LBH Bandar Lampung Sesalkan Kasus Talangsari Diselesaikan Nonyudisial

Nonyudisial adalah penyelesaian kasus HAM tanpa jalur hukum

Bandar Lampung, IDN Times - Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Rabu (11/1/2023) mengakui 12 kasus di masa lalu sebagai pelanggaran berat HAM. Salah satunya adalah Tragedi Talangsari. Peristiwa ini terjadi pada 1989 di Talangsari, Lampung Timur.

Dalam hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD mengatakan, presiden mencoba membuka jalan atas mandeknya kasus-kasus ini dengan membentuk tim untuk memeriksa dan menyelidiki ulang peristiwa tersebut.

Menanggapi hal ini, Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi mengatakan kasus pelanggaran HAM di Talangsari pun sebelumnya telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai kejahatan HAM berat terjadi di masa lampau. 

“Sebelumnya presiden juga telah mengeluarkan Keppres 17 Tahun 2022 yang berbicara terkait penyelesaian pelanggar HAM berat dengan mekanisme nonyudisial. Kita semua tahu jika kita merujuk pada UU peradilan HAM penyelesaian nonyudisial harus dilakukan melalui UU, tapi ini melalui keputusan presiden,” jabarnya, Kamis (Kamis, 12/1/2023).

1. Menilik kembali tragedi Talangsari

LBH Bandar Lampung Sesalkan Kasus Talangsari Diselesaikan NonyudisialANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Menilik kembali kasus Talangsari, dilansir dari berbagai sumber, tragedi ini terjadi pada 7 Februari 1989 di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk wilayah Lampung Tengah).

Peristiwa ini merupakan dampak dari azas tunggal Pancasila pada masa Orde Baru. Bahkan aturan tersebut tertulis dalam UU Nomor 3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya dan UU Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam tragedi ini, Komnas HAM mencatat ada sebanyak 130 orang terbunuh, 77 orang dipindahkan secara paksa, 53 orang dirampas haknya sewenang-wenang, dan 46 orang lainnya disiksa.

Dilansir IDN Times, saat itu ABRI juga membakar seluruh perabotan rumah warga sehingga situasi sangat mencekam. Sempat menjadi "dusun mati" orang-orang di sana mendapat diskriminasi dari penduduk sekitar.

“Bahkan jalan di sana baru 2021 ini diperbaiki diaspal. Baru 2021 ini listrik masuk ke sana. Seperti diasingkan. Segitu besarnya dampak tragedi Talangsari sampai 2021 lalu,” kata Sumaindra.

Baca Juga: Catatan Akhir Tahun LBH Bandar Lampung, Konflik Agraria Mendominasi 

2. Waktu Tim PPHAM menyelesaikan kasus terlalu singkat

LBH Bandar Lampung Sesalkan Kasus Talangsari Diselesaikan NonyudisialDusun Talangsari Lampung Timur.

Sumaindra melanjutkan, dalam keputusan presiden tersebut, Tim PPHAM (Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu) akan diberikan waktu selama 4 bulan untuk menyelesaikan 12 kasus pelanggaran berat HAM masa lalu ini.

“Saya rasa dengan waktu sesempit itu pasti tidak maksimal dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM beratnya,” imbuhnya.

Dengan proses penyelesaian melalui keputusan presiden itu, ia mengatakan akan ada proses impunitas yang dilakukan oleh negara. Menurutnya negara sebaiknya menghadirkan pelaku pelanggar HAM berat di pengadilan. Dengan Komnas HAM sebagai pihak melakukan penyelidikan dan jaksa agung sebagai penyidik.

3. DPR bisa meminta presiden bentuk pengadilan HAM ad hoc

LBH Bandar Lampung Sesalkan Kasus Talangsari Diselesaikan NonyudisialDirektur LBH Bandar Lampung, Sumaindra. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ia juga menyampaikan, DPR juga bisa turut andil menyampaikan ke presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc atas kasus ini. Bahkan bisa menunjukkan penyidik ad hoc dalam proses pengungkapan terhadap kejahatan HAM berat.

“Tapi kemudian itu tidak dilakukan, malah keluar Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022 dengan penyelesaian nonyudisial,” katanya.

Menurutnya, penyelesaian nonyudisial itu dilakukan dalam konteks pemulihan hak korban saja sedangkan kasusnya tetap secara yudisial. Namun kepres tidak membawa kasus ini ke ranah yudisial. Oadahal hak mereka yang terdiskriminasi merupakan bagian dari tanggung jawab negara yang harus dipenuhi.

4. Masyarakat berharap penyelesaian secara yudisial

LBH Bandar Lampung Sesalkan Kasus Talangsari Diselesaikan NonyudisialPeristiwa Talangsari. (dok. CNNIndonesia)

Ia berharap dan akan tetap menuntut negara agar dapat menyelesaikan kejahatan HAM berat ini untuk masuk ke ranah yudisial atau ranah pengungkapan di pengadilan.

“Negara harus menggunakan mekanisme yang ada di UU pengadilan HAM, untuk membentuk peradilan HAM ad hoc dan menunjukkan penyidik ad hoc untuk mengungkap siapa pelaku kejahatan berat masa lampau ini,” kata Sumaindra.

Baca Juga: PHK Sepihak, Wartawan Lampost Adukan Perusahaannya ke Disnaker

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya