Tomat Lampung Anjlok Rp600 per Kg, Akademisi Sarankan Lakukan Hal Ini

Anjlok harga karena panen raya sudah jadi masalah klasik

Bandar Lampung, IDN Times - Menilik masalah klasik panen raya komoditi holtikultura di Lampung hingga membuat harga anjlok dan petani kecewa memang menjadi perhatian banyak pihak termasuk akademisi bidang pertanian.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Irwan Sukri Banuwa mengatakan kekecewaan petani tomat di Lampung Barat akibat harga anjlok mencapai Rp600 per kilogram memang kerap kali terjadi.

Secara teori, Irwan menjelaskan hal itu dikarenakan tingkat suplai (produksi tomat) sangat tinggi namun demand atau permintaan pasar tetap sehingga harganya menurun.

“Ada beberapa upaya yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pihak terkait, bukan hanya kelompok tani saja, tapi juga pemda setempat, penyuluh, dan lainnya. Hanya saja saya tidak bilang ini mudah, teori memang mudah tapi secara praktik pasti sulit dan butuh banyak energi sehingga perlu adanya kerjasama,” katanya, Jumat (27/1/2023).

1. Harus ada klaster wilayah penanaman

Tomat Lampung Anjlok Rp600 per Kg, Akademisi Sarankan Lakukan Hal IniPetani kebun tomat di PPU (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Cara pertama harus dilakukan adalah kebijakan kolektif dengan klaster wilayah tanam. Irwan menjabarkan agar harga komoditi stabil petani harus mempertahankan antara suply dan demand di pasar.

“Jadi begini, misalnya pada satu wilayah ditanami tomat, nanti di wilayah lain cabai misalnya, wilayah satunya lagi labu siam. Jadi jangan sampai ada keseragaman tanaman di waktu sama sehingga produksi dan permintaan bisa berimbang dan harga bisa kita pertahankan,” jelasnya.

Ia tak menampik, membuat zonasi klasterisasi tentang pertanaman sayuran memang tidak mudah. Sehingga petani tidak bisa bekerja sendiri, melainkan harus ada peran dari gapoktan, masyarakat, pemerintah, akademisi atau bahkan pihak swasta.

“Kemudian harus ada komitmen. Misalnya sudah diplotkan wilayah mana tanam apa, nanti harus komitmen tanam itu. Misalnya pun nanti mau bertukar komoditi tak masalah. Saya rasa ini cara paling praktis apalagi wilayah Lambar memang terkenal dengan produk hortikulturnya,” imbuhnya.

Baca Juga: Polisi Tombak Warga di Lampung Selatan, Pelaku Diduga Gangguan Jiwa!

2. Bermitra dengan perusahaan

Tomat Lampung Anjlok Rp600 per Kg, Akademisi Sarankan Lakukan Hal Iniilustrasi saus tomat saset (unsplash.com/Jacob Rice)

Menurut Irwan inilah peran penting dari pemerintah yakni bisa menjembatani petani dengan perusahaan. Misalnya petani tomat dengan perusahaan saus sambal. Namun kegiatan ini juga perlu dilakukan peningkatan dalam hal produksi baik kuantitas maupun kualitas.

“Karena tentu harus kontinyu produksi tomat segar pada level petani dan pedagang pengumpul kalau mau bekerja sama. Misalnya gak bisa hari ini kirim besok. Atau jumlahnya gak bisa memenuhi kebutuhan perusahaan,” ujarnya.

Ia menjelaskan mencari pasar dalam jumlah besar dan berkala diperlukan karena kebutuhan dalam tingkat rumah tangga terkadang tidak cukup tinggi. Misalnya dalam satu rumah setidaknya sehari hanya membutuhkan 1 kilogram tomat saja tidak bisa lebih.

“Atas dasar kerja bersama antara pemerintah daerah kabupaten Lambar misalnya terkait produk holtikultura yang didukung oleh para mitra yang ada, Insya Allah produksi tomat yang dihasilkan bisa terserap,” ujarnya.

3. Pemerintah bantu memasarkan produk

Tomat Lampung Anjlok Rp600 per Kg, Akademisi Sarankan Lakukan Hal IniTomat Besar. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Selain itu untuk menjaga harga, pemerintah dan masyarakat juga bisa membantu petani dengan membeli produknya kemudian ikut memasarkan dari mulut ke mulut.

“Misalnya yang ada di dinas pertanian itu dikabarkan melalui grup WA, ini lho petani kita panen raya tomat. Beli lah disini. Kalau satu orang minimal beli satu kilo dengan harga sebenarnya ya misalnya 8.000 perkilogram begitu, itu juga bisa mempertahankan harga pasarnya,” ujarnya.

Irwan juga menambahkan penurunan demand pada produk pertanian ini juga kemungkinan juga dipengaruhi oleh masa pemulihan COVID-19 saat ini. Sehingga awalnya pasar bisa menyerap produk ini namun karena masih ada dampak COVID-19 sehingga kerja sama belum terjalin kembali.

4. Mengolah produk pertanian menjadi makanan jadi

Tomat Lampung Anjlok Rp600 per Kg, Akademisi Sarankan Lakukan Hal IniDekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Irwan Sukri Banuwa

Terakhir adalah mengolah produk pertanian menjadi makanan siap konsumsi sehingga lebih awet. Guru besar Unila ini menyampaikan masalah utama tanaman holtikultura adalah masa simpan singkat. Ia mengatakan, ditingkat kampus, pihaknya pun telah banyak membuat solusi agar tanaman tomat bisa lebih awet.

“Misalnya membuat manisan, membuat saus, atau membuat jadi dodol. Tapi memang kalau di kami baru ditingkat penelitian saja. Maka pertanian ini memang tidak bisa individualis. Harus kolektif action,” ujarnya.

“Hilirisasi dari komersilisasi harus dilakukan bukan atas dasar kerja kelompok tani saja atau perguruan tinggi saja tapi kolektif karena berbasis kebijakan,” timpalnya.

Baca Juga: MinyaKita Dijual Melebihi HET Rp14 Ribu, Warga Lampung Mengeluh! 

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya