Unila Sebut Demokrasi Indonesia Saat Ini jadi Lelucon Internasional

Pertama kalinya etika demokrasi dilanggar terang-terangan

Intinya Sih...

  • Kondisi demokrasi di Indonesia menjadi lelucon di dunia internasional.
  • Pengikisan demokrasi berpotensi memengaruhi karier generasi muda Indonesia.
  • Keputusan MK Nomor 90 Tahun 2023 tentang Batas Usia Capres dan Cawapres disebut sebagai pelanggaran etika pemilu yang terang-terangan.

Bandar Lampung, IDN Times - Kondisi demokrasi di Indonesia saat ini telah menjadi lelucon di dunia internasional.

Hal ini disampaikan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universias Lampung, Ari Darmastuti saat diwawancarai usai menyampaikan pernyataan sikap perguruan tinggi di Lampung, Rabu (7/2/2024).

“Padahal kita sudah dianggap macan Asia dalam penggunaan demokrasi. Tapi karena dua insiden terakhir ini, demokrasi di Indonesia menjadi lelucon di dunia internasional. Beberapa teman saya kalau berbicara demokrasi di (pertemuan) ASEAN, kita (Indonesia) jadi tertawaan,” katanya.

Baca Juga: Ini Tanggapan Unila Soal Dugaan Kampus Diminta Puji Kinerja Jokowi

1. Memengaruhi karier generasi muda

Unila Sebut Demokrasi Indonesia Saat Ini jadi Lelucon InternasionalDosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universias Lampung, Ari Darmastuti. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Guru besar Ilmu Politik Unila ini mengatakan hal ini berpotensi besar memengaruhi karier generasi muda saat ini. Pasalnya, pengikisan demokrasi di Indonesia memberi pandangan tertentu dari negara lain.

“Ini berpengaruh lho pada karier adik-adik (generasi muda Indonesia). Hal seperti ini bisa mempengaruhi image orang luar terhadap kita,” katanya.

Pasalnya, ia menyebutkan selama masa reformasi belum pernah ada pelanggaran etika pemilu dan demokrasi yang terang-terangan seperti sekarang ini dan hal itus sangat memprihatinkan.

2. Mengapa Unila baru keluarkan pernyataan sikap H-7 pemilu?

Unila Sebut Demokrasi Indonesia Saat Ini jadi Lelucon InternasionalUniversitas Lampung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ari mengatakan, Unila baru menyampaikan sikapnya saat ini dan bukan sejak lama karena selama ini tidak pernah ada masalah mendasar pada pemilu di Indonesia.

“Jika dalam setiap pesta politik ada persaingan itu hal yang wajar. Sejak refomasi hingga pemilu 2019 kami tidak melihat selama ini ada upaya-upaya untuk merusak sendi-sendi bernegara. Kami juga tidak bisa mengantisipasi hal seperti ini, makanya kami baru berbicara sekarang,” jelasnya.

Ia mengatakan, hal janggal dan tidak wajar pertama yang dilihat adalah keputusan MK Nomor 90 Tahun 2023 tentang Batas Usia Capres dan Cawapres.

“Sangat tidak pantas seorang ketua MK yang adalah ipar langsung presiden, paman salah satu kontestan pilpres mengeluarkan aturan itu,” tambahnya.

3. Konflik kepentingan sangat kental terjadi dalam demokrasi Indonesia

Unila Sebut Demokrasi Indonesia Saat Ini jadi Lelucon InternasionalPernyataan sikap Unila dan 6 PT lain di Lampung atas demokrasi Indonesia saat ini. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ari mengatakan, dalam pengambilan keputusan MK tersebut melalui proses yang sangat tidak wajar. Prinsip tidak punya konflik kepentingan benar-benar dilanggar di sana.

“Bagaimana mungkin seorang paman dari seorang ponakan yang merupakan anak presiden membuat aturan, dalam etika manapun (peristiwa itu) yang namanya konflik kepentingan sangat kental, tidak pantas dia ikut serta di dalamnya,” paparnya.

Itu merupakan sinyal pertama rusaknya demokrasi yang selama ini sudah Indonesia jaga dengan sangat hati-hati selama ini.

“Bangsa indonesia adalah bangsa yang sangat besar ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Menjaga keutuhan 270 juta jiwa tidak mudah. Maka jangan sampai fondasi itu dirusak oleh sekelompok atau golongan orang,” tuturnya.

4. Unila mengklaim sudah bersuara saat isu Keputusan MK Nomor 9 Tahun 2023 memanas

Unila Sebut Demokrasi Indonesia Saat Ini jadi Lelucon InternasionalRSPTN Unila. (IDN Times/Istimewa)

Ketika ditanya peran akademisi saat Keputusan MK Nomor 9 Tahun 2023 dibuat, Ari mengatakan akademisi khususnya di Unila sudah bersuara dengan cara mereka sendiri.

“Kita gak bisa asal hadir di sidang itu. Sidangnya kan terbatas, dan yang boleh maju hanya yang buat perkara to? Kalau diundang saya akan ngomong tapi kan tidak ada yang mengundang,” katanya.

Ia menyebutkan, para akademisi telah bersuara melalui media sosial dan proses perkuliahan terkait hal ini. Sehingga hal itu sudah sangat cukup untuk menyuarakan ketidak adilan tersebut.

Baca Juga: Pernyataan Sikap Unila dan 6 Kampus Lampung Ihwal Demokrasi Indonesia

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya