Sekdaprov Foto Bareng Tim RMD, Akademisi: Netralitas ASN Lemah

- Bawaslu Provinsi Lampung didorong serius menelusuri dan menangani kasus swafoto Sekdaprov dengan tim paslon Gubernur-Wakil Gubernur nomor urut 2.
- Kemunculan kasus ini kembali menegaskan lemahnya penerapan netralitas ASN dalam konteks pelaksanaan Pilkada, yang berpotensi mencederai prinsip demokrasi.
- ASN dilarang keras terlibat dalam kegiatan kampanye politik dan dapat dijatuhi sanksi pidana jika terbukti melanggar aturan tersebut.
Bandar Lampung, IDN Times - Bawaslu Provinsi Lampung didorong serius menelusuri dan menangani kasus beredarnya foto Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Fahrizal Darminto swafoto bersama Tim paslon Gubernur-Wakil Gubernur nomor urut 2, Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah mengatakan, kemunculan kasus ini kembali menegaskan lemahnya penerapan netralitas ASN dalam konteks pelaksanaan Pilkada.
"Bawaslu harus menindaklanjuti kasus ini secara serius dan melakukan penelusuran, untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran pidana Pemilu atau netralitas ASN dalam kasus tersebut," ujarnya dikonfirmasi, Rabu (9/10/2024).
1. Potensi cederai prinsip demokrasi

Menurut Candrawansah, keterlibatan ASN dalam mendukung salah satu paslon kepala daerah bukan lagi fenomena baru dalam penyelenggaraan Pilkada di Lampung. Praktik ini berpotensi mencederai prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh ASN.
Hebohnya foto Sekdaprov Fahrizal bersama tim paslon gubernur-wakil gubernur Lampung ini mengindikasi, netralitas ASN saat kontestasi Pilkada kerap kali diabaikan.
"Kasus ini sejalan dengan peringatan saya sebelumnya tentang betapa rentannya ASN terhadap praktik ketidaknetralan dan politik uang," ungkapnya.
2. Pelanggaran netralitas ASN bisa dijerat pidana

Dalam Undang-Undang (UU) RI No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Candrawansah menyebutkan, ASN dilarang keras terlibat dalam kegiatan kampanye politik. Kemudian dalam Pasal 80 ayat (1), disebutkan ASN tidak boleh terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam mendukung salah satu kandidat.
“Larang ASN ini termasuk dalam bentuk dukungan simbolis seperti berswafoto dengan tim pemenangan calon. Ini adalah upaya untuk mencegah pejabat negara memberikan keuntungan kepada salah satu pihak dalam Pemilu,” terangnya.
Termasuk dalam pasal 71, pejabat negara atau ASN juga dilarang mengambil tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Pelanggaran aturan ini bahkan dapat dijatuhi sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 189.
“Jika ASN terbukti mendukung salah satu calon, mereka dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara hingga 6 bulan atau denda sampai 6 juta rupiah,” tegasnya.
3. Netralitas ASN dan politik uang berjalan seiringan

Merujuk peraturan perundang-undangan tersebut, Candrawansah menambahkan, sederet sanksi tersebut belum cukup mampu memberikan efek jera bagi para pelanggar ASN. Padahal, pelanggaran netralitas ASN seringkali diiringi dengan praktik politik uang.
“Pelanggaran netralitas ASN ini sama halnya dengan money politic. Meski banyak aturan, implementasinya masih belum efektif menjangkau pelaku besar,” katanya.