RUU Sisdiknas 2022 Hapus Bahasa Inggris dari Mapel Wajib, Nasib Guru?

Pengamat: keterlibatan masyarakat dalam RUU masih rendah

Bandar Lampung, IDN Times - Pemerintah pusat kembali merancang undang-undang baru yakni RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) 2022. RUU ini cukup kontroversi dan banyak dikritik oleh berbagai pihak lantaran tidak menyertakan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolah.

Diketahui, dalam pasal 81 ayat 1 RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 menyebutkan muatan wajib untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kecakapan Hidup, dan Muatan Lokal.

Menanggapi hal ini, pengamat pendidikan Provinsi Lampung, Thoha B Sampurna Jaya menyampaikan bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran dengan guru khusus di sekolah. Sehingga dampak nyata kebijakan itu tak hanya akan dirasakan siswa tapi juga guru-guru bahasa Inggris.

“Sebenarnya untuk tingkat SD kan memang tidak diwajibkan bahasa Inggris, tapi kita bisa melihat dampaknya selama ini kan sudah banyak guru yang diangkat sebagai guru bahasa Inggris dan mengajar di SD. Kalau ini tidak diwajibkan atau dihilangkan, mau dikemanakan guru-guru itu? Ini yang harus menjadi pertimbangan,” kata Thoha, Selasa (4/10/2022).

1. Bahasa inggris sebagai bahasa global tetap diperlukan siswa

RUU Sisdiknas 2022 Hapus Bahasa Inggris dari Mapel Wajib, Nasib Guru?Dosen FKIP Unila, Thoha B Sampurna Jaya. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Dosen FKIP Universitas Lampung ini juga mengatakan, bahasa intggris kini mau tak mau masih diperlukan siswa mengingat bahasa tersebut merupakan salah satu bahasa internasioal yang bisa digunakan untuk menghadapi persaingan global saat ini.

“Selain mulok (muatan lokal) atau kekhasan bahasa daerah masing-masing, saya rasa bahasa Inggris juga penting untuk mendukung siswa di tingkat berikutnya. Apalagi kita sudah menuju ke arah globalisasi,” katanya.

Tak hanya itu, saat ini sudah banyak perusahaan asing masuk ke Indonesia. Juga bukan hal baru lagi melihat masyarakat Indonesia bekerja di luar negeri dan notabene bahasa Inggris merupakan kebutuhan dasar bekerja di sana.

Baca Juga: Polemik Gaji P3K, Ini Hasil Rapat Pemkot dan Kemendagri di Jakarta

2. Mengubah mindset bahasa inggris dari bahasa asing ke bahasa kedua

RUU Sisdiknas 2022 Hapus Bahasa Inggris dari Mapel Wajib, Nasib Guru?Ilustrasi bercakap-cakap (IDN Times/Sukma Shakti)

Mantan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila periode 2000-2008 ini juga menyampaikan, persepsi bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia masih sangat tinggi. Menurutnya, masyarakat seharusnya menjadikan bahasa internasional itu sebagai bahasa pendamping bukan bahasa asing.

“Kita sampai sekarang kan masih menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Gak seperti beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand, India, mereka menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua sehingga mereka punya rasa memiliki terhadap bahasa itu,” ungkapnya.

Hal itu lah, lanjut Thoha, yang membuat masyarakat di negara-negara tersebut memiliki sumber daya manusia dengan bahasa Inggris yang mumpuni karena biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari.

3. Keterlibatan user diperlukan untuk menyesuaikan kebutuhan SDM dengan kurikulum di sekolah

RUU Sisdiknas 2022 Hapus Bahasa Inggris dari Mapel Wajib, Nasib Guru?Siswa SDN 2 Rajabasa yang sedang melaksanakan PTM. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Oleh karenanya, Thoha berharap pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan serta DPR RI untuk melakukan perbaikan atau melengkapkan RUU Sisdiknas terhadap beberapa masalah yang banyak di perbincangkan oleh masyarakat khususnya dunia pendidikan.

“Tak hanya soal bahasa Inggris ya, tapi juga menyangkut masalah keberadaan madrasah, masalah tunjangan guru dan dosen, dan saya rasa perlu dipertimbangkan untuk melibatkan pihak user di dalam memberikan masukan terhadap RUU ini,” jelasnya. 

Thoha menjelaskan selain masyarakat, pemerintah sebaiknya juga mempertimbangkan kebutuhan dari user atau dalam hal ini pihak industri atau perusahaan sehingga dapat selaras dengan ilmu yang didapatkan siswa.

“Sebenarnya apa yang user ini perlukan, SDM seperti apa yang mereka butuhkan sehingga ada link antara kurikulum yang ada dengan kebutuhan lapangan kerja,” katanya.

4. Mengadakan lokakarya tenaga pendidik untuk menghimpun ide ke dalam RUU

RUU Sisdiknas 2022 Hapus Bahasa Inggris dari Mapel Wajib, Nasib Guru?ilustrasi rancangan undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih dari itu, Ia pun merasa keterlibatan masyarakat dalam merancang peraturan di Indonesia itu masih rendah sekali. Jangankan melibatkan user, lembaga pendidikan pun masih minim keikutsertaannya.

“Kalau pun lembaga pendidikan dilibatkan, sifatnya hanya sedikit waktunya. Makanya saya menyarankan perlu ada semacam seminar sekaligus loka karya di setiap provinsi. Hasilnya nanti menjadi rekomendasi daerah ke pusat. Kalau semua bergerak seperti itu keterlibatan semua pihak berkepemtingan terhadap pendidikan terpenuhi,” kata Thoha.

Menurutnya, pendidikan itu skalanya luas. Hal itu karena pendidikan merupakan kebutuhan semua orang. Pendidikan menyangkut masa depan anak bangsa dan keterlibatan semua pihak harus optimal sehingga tidak ada lagi yang merasa ditinggalkan.

Baca Juga: ITERA Bentuk Satgas Aku Peduli, Edukasi Mahasiswa Berperilaku Positif

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya