Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau 

Masjid tertua di Lampung, simpan benda bersejarah kolonial

Bandar Lampung , IDN Times - Tak banyak yang tahu, Masjid Jami Al-Anwar terletak di Jalan Laksamana Malahayati Nomor 100, Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandar Lampung dinobatkan sebagai masjid tertua di Provinsi Lampung.  Itu merujuk rumah ibadah ini dibangun 1839 silam atau kini berusia 181 tahun.

Selain menjadi masjid tertua, rumah ibadah ini pun menjadi saksi meletusnya Gunung Krakatau pada 1883 silam. Imbas letusan dasyat itu menghancurkan beberapa bagian  masjid ini. 

Sisi menarik lainnya Masjid Jami Al-Anwar adalah menjadi sejarah perjuangan melawan kolonial. Berikut beragam cerita menarik masjid ini dirangkum IDN Times.

1. Didirikan ulama keturunan kesultanan Bone pada 1839

Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau Masjid Jami Al-Anwar pertama kali di bangun pasca letusan gunung krakatau

Fisik bangunan yang terlihat kokoh, membuat kita tak menduga masjid ini sudah berumur seabad lebih, tepatnya 181 tahun berdiri. Masjid Jami Al-Anwar  didirikan 1839 atas prakarsa seorang ulama keturunan Kesultanan Bone, bernama Muhammad Saleh bin Kareng.

Pertama kali dibangun, masjid ini hanya berbentuk musala (surau) kecil yang berdiri di atas tanah wakaf seluas 6.500 meter persegi. Berkat dukungan masyarakat sekitar, musala sederhana beratap rumbia, berdinding geribik dan bertiang bambu kala itu berhasil dibangun.

Kondisi terkini Masjid Jami Al-Anwar berukuran 30x35 meter dan memiliki ruang salat utama ditaksir dapat menampung hingga 2.000 jamaah. Di dalam masjid terdapat enam tiang penyangga setinggi 8 centimeter (cm) mencerminkan jumlah rukun iman dalam agama Islam.

Bagian kubahnya dihiasi ukiran ayat-ayat Al-Qur'an berwarna kuning keemasan. Selain itu, di halaman depan masjid terdapat menara setinggi 26 meter.

Baca Juga: 7 Dampak Letusan Gunung Krakatau 1883 pada Dunia, sampai Gelap Gulita!

2. Hancur berkeping akibat letusan Gunung Krakatau

Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau Wikipedia

Saat Gunung Krakatau meletus 1883 silam, berimbas ke area rumah ibadah ini yang dulu masih berbentuk musala. Musala hancur berkeping, benar-benar habis,” ungkap Kaharudin salah satu pengurus masjid Jami Al-Anwar, Kamis (8/10/2020).

Ia menambahkan, setelah kejadian Gunung Krakatau meletus, tidak ada aktivitas apapun di musala tersebut. Lima tahun berselang tepatnya pada 1888, Muhammad Saleh bersama Daeng Sawijaya, dan beberapa ulama dan tokoh Lampung lainnya, membangun masjid di atas tanah bekas musala yang hancur.

Di sisi kiri masjid juga terdapat perpustakaan kecil yang menyimpan bukti-bukti sejarah berdirinya masjid.  Seperti beberapa ensiklopedia dan kisah meletusnya Gunung Krakatau yang ditulis dalam bahasa Belanda. 

3. Tempat menyusun strategi perang

Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau Meriam peninggalan bangsa portugis yang sudah tidak berfungsi. Konon dentumannya terdengar hingga 3 kilometer.

Kala masih berstatus musala, pada masa perjuangan melawan penjajah, musala Al-Anwar difungsikan sebagai tempat berkumpul para ulama. Tujuannya, mengatur strategi perang menghadapi penjajah.

Masjid ini juga memiliki beberapa peninggalan sejarah yang unik. Misalnya saja, dua  meriam peninggalan Bangsa Portugis (tahun 1811) yang sudah tak berfungsi masih terpasang di halaman depan masjid.

Tak hanya sebagai simbol perjuangan melawan penjajah, meriam yang dentumannya terdengar hingga 3 kilometer tersebut, juga digunakan sebagai penanda waktu buka puasa di bulan ramadhan kala itu.

4. Dimanfaakan untuk pembinaan agama Islam

Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau Masjid Jami Al-Anwar Kota Bandar Lampung tercatat menjadi masjid tertua di Provinsi Lampung

Rumah ibadah ini juga dimanfaatkan sebagai tempat pembinaan agama Islam oleh masyarakat sekitar. Pada masa itu, banyak yang menimba ilmu di Musala Al-Anwar. Semakin hari murid Kyai Muhammad Saleh semakin bertambah. Tidak hanya dari Lampung saja, ada yang dari Banten, Palembang, Arab, Aceh dan Melayu.

“Berdirinya musala Al-Anwar merupakan keadaan yang luar biasa, sehingga kehadirannya memberikan warna kehidupan lain dari waktu sebelumnya terutama bagi masyarakat yang islami,” ungkap Kaharudin.

Hingga pada saat Kyai Muhammad Saleh berpulang ke rahmatullah, upaya yang telah dirintisnya tersebut masih terus dilanjutkan oleh para muridnya. Kegiatannya pun tetap berpusat di musala Al-Anwar.

5. Sumur tua peninggalan zaman penjajahan tak pernah kering

Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau Ensiklopedia dan kisah meletusnya gunung krakatau yang ditulis daam bahasa belanda.

Masjid Jami Al-Anwar memiliki fasilitas perpustakaan. Beberapa Al-Qur'an tafsir dan kitab gundul berbahasa Jawa tersedia.

Sayangnya, perpustakaan ini tidak dibuka setiap hari. Jika kita ingin membaca koleksi buku-buku sejarah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat izin dari penjaga masjid.

Di area masjid ini juga terdapat sumur tua peninggalan zaman penjajahan tak pernah kering. Hingga saat ini jemaah masih menggunakannya untuk wudhu.

Baca Juga: Bangunan Bersejarah Peninggalan Kolonial, Riwayatmu Kini Terabaikan

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya