Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran Hidroponik

Omzet puluhan juta, kerja sama hotel, resto dan supermarket

Bandar Lampung, IDN Times - Pertanian hidroponik kian dilirik oleh berbagai kalangan millennial. Pasalnya, cara bertani seperti ini tak membutuhkan lahan yang luas dan media tanah yang seringkali membuat orang enggan untuk bertani.

Seperti yang dilakukan oleh Setiaji Bintang Pamungkas bersama sang istri. Mereka memanfaatkan pekarangan atap rumah yang digunakan untuk menjemur pakaian untuk menekuni budidaya tanaman hidroponik.

Kegigihannya membudidaya tak bertepuk sebelah tangan. Pria akrab disapa Aji ini menghasilkan pundi-pundi rupiah lantaran tanaman hidroponik mendapat tempat khusus di hati konsumen.

1. Permasalahan hama tak boleh disepelekan

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran HidroponikSetiaji Bintang Pamungkas saat memeriksa hama pada tanaman hidroponik miliknya. (IDN Times/Silviana)

Aji menuturkan, pertama kali mengenal hidroponik belajar dari temannya yang sudah terlebih dahulu menekuni budidaya tersebut. Melihat peluang yang cukup besar akhirnya Aji memberanikan diri untuk mengeluarkan modal demi memulai bisnis hidpronik ini.

Dia langsung memesan kerangka media tanam sebanyak tiga meja. Waktu itu menghabiskan biaya sekitar Rp3,5 juta sudah termasuk tanaman dan perlengkapan untuk menanamnya.

Tiga meja tersebut langsung diisi dengan tanaman pakcoy dan kangkung. Hasilnya menggembirakan. Dia bisa memasak sayuran dari hasil budidaya hidroponik dari hasil panennya sekaligus bisa dibagikan ke tetangga sekitar.

Namun pada periode kedua menanam, hasilnya tak sesuai ekspetasi. Pasalnya, hanya satu meja saja yang berhasil, sedangkan dua meja lainnya habis terkena hama.

Menurutnya permasalahan hama tersebut memang tak bisa disepelekan. “Kalau hama yang nempel di daun itu bisa dilap pakai tangan, tapi kalau ulet itu dia ngabisin daun dan kalau banyak, juga jadinya menghambat pertumbuhan,” jelas alumnus Sosiologi FISIP Universitas Lampung ini saat ditemui di kebun hidroponiknya, Jumat (30/10/2020).

2. Telaten dan displin menjadi syarat utama menanam hidroponik

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran Hidroponikpenyemaian benih pokcoy. (IDN Times/Silviana)

Dilihat sekilas, cara menanam tanaman hidroponik memang terlihat mudah. Kamu tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan tak perlu mengotori tangan dengan tanah. Namun menurut pengalaman Aji selama kurang lebih satu tahun mengolah lahan hidroponiknya, butuh ketelatenan dan disiplin untuk bisa menghasilkan tanaman yang bagus dan layak dipasarkan.

Menurutnya, dalam satu hari tanaman hidropinik harus diperiksa dua kali yaitu pagi dan malam hari. Kemudian kadar air juga harus selalu diperhatikan minimal dua hari sekali supaya tanaman tidak kering.

Itu karena, di dalam air tersebut terdapat nutrisi untuk mempercepat pertumbuhan. Sehingga jika nutrisinya kurang maka daunnya akan mudah kering dan jika nutrisinya kelebihan tanaman akan terbakar.

“Untuk pakcoy nutrisinya 1000-1200 ppm. Jadi ppm itu kadar kepekatan dari nutrisi itu. Jadi kita cek nutrisinya itu pake alat namanya pds supaya nutrisinya tetap terjaga,” papar bapak satu anak ini. 

Baca Juga: Cerita Emak-emak Pesisir Kelola Sampah Jadi Ecobrick dan Ekonomis

3. Menjadi ladang bisnis yang menjanjikan

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran HidroponikIDN Times/Silviana

Saat ini sayuran hidroponik yang ditanam Aji tidak hanya pakcoy saja. Sudah ada selada, sawi pagoda, dan kailan. Proses penanaman sampai menunggu hasil panen sekitar satu bulan, tapi biasanya dalam waktu tiga minggu sudah bisa dipanen. “Panennya sebulan sekali tapi usia tiga minggu juga udah bisa di panen karena biasanya ada yang nyari baby pakcoy, baby pagoda gitu,” ujar suami dari Inggrid Putri Surahman ini.

Menurut Aji, dari awal penanaman hidroponik ini makin lama peminatnya makin banyak. Omzet dari memanfaatkan lahan kosong di atap rumah tersebut mencapai Rp1,5 juta per bulan untuk tiga meja tanaman.  

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit sekitar Rp30 ribu sampai Rp50 ribu dan itu bisa digunakan lebih dari satu kali tanam. Harga sayuran mulai Rp8 ribu sampai Rp10 ribu per gram tergantung jenis sayurannya.

4. Belajar hidroponik otodidak

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran HidroponikIDN Times/Silviana

Petani hidroponik lainnya adalah I Ketut Kama Jaya yang tertarik dengan pertanian hidroponik saat mengikuti kunjungan dari kampusnya ke Lembang Bandung dan melihat budidaya pertanian modern ini. Kunjungan itu mematik asanya ingin memiliki kebun hidroponik sendiri. Bersama sang istri yang juga mahasiswa pertanian, pada 2013 usai mengikuti magang di Bogor Ketut langsung mencobanya.

“Waktu magang kan cuma diajarin nanem, merawat sama panen, gak diajarin cara instalasi, cara pemasangannya gimana, jadi saya sama istri belajar otodidak. Kita belajar konsepnya aja, kan konsepnya air harus mengalir ada takarannya itu yang kita pelajari sendiri sih,” jelas Ketut.

5. Dari 20 lubang saat ini sudah 20.000 lubang

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran HidroponikIDN Times/Silviana

Awal percobaannya bertani hidroponik, Ketut mencoba 20 lubang terlebih dahulu. Dia ingin membuktikan apakah tanaman hidroponik ini cocok diterapkan di Lampung. Mengingat pada saat itu masih belum banyak yang menggunakan metode modern tersebut.

Dari 20 lubang tersebut Ketut mengaku tanamannya berhasil, sehingga dia semakin memperluas lahan dan memperbanyak lubang tanam hingga saat ini sudah ada 20.000 lubang dengan variasi 19 tanaman jenis selada dan sawi.

“Kita coba dulu dengan bahan-bahan dari magang dulu saya bawa pulang ke Lampung. Pertama hasilnya bagus. Kita coba terus ampai kita cari titik kesalahannya dimana,” ujarnya.

6. Omzet puluhan juta dan kerja sama dengan supermarket hingga hotel

Kala Millennial Lampung Tertarik Bisnis Sayuran HidroponikIDN Times/Silviana

Pada 2014 awal, setelah percobaannya berhasil, Ketut mulai memasarkan hasil pertaniannya. Saat ini dia sudah bekerja sama dengan beberapa hotel, restoran dan supermarket di Lampung.

Meski sudah mendapat kerja sama dengan hotel maupun supermarket, menurutnya untuk mendapatkan pasaran dari masyarakat masih cukup sulit karena sayuran hidroponik ini masih belum dikenal oleh masyarakat.

Terkait omzetnya, sudah mencapai puluhan juta per bulannya. Namun pada masa pandemik ini ia mengaku penjualannya menurun hingga 60 persen.

Menurutnya yang menjadi keunggulan dari tanaman hidroponik ini adalah bebas dari bahan pestisida karena hanya mengandalkan nutrisi dan juga perawatan yang rutin. 

“Kalau kata senior dulu, jenis-jenis vitamin dan kandungan gizinya sama aja, namun dosisnya yang berbeda. Kalau hidropnik kandungan dosisnya 12 sayuran biasa 10. Kemudian kita lebih bersih karena kita nggak main tanah,” kata Ketut.

Baca Juga: Cerita 2 Pemuda Lampung Dirikan Kelas Minat, Mulanya Diremehkan Warga

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya