Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha Menjanjikan

Ada 347 kafe terdaftar di Bandar Lampung

Intinya Sih...

  • WFH dan WFA populer di Indonesia pasca pandemi COVID-19
  • Kafe atau coffee shop terus menjamur di hampir seluruh wilayah Indonesia
  • Pemilik kafe sekarang bisa dengan mudah mendapatkan NIB dengan mendaftar via OSS

Bandar Lampung, IDN Times - Meski pandemik COVID-19 telah berakhir, eksistensi Work From Home (WFH) dan Work From Anywhere (WFA) makin populer di Indonesia. Mungkin orang-orang telah sadar dengan kenyataan bekerja tak hanya harus berada di depan meja kantor saja.

Terbukti saat banyak perusahaan menerapkan WFH, karyawan masih tetap bisa bekerja dengan baik. Namun alih-alih bekerja di rumah, pasca COVID-19 orang-orang tak mau lagi hanya bekerja di atas sofa rumahnya dan memilih untuk bekerja di kafe atau coffee shop saja.

Maka tak heran jika dalam beberapa tahun terakhir ini, kafe atau coffee shop terus menjamur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kita bisa dengan mudah menemukan kafe di jalanan ibu kota, mall, ruas jalan, bahkan di sekitar pemukiman rumah warga.

Sehingga fungsi kafe atau coffee shop saat ini tak hanya jadi tempat ngumpul bersama teman, tapi juga bisa menjadi ruang kerja, belajar, diskusi, dan sebagainya. Seperti halnya Riana Mita, salah seorang karyawan swasta di Bandar Lampung.

Ia mengatakan, pekerjaannya saat ini memang tak menuntut dirinya untuk setiap hari datang ke kantor. Sehingga ia sering berkunjung ke kafe untuk menuntaskan pekerjaannya.

Tak hanya kebutuhan pekerjaan, Riana juga sering ke kafe hanya untuk nongkrong bersama teman saat bosan di rumah saja. “Biasanya 1-2 kali seminggu ngafe. Kalau sekali ngafe itu gak tentu sih tergantung harga menu dan saat itu aku makan apa aja. Kalau rata-rata sekali ngafe sih bisa 50-100 ribu itu sudah sama makan juga,” katanya, Jumat (5/1/2024).

1. Selain makanan/minuman, tempat dan fasilitas menjadi pertimbangan datang ke kafe

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanIlustrasi kafe di Bandar Lampung, Enpos Cafe. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Riana mengatakan, tak hanya melihat kafe dari menu minuman atau makanannya saja. Sebagai tempat kerja, kenyamanan kafe juga menjadi penentu dirinya akan datang ke kafe tersebut atau tidak.

“Kopi favoritku americano. Kalau makanan beratnya biasanya aku pesan ramen atau kalau gak ada, ayam sambel matah. Selain rasa, aku datang ke kafe itu biasanya lihat tempatnya juga. Nyaman atau gak, aestetik gak, pelayanannya gimana, harganya pricy (mahal) atau gak,” ujarnya.

Riana menyampaikan, ramai atau tidaknya sebuah kafe juga menentukan apakah ia akan datang ke kafe tersebut atau tidak. Penilaian tersebut juga ditentukan oleh kebutuhan setiap orang.

“Jadi tergantung mau ngafenya itu ngapain. Misalnya mau work from cafe ya aku cari yang sepi. Tapi kalau nongkrong sama temen, kafe yang ramai juga gak masalah,” imbuhnya.

Selain itu, Riana sangat tertarik untuk memiliki usaha coffee shop sendiri. Itu karena, meski kafe saat ini sangat menjamur, namun ngopi sudah menjadi gaya hidup sehingga pasarnya akan tetap luas.

2. Modal untuk membuat kafe

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanDoesoen Coffee. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Doesoen Coffee merupakan salah satu kafe atau coffee shop populer di Kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung. Kafe ini pertama kali buka pada 2019 lalu dan hingga kini masih eksis bahkan makin luas dan ramai pengunjung.

Owner sekaligus pendiri Doesoen Coffee, Fakhry Hadiyan mengatakan membangun usaha khususnya kafe itu memang tidak mudah. Apalagi jika dibangun sejak nol tanpa background pendidikan di bidang pelayanan atau food and beverage.

“Saya buat Doesoen ini gak sendiri. Kami berempat saat itu dan benar-benar mulai dari nol. Kami juga gak ada yang punya background pendidikan hospitality atau food and beverage. Jadi modal awal kami waktu itu 100 juta. Kami patungan dan dari sana kami mulai bisnis ini,” katanya.

Fakhry mengatakan, bangunan kafe Doesoen saat ini sebenarnya adalah rumah milik keluarganya. Rumah tersebut adalah rumah milik buyut Fakhry di Ogan dan dipindahkan oleh keluarga Fakhry ke belakang rumah kakek neneknya.

“Kalau bangunan kafenya waktu pertama kali kita buka (kafe) itu gratis. Karena ini sebenarnya (pelataran) rumah nenek saya. Bangunan ini adalah rumah orang tua nenek saya yang dipindahkan ke sini setelah buyut saya itu meninggal. Awalnya hanya untuk kumpul keluarga, tapi di 2019 saya pakai untuk buat kafe,” jelasnya.

Baca Juga: Sudah Endemik, Pemprov Lampung Yakin Bisa Antisipasi Lonjakan COVID-19

3. Mengajak orang terdekat menjadi konsumen pertama

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanSalah satu owner dan pendiri Doesoen Coffee, Fakhry Hadiyan. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Meski punya privilege berupa bangunan gratis, saat ini bangunan tersebut terhitung sebagai saham di Doesoen Coffee sehingga ada bagi hasil tersendiri atas bangunan tersebut. Fakhry juga mengatakan modal terbesar justru ada pada produk.

“Paling gede itu modal dipakai buat kopi. Buat beli produk sama peralatannya. Setelah lulus kuliah, kita September 2019 buka dan alhamdulillah bisa maintenancenya dan yang tadinya hanya bangunan ini aja kita kembangin sampai ke pelataran kebun ini juga,” ujarnya.

Saat awal buka, Fakhry menargetkan agar seluruh teman-teman mereka bisa menjadi pelanggan pertama kafenya. Apalagi Fakhry dan tiga orang pendiri lain memang orang Bandar Lampung sehingga mudah untuk mengajak orang datang ke kafenya.

“Kebetulan kan kita orang asli sini (Bandar Lampung), dari kecil di Bandar Lampung. Jadi circlenya lumayan banyak dari SD sampai SMA. Jadi bisa menarik kawan ke sini. Terus momennya pas waktu itu 2019 kafe belum banyak jadi di situ kesempatannya,” imbuhnya.

Kemudian menurutnya, lokasi Doesoen juga terbilang strategis yakni di tengah ibu kota. Konsepnya juga cukup menarik yakni pedesaan dan kembali ke alam dengan layout rumah panggung dan perkebunan.

“Kita juga lebih ke pelayanannya sih. Kita juga punya SOP di mana karyawan ini bisa menjadi teman pelanggan. Kita ada kasih reward karyawan yang bisa punya teman dari pelanggan. Dengan begitu pelanggan bisa nyaman dan bisa datang lagi ke sini,” ujarnya.

4. Jadilah kreatif dan terus kembangkan produk

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanDoesoen Coffee. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Selain itu, pengembangan produk baru juga harus selalu dilakukan oleh setiap pengusaha. Fakhry menyebutkan, Doesoen tiap tahunnya selalu memproduksi produk baru minimal 3-4 produk.

Sedangkan untuk hambatan dalam berusaha, ia mengatakan tak ada kendala cukup berarti selama dirinya merintis usaha kafe tersebut. Kuncinya hanya ada pada kesabaran dan penuhi semua target pelan-pelan.

“Pokoknya kecilin ego dan mau dengar masukan dari orang lain. Untuk pertama kali usaha kita gak harus perfect karena nanti akan belajar sendiri. Jadi harus mau belajar karena kita semua juga awalnya belajar dulu kayak ikut kelas kopi, seminar FnB, dan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya segala jenis usaha termasuk kafe bisa sustainable asal pemilik usaha bisa mengikuti tren dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan kondisi sosial.

“Untuk pengusaha kafe pemula, saran saya yang perlu disiapin adalah mental dulu. Kalau mentalnya sudah kuat dan memang niat untuk bisnis pasti bisa. Terus jangan nyambi kerja kecuali punya modal yang kuat. Harus mau belajar dan punya modal analisa juga, lebih bagus kalau punya step misi yang detail untuk mencapai visinya,” katanya.

5. Jakarta menjadi pusat tren dan hype

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanKafe di Lampung. Enpos Cafe. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Menanggapi maraknya kafe dan coffee shop di Lampung saat ini, Pengamat Ekonomi Central for Urban And Regional Studies (CURS), Erwin Oktaviano mengatakan hal ini selaras dengan kebutuhan ruang publik yang saat ini ada di masyarakat khususnya pasca pandemik COVID-19.

Setelah berdiam lama di rumah, masyarakat membutuhkan ruang publik dan jika hal itu tidak terakomodasi dengan baik maka akan memunculkan pihak lain (swasta) untuk menyediakan ruang nyaman masyarakat untuk berkumpul.

“Restoran itu kan identik dengan makanan saja. Minuman pun hanya pelengkap. Kemudian tren pun berubah karena anak muda saat ini tak hanya ingin datang ke tempat yang cuma menyediakan makanan. Tapi juga ruang yang nyaman untuk berbincang, berdiskusi, atau bertukar pikiran dan ditemani secangkir kopi. Makanan kafe adalah tempatnya,” katanya.

Selain itu di sektor perdagangan dan jasa, Jakarta merupakan salah satu kota utama menjadi acuan tren dan hype untuk hampir semua daerah di Indonesia. Sehingga apa yang sedang populer di Jakarta maka semua orang di daerah lain akan mencarinya.

“Pengaruh tren Jakarta itu kuat. Jadi kalau ada yang viral di Jakarta, orang di daerah lain termasuk Lampung pengin juga di daerahnya ada produk viral itu. Termasuk kafe dan menu-menu kopi di dalamnya. Seperti contoh kopi gula aren,” imbuhnya.

6. Trik agar bisnis kafe bisa bertahan

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanIlustrasi kafe di Bandar Lampung. Enpos Cafe. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Erwin mengatakan, kafe atau coffee shop bisa menjadi usaha yang sustainable jika mengikuti tren dan tidak ada force majeure seperti COVID-19. Sehingga tidak ada salahnya untuk memulai bisnis kafe dari sekarang.

“Pengusaha kafe harus punya strategi, dia harus lihat lokasi strategis untuk kafenya dengan melihat pangsa pasar kopinya. Misalnya buka kafe di dekat wilayah kampus atau perkantoran. Jangan malah di daerah yang mayoritas adalah pemukiman petani,” jelasnya.

Hal ini juga menjawab alasan mengapa kafe tidak banyak ditemukan di kabupaten lain selain ibu kota Bandar Lampung. Erwin mengatakan, karena memang pangsa pasar kafe memang belum cocok untuk kabupaten dengan sektor utama pertanian. 

“Lalu yang harus dilakukan oleh pengusaha kafe adalah menyajikan sesuatu yang berbeda. Karena coffee shop tergantung dengan ciri khasnya masing-masing. Bisa dari menunya atau konsep kafenya,” ujarnya.

Pangsa pasar kafe juga tergantung pada konsep kafe itu sendiri. Berbicara soal kopi juga berarti bicara soal rasa. Ada rasa tertentu yang bisa diminati anak muda ada rasa tertentu yang bisa dinikmati oleh usia tua.

“Bisa saja pangsa pasarnya ke banyak usia. Walau saya yakin usia 40 ke atas jarang ada yang ke kafe. Tapi bisa juga misalnya pakai kafe konsep keluarga, yang datang bisa satu keluarga. Desain juga penting di mana sekarang yang instagramable lebih dicari. Terakhir harga, karena itu memang harus dipertimbangkan dari daya beli masyarakatnya,” terangnya.

7. Ada 347 kafe di Bandar Lampung hingga 3 Januari 2024

Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha MenjanjikanKepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Bandar Lampung Muhtadi. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Bandar Lampung Muhtadi menyebutkan, ada sebanyak 347 kafe terdaftar di Bandar Lampung. Dikarenakan kafe merupakan kelompok usaha berisiko rendah, maka pemilik kafe sekarang bisa dengan mudah mendapatkan NIB dengan mendaftar via OSS.

“Hanya usaha berisiko menengah tinggi dan tinggi saja yang kita lakukan verifikasi terhadap berkas permohonannya. Tapi karena kafe itu (risiko) rendah maka sangat mudah membuat izin usahanya yakni cukup mendaftar lewat OSS saja,” jelasnya.

Meski berjumlah ratusan, Muhtadi mengatakan jumlah kafe di Bandar Lampung belum bisa dikatakan banyak karena jika dirata-ratakan hanya ada 2-3 kafe saja di tiap kelurahannya.

“Makanya kita sangat welcome terhadap pengusaha kafe ini. Kita juga sudah dukung dengan cara memudahkan perizinannyan. Apalagi NIB ini berlaku seumur usaha tersebut berjalan,” katanya.

Muhtadi mengatakan, sistem perizinan kafe adalah per outlet. Sehingga jika satu grup memiliki banyak outlet di Bandar Lampung maka setiap outlet harus diajukan perizinannya. Jika ada kafe belum memiliki NIB maka akan mendapat sanksi administrasi.

“Kita juga selalu monitoring kok karena keberadaan kafe ini bisa menunjukkan kalau tingkat perekonomian kita itu baik. Kafe bisa menambah PAD kita. Kafe juga bisa menyerap tenaga kerja. Coba kalau satu kafe punya 10 orang karyawan, 3.470 pengangguran sudah berkurang,” katanya.

Baca Juga: Kaleidoskop Lampung 2023, Peristiwa Viral Awbimax hingga Komika Aulia

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya