Mirisnya Bahasa Lampung Kini Jarang Dipakai Milenial dan Gen Z

Krisis bahasa daerah terjadi di banyak daerah Indonesia

Bandar Lampung, IDN Times - Indonesia merupakan salah satu negara dengan keragaman suku bangsa paling banyak di dunia. Tiap etnis bahkan memiliki budaya, karakteristik, kekhasan hingga bahasa daerahnya masing-masing.

Bahkan beberapa daerah memiliki aksara bahasanya sendiri sehingga dalam penulisannya tak menggunakan alfabet melaikan aksara bahasa tersebut. Salah satunya adalah Bahasa Lampung.

Bahasa Lampung cukup unik karena memiliki 20 aksara utama, 10 tanda baca, dan 12 anak huruf untuk disematkan di bagian atas, bawah atau samping aksara utama.

Sayangnya penggunaan bahasa daerah di Indonesia kian lama kian memudar. Masyarakat khususnya generasi muda saat ini jarang sekali menggunakan bahasa daerah di daerahnya sendiri.

Sekretaris Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Provinsi Lampung, Humaidi Elhudri mengatakan, krisis ini ternyata tak hanya dialami di Lampung saja melainkan hampir di berbagai daerah di Indonesia.

“Krisis bahasa daerah khususnya di kalangan anak muda ternyata tidak hanya di Lampung saja, pemerhati bahasa daerah di berbagai daerah di Indonesia termasuk Jawa pun memiliki krisis yang sama,” katanya pada IDN Times, Senin (2/9/2023).

Baca Juga: Segubal Makanan Khas Lampung, Jarang di Pasaran tapi Tak Mudah Punah

1. Bahasa daerah dianggap kampungan

Mirisnya Bahasa Lampung Kini Jarang Dipakai Milenial dan Gen Zilustrasi berkomunikasi (Pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)

Humaidi mengatakan, mayoritas anak muda di Lampung saat ini lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun pertemanan. Pun baik dalam situasi formal maupun informal.

Jarang sekali bisa ditemukan anak muda mau berbicara atau ngobrol menggunakan bahasa Lampung. Rata-rata mereka menggunakan bahasa Indonesia secara penuh tanpa ada penggunaan bahasa daerah di dalam kesehariannya sama sekali.

Humaidi menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab hal ini bisa terjadi, salah satunya adalah stereotipe kampungan pada bahasa daerah.

“Bahasa daerah ini dianggap kampungan. Ada perasaan rendah diri ketika mereka pakai bahasa daerah. Jadinya malu mau pakai,” kata Humaidi.

2. Mau sabar mengajarkan Bahasa Lampung kepada pendatang bukan etnis Lampung

Mirisnya Bahasa Lampung Kini Jarang Dipakai Milenial dan Gen ZIDN Times/Istimewa

Humaidi juga mengatakan, Lampung merupakan salah satu daerah dengan persentase nonpenduduk asli (bukan etnis Lampung) terbanyak. Ini dikarenakan Lampung pernah menjadi daerah penerima transmigran dari Pulau Jawa dan sekitarnya pada 1905 silam.

Sehingga ada banyak masyarakat dengan beragam suku budaya di Lampung mulai dari etnis Jawa, Sunda, Bali, Minang, Batak, dan lainnya. Meski begitu, ia mengatakan banyak sekali bukan orang Lampung tertarik dan ingin bisa berbahasa Lampung.  

“Banyak (non etnis Lampung) yang ngomong ke saya pengin bisa Bahasa Lampung. Tapi malah diajarin gak benar. Jadi anak ini pengin bener bisa bahasa Lampung, tapi malah diajarkan pakai bahasa-bahasa kotor sama kawannya, kan jadi kapok yang mau belajar,” jelasnya.

Humaidi mengatakan ketika ada seseorang ingin belajar Bahasa Lampung namun tak memiliki logat khas Lampung tidak perlu diejek. Dukung terus agar ia mau terus belajar karena setiap daerah memang punya karakteristik logat suara masing-masing.

“Jadi kalau beda sedikit dengan tone Bahasa Lampung ya jangan diejek. Padahal dia mau belajar sungguh-sungguh. Saya soalnya pernah dengar cerita ini saat saya ngisi kuliah umum di Unila,” katanya.

3. Peran orang tua penting untuk mewarisi bahasa daerah ke anaknya

Mirisnya Bahasa Lampung Kini Jarang Dipakai Milenial dan Gen ZMerdeka.com

Humaidi mengatakan, peran orang tua sangat penting untuk kelestarian bahasa Lampung. Orang tua harus mau dan menyisikan waktunya untuk mengajak anaknya ngobrol bahasa Lampung atau sekedar mengenalkan budaya atay sejarah Lampung.

“Dari orang tua, kalau orang tuanya saja gak mau ngajarin ke anaknya, siapa lagi yang ngajarin? Setidaknya ada waktu-waktu ajak ngomong anaknya pakai bahasa Lampung. Secara tidak langsung itu juga bentu partisipasi kita melestarikan bahasa Lampung,” katanya.

4. Kesejahteraan calon guru Bahasa Lampung semakin baik

Mirisnya Bahasa Lampung Kini Jarang Dipakai Milenial dan Gen ZRektorat Unila. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Humaidi menjelaskan, sudah cukup lega karena saat ini calon guru Bahasa Lampung sudah bisa berkuliah hingga S2. Apalagi Pemerintah Provinsi Lampung memiliki beasiswa khusus untuk mereka.

“Dulu jurusan Bahasa Lampung itu cuma sampai D3 saja di Unila. Gak ada yang sampai S1. Tapi alhamdulillah sekarang sudah ada sampai S2 dan itu perjuangan dosen di sana dari 2006 sampai 2021,” katanya.

Hingga hari ini bahasa Lampung masih masuk menjadi muatan lokal di pendidikan dasar mulai dari SD sampai SMP. Ia berharap, pemerintah bisa terus mensejahterakan guru bahasa Lampung agar bisa terus mengabdi mengajarkan bahasa Lampung pada anak-anak di provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai ini.

Baca Juga: Kisah Ratu dan Andalas, Sejoli Lahirkan 3 Anak Badak di SRS Way Kambas

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya