Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari Tradisi

Program pembakuan tari merupakan pemiskinan budaya

Intinya Sih...

  • Indonesia memiliki sekitar 3.000 jenis tari tradisional, tetapi hanya 110 yang diakui sebagai warisan budaya takbenda.
  • Anak muda cenderung lebih tertarik pada tari modern dan kreasi dibandingkan dengan tari tradisional, mengakibatkan kurangnya minat pada seni tari asli.
  • Pemerintah Lampung melakukan program pembakuan tari yang dianggap sebagai bentuk pemiskinan budaya karena menggabungkan gerakan dari berbagai jenis tari menjadi satu pedoman pembelajaran.

Bandar Lampung, IDN Times - Setiap 29 April diperingati sebagai Hari Tari Internasional. Sebagai penduduk dunia, Indonesia pun turut memperingati karya seni yang memadukan musik, gerakan, dan ekspresi tersebut.

Bahkan Indonesia memiliki sekitar 3.000 jenis tari tradisional di seluruh wilayahnya. Meski begitu, ternyata Kemendikbudristek baru mencatat 110 tarian saja telah ditetapkan ke dalam daftar warisan budaya takbenda.

Setiap tarian memiliki sejarah dan makna berbeda-beda. Ada tarian dengan makna pujian terhadap agama, rasa syukur terhadap hasil alam, penyemangat, atau cerminan dari daerah mereka. Termasuk di Lampung.

Ketua komite Tari Dewan Kesenian Lampung Agus Gunawan mengatakan, Lampung memiliki banyak sekali tarian tradisional. Namun beberapa yang terkenal di antaranya adalah Tari Melinting, Tari Bedana, dan Cangget.

“Tarian memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Lampung. Salah satunya sebagai media untuk eksistensi diri. Tiap tarian pun punya makna berbeda-beda, misalnya Bedana lebih mencerminkan persaudaraan dan merakyat. Sementara Cangget lebih kompleks dan sakral. Dan nilai itu masih dipegang oleh Masyarakat Lampung hingga saat ini,” katanya, Jumat (26/4/2024).

1. Sejarah tari di Lampung

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari TradisiTari Lampung. (Pinterest/Gita Sapta Nugraha)

Secara umum, tari di Lampung telah ada sejak zaman dahulu dan diturunkan secara turun temurun. Agus menjelaskan hal ini juga terlihat bagaimana masyarakat Lampung sangat menghargai nilai tarian salah satunya pada Cangget dalam Adat Begawi.

“Untuk Tari Melinting itu hingga saat ini saya belum menemukan sumber resmi yang mengatakan kapan tepatnya tari itu muncul di Lampung. Meski menurut informasi, itu ada sejak abad ke 17. Hanya saja data validnya belum ketemu,” ungkapnya.

Ia menambahkan, menurut informasi diturunkan secara turun temurun, istilah Melinting juga muncul ketika dua keluarga adat Lampung akan menjadi menjalin hubungan pernikahan.

“Sementara Bedana, data validnya lebih mudah ditemukan. Tarian ini muncul sekitar abad ke 17 saat Islam masuk ke Lampung. Tarian ini banyak jenisnya seperti Bedana di Olok Ganding, Rajabasa, Waylima, Tanggamus, dan kabupaten Saibatin atau pesisir lainnya di Lampung,” paparnya.

2. Penari muda lebih tertarik pada tari kreasi dan modern dibanding tari tradisi

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari TradisiTari Sigegh Pengunten. (Pinterest)

Jika dilihat secara umum, Agus menilai perkembangan seni tari di Lampung cukup bagus. Sayangnya, penari muda saat ini cenderung tertarik pada tari modern dan kreasi dibanding tari tradisi atau tari aslinya.

“Kalau untuk tari secara umum saya lihat perkembangannya cukup bagus. Tapi kalau dilihat dari sudut pandang tari tradisinya saja, itu cukup miris. Karena anak mudanya sekarang kurang mau mempelajari tari tradisi. Padahal akar tradisi itu harus dicari untuk membuat sebuah karya. Mereka lebih ke tari modern dan kreasi yang dinilai lebih variatif,” katanya.

Agus melanjutkan, sebenarnya masalah seperti ini tak hanya menjadi problematika di Lampung saja, namun hampir di seluruh bagian Indonesia. Seperti di Jawa Barat misalnya, ia mengatakan Tari Jaipong saat ini sudah menggeser jauh dari aslinya.

“Jaipong asli gak erotis seperti itu. Sekarang kan, Jaipong erotis banget kan. Imagenya pun jadi seperti itu. Padahal aslinya enggak. Kalau di Lampung, tari tradisi itu gak ilang. Masih ada beberapa yang mempelajari sampai sekarang, tapi minat generasi mudanya saja yang memprihatinkan,” jelasnya.

Baca Juga: Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver Terorganisir

3. Budaya luar seperti Kpop bisa jadi salah satu penyebab penurunan minat generasi muda pada tari tradisi

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari Tradisiboy group Kpop TWS (instagram.com/official__tws)

Agus menuturkan, dalam setiap pentas tari, penari dengan pemahaman matang tentang tari asli atau tidaknya itu sangat mudah terbaca. Hal itu lah yang belum ia temukan pada pentas tari anak-anak mudah zaman sekarang.

“Karena kelihatan mana yang pakai sumber tradisi yang kuat (dalam tariannya). Dan itu jarang ada. Yang saya lihat mereka hanya menampilkan keeksotisan atau keindahan badannya saja, tapi belum paham dengan arti tariannya,” imbuhnya.

Ia mengatakan, budaya luar termasuk Kpop dan Kdance bisa jadi menjadi salah satu pengaruh anak muda sekarang kurang berminat pada tari tradisi. Apalagi kecenderungan anak kurang lebih adalah mengikuti apa yang sedang trend saat itu.

“Bisa jadi karena Kpop juga. Karena sebenarnya pengaruh globalisasi seperti itu memang tidak bisa ditolak juga. Mau gak mau masuk juga ke Indonesia,” timpalnya.

4. Minimnya perhatian pemerintah pada seni tari Lampung

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari TradisiTari Lampung. (Pinterest)

Disinggung terkait perhatian pemerintah terhadap kesenian tari di Lampung, Agus mengatakan pemerintah masih sangat awam tentang hal itu. Terlebih pemerintah belum memberikan perhatian lebih kepada pegiat tari di daerah.

Ia juga menilai adanya sanggar tari khusus milik OPD di pemerintahan merupakan kebijakan yang salah. Di mana setiap ada program atau kegiatan pemerintah, maka hanya sanggar tari milik mereka yang akan tampil. Padahal masih banyak sanggar tari milik masyarakat di luar sana yang juga harus tetap eksis.

“Saya punya data valid, karena saya ngobrol sama yang punya Tari Bedana di Olok Gading. Dari berdirinya sanggar itu di Tahun 1960an sampai sekarang, belum pernah ada bantuan dari pemerintah berupa apapun. Padahal itu dekat lho masih di Bandar Lampung,” tambahnya.

Ia kurang setuju dengan program pembakuan tari yang dilakukan oleh pemerintah Lampung saat ini. Program tersebut akan menggabungkan beberapa gerakan dari berbagai macam jenis tari yang sama menjadi satu dan dijadikan pedoman pembelajaran untuk anak-anak. Ia menilai itu sama saja bentuk pemiskinan budaya.

“Seperti waktu itu saya diminta untuk melakukan pembaruan pada Melinting. Dimana Melinting yang ada di 7 desa itu mau dijadiin satu. Itu sayang banget menurut saya, keberagaman Melinting jadi hilang. Di Lampung hal seperti itu sudah terjadi di Tari Bedana. Jadi Bedana asli dari Olok Gading, Waylima, Tanggamus, Lamtim hampir gak ada yang berminat. Padahal kan tiap daerah punya khasnya masing-masing,” paparnya.

Maka ia sangat berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan pegiat seni di Lampung khususnya sanggar-sanggar tari milik masyarakat. Tak hanya itu, keberagaman budaya juga sepatutnya didukung dan dijaga sehingga ia ingin pemerintah bisa mempertimbangkan hal itu ketika membuat sebuah kebijakan.

5. Beberapa program pemerintah Lampung untuk kesenian tari

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari TradisiPara penari cangget di acara Begawi adat Lampung (IDN Times/Istimewa)

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (disdikbud) Provinsi Lampung Sulpakar didampingi Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Provinsi Lampung Heni Astuti mengatakan, pemerintah Provinsi Lampung memiliki banyak kegiatan untuk mendukung kelestarian seni tari di Lampung.

“Salah satunya di sekolah. Pelajaran kesenian atau seni budaya itu di tiap sekolah masuk ke muatan lokal. Jadi tak hanya ekskul saja. Selain itu kami juga ada program seniman masuk sekolah. Di sana kita mengenalkan seniman ke sekolah-sekolah untuk memberikan materi pembelajaran seni budaya Lampung termasuk tari,” katanya.

Ia menyebutkan, secara rutin, pemprov bekerja sama dengan Dewan Kesenian Lampung seperti pada peringatan Hari Tari Internasional, pekan kebudayaan daerah, dan masih banyak lagi.

“Kami juga ada pelatihan untuk guru-guru seni budaya untuk menciptakan tari kreasi yang asalnya dari tari tradisional. Sebenarnya kegiatan pembinaan kesenian yang dilakukan bukan hanya di sekolah saja ya, tapi juga ada yang untuk masyarakat. Itu biasanya ada di taman budaya kita lakukan,” ujarnya.

6. Pengembangan tari kreasi tak berarti melupakan tari tradisi

Tari Kreasi dan Modern Lemahkan Minat Generasi Muda Tekuni Tari TradisiTari Cetik Kipas Melinting pada Perayaan HUT RI 78. (Youtube/sekretariatpresiden)

Sulpakar juga menanggapi terkait makin tergesernya tari tradisi asli oleh tari modern dan kreasi. Ia mengatakan, pengembangan tari kreasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah untuk kelestarian budaya tari di Lampung.

“Karena rata-rata orang juga jenuh jika tariannya itu-itu saja. Tapi meski kita galakkan tari modern dan kreasi, tentunya kita juga mencoba mempertahankan tari tradisi itu lewat tata aturan. Misalnya dalam acara HUT provinsi atau paripurna hanya boleh dibawakan Tari Sigeh Pengunten saja. Kita juga ingatkan ke sekolah untuk tak lupa ajarkan tari aslinya seperti apa,” katanya.

Sehingga ia mengklaim sekolah tetap akan mengajarkan tarian tradisional Lampung meskipun nantinya juga akan berkembang menjadi tari kreasi. Ia menilai hal itu perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

“Ya kalau kita terpaku, gak berkembang nanti seni budaya kita. Untuk melestarikan tari tradisional juga kita sudah minta seluruh kabupaten/kota untuk mengusulkan tari tradisional di daerahnya untuk disertifikasi sebagai warisan budaya dan kita membukanya tiap tahun. Contoh yang sudah sertifikasi adalah Tari Batin punya Lambar dan Tari Piring Tanggamus,” katanya.

Sementara bantuan pada sanggar tari masyarakat, Sulpakar mengaku pemprov memang belum ada bantuan secara khusus ke sanggar tari. Namun pihaknya mencoba mendukung pegiat seni lewat gerakan seniman masuk sekolah dan pembinaan.

Baca Juga: Kasus DBD di Lampung Naik, Personel Brimob Jemput Bola Fogging Gratis

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya