilik masa depan Tubaba. Saya berharap pementasan “Bunian” masih bisa berkembang dan kembali dipentaskan di berbagai tempat, agar menemukan penonton yang lebih banyak, agar energi kebaikan dari Tubaba bisa semakin luas tersebar,” kata Semi Ikra Anggara.  

Baca Juga: Fakta Menarik Tubaba Art Festival Digelar Trilogis

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya