Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan Penumpang

Memiliki total 482 kilometer spoor, semua jalur KA aktif

Bandar Lampung, IDN Times - Jalur kereta api berperan penting dalam peradaban Indonesia. Tak hanya sebagai transportasi massal murah dan cepat, kereta api juga memberi peluang terbukanya jalur-jalur perekonomian masyarakat.

Menurut data Kementerian Perhubungan Republik Indonesia per tahun 2017, terdapat 2.723 kilometer jalur kereta api nonaktif di Indonesia dari total 8.157 kilometer yang pernah beroperasi per tahun 1939. Sayangnya, dalam kurun waktu 1939-2017, ada kecenderungan penurunan prasarana jalur kereta api yang dioperasikan.

Menurut data PT KAI, di Lampung, dari total 62 stasiun ada 16 stasiun nonaktif yakni Stasiun Panjang, Pidada, Garuntang, Pahoman, Kedaton, Natar, Karantani, Banjarratu, Tanjung Eman, Kembang Tanjung, Tulang Mas, Kalipapan, Gunung Sangkarang, Airtuba, Tanjungkemala, dan Bindu.

Tak hanya soal jalur dan stasiun nonaktif, rupanya kereta api penumpang di Lampung juga terjadi penurunan relasi perjalanan karena kini perjalanan hanya sebanyak dua kali yakni dari Lampung ke Palembang (pukul 08.30-18.00 WIB) dan dari Palembang ke Lampung (pukul 08.30-18.00 WIB).

“Setelah COVID-19 atau sekitar 2021 kalau tidak salah, sampai sekarang kereta malam belum ada lagi. Jadi relasi kereta api penumpang Lampung-Palembang semakin sedikit. Cuma dua kali bolak-balik kereta Rajabasa dan Kuala Stabas,” kata Esti Rahayu, pengguna sekaligus anggota komunitas pecinta kereta api di Lampung atau Barisan Railfan Divre Empat (BARADIPAT), Jumat (13/10/2023).

1. Kereta api di Lampung belum fokus untuk kereta penumpang

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangStasiun kereta di Lampung. (Instagram/farelalfa.sr)

Esti mengatakan, hal itu bisa saja terjadi karena memang kereta api di Lampung belum memfokuskan diri untuk kereta api penumpang. Meski begitu menurutnya, fasilitas kereta api penumpang di Lampung sudah cukup baik. 

”Mungkin karena di Palembang Lampung belum memfokuskan diri untuk kereta penumpang dan lebih ke angkutan barang seperti batu bara jadi memang kurang (relasinya),” ujarnya.

Senada dengan Esti, Riski Aprianto anggota BARADIPAT juga berharap angkutan penumpang kereta api di Lampung bisa ditambah misalnya dengan memperbanyak slot perjalanan. Ia menilai, permintaan penumpang kereta api Lampung Palembang sebenarnya cukup banyak.

“Apalagi warga dari Utara (Baturaja, Martapura, dan Prabumulih) itu rata-rata jika mau ke pantai memilih ke Bandar Lampung. Sehingga kalau musim liburan itu kereta pasti full booking,” imbuhnya.

2. Fasilitas dan jadwal kereta sudah baik

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangStasiun Kereta Api Tanjung Karang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Meski menyayangkan sedikitnya relasi kereta api, Riski mengatakan, sejauh ini dari aspek jadwal, fasilitas umum dan ketepatan waktu, KAI di Lampung sudah bagus.

“Bisa dibilang antar moda, dari Baturaja ke Bandar Lampung itu gak terlalu malam begitupun dengan Bandar Lampung ke Baturaja gak terlalu siang,” jelasnya.

Ia menambahkan, ketersediaan stasiun di Lampung juga sudah pas karena memang berada di tempat-tempat ramai atau wilayah administrasi kabupaten/kota. Namun memang tak semua kota besar di Lampung terdapat stasiun karena keterbatasan jalur kereta api.

“Kalau jalur kereta setahu saya yang paling worth it dikembangkan untuk kereta api penumpang itu yang dari Garuntang ke arah Teluk. Namun dalam tanda kutip, rel itu kan juga sudah berubah menjadi jalan penduduk dan agak miris juga di kanan kirinya malah dibangun rumah penduduk, itu sih yang sampai saat ini masih jadi permasalahan kereta api di Indonesia,” paparnya.

Baca Juga: Kronologi Penangkapan Dua Polisi Pelaku Pencurian Honda Brio di Mall

3. Kereta angkutan barang tak seharusnya lewat jalanan ibu kota

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangKereta Api Lampung. (Instagram/farelalfa.sr)

Disinggung tentang perlunya commuter line di Sumatera, Riski menanggapi tentu hal itu akan menjadi angin segar bagi perkeretaapian Lampung. Apalagi banyak daerah sudah berkembang seperti Bandar Lampung, Pringsewu, dan Kotabumi.

“Permasalahannya pembangunan commuter line dengan jaringan baru itu memerlukan dana yang tidak sedikit. Tapi demand (permintaan) pasti banyak. Terlebih sejak ITERA ada, demand dari Timur, Barat, dan Selatan pasti banyak. Bisa menjadi potensi wisata juga jika bisa digarap dengan baik,” imbuhnya.

Namun dari sekian banyak hal yang harus diupgrade KAI Indonesia, Riski mengatakan hal paling mendesak dan sesuai kebutuhan masyarakat Lampung adalah agar KAI bisa mengupayakan pemisahan angkutan batu bara dengan angkutan penumpang.

“Paling tidak (jalurnya) gak nyampur atau tidak masuk jalur kota seperti Bandar Lampung. Karena banyak orang merasa frekuensi kereta barang ini terlalu rajin di Lampung. Meski sekarang ada flyover, tapi ini ibu kota provinsi lho, mau gak mau ya harus dipisahkan dari dalam kota,” terangnya.

Esti menambahkan, agar PT KAI bisa lebih banyak membuat inovasi agar kereta api penumpang di Lampung tetap eksis. Pasalnya, saat ini sudah ada tol Lampung Palembang dengan waktu tempuh hanya 4 jam.

“Walau harganya terbilang ekonomis ya sekitar 30 ribuan sekali berangkat, tapi mungki KAI bisa menambah inovasi lagi agar kereta api penumpang di Lampung tetap eksis,” tuturnya

4. Kereta api penumpang di Lampung merupakan produk CSR dari PT KAI bersama PT Bukit Asam

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangStasiun Kereta Api Tanjung Karang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Pengamat Transportasi Lampung, Dr. IB Ilham Malik mengatakan perkeretaapian di Sumatera Selatan dan Lampung seyogyanya memang memprioritaskan untuk angkutan batu bara.

Akademisi di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) ini menjelaskan PT KAI sendiri memiliki tanggung jawab sosial (CSR) kepada masyarakat sekitar wilayah kerjanya dan PT KAI membuat kereta api penumpang Lampung-Sumsel sebagai langkah kongkretnya.

“Walaupun ya kita berharapnya, PT KAI bisa menaikan mutu layanannya. Dulu (kereta) kita itu tidak seperti sekarang, panas dan kotor. Tapi sekarang sudah ada AC dan bersih juga. Ada pembukaan rute baru meski itu tidak begitu penguntungkan, tapi paling tidak ini jadi sebuah service CRS PT KAI dan PT BA (Bukit Asam),” jelasnya.

Ia menambahkan, apalagi dulu juga pernah ada KRD (Kereta Rel Diesel) dari Jakarta untuk dioperasionalkan di Lampung dan disubsidi oleh pemerintah provinsi. Sayangnya, KRD tidak berjalan lagi, hal itu kemungkinan disebabkan persoalan operasional cost dan munculnya pandemik COVID-19 telah meluluh lantakkan semua aktivitas pergerakan termasuk kereta api penumpang.

5. Solusi serta lalu lintas rel kereta api paling ideal di Lampung

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangKereta Api Lampung. (Instagram/alghifariamartaalip)

Terkait jalur kereta api, Ilham mengatakan dari sisi konsep idealnya jalur kereta api di Lampung dibuat melingkar, sehingga nantinya tak hanya bisa mengangkut penumpang ke arah Palembang tapi juga akan melewati Krui, Liwa, Tanggamus, dan kabupaten/kota lainnya.

“Itu pasti akan sangat bagus. Tapi memang membutuhkan biaya yang tidak murah untuk membangunnya. Butuh kecerdasan dari pemda dan jajarannya untuk mengakumulasikan modal yang dimiliki agar bisa dimanfaatkan untuk membangun jalur kereta api. Dan tentunya juga harus ada penyesuaian sana sini dari sisi kebijakan,” paparnya.

Sedangkan untuk reaktif jalur kereta api, Ilham menyampaikan agar infrastruktur yang sudah ada diprioritaskan. Tinggal bagaimana caranya agar sepanjang koridor kereta api bisa dikembangkan dengan aktivitas ekonomi.

“Sehingga nanti bisa menjadi pendapatan baru bagi PT KAI dan mitranya, juga menerapkan konsep TOD (transit oriented development) dengan berbasiskan pada rel kereta api,” katanya.

Ia memberi contoh jalur kereta Tegineneng sampai Tarahan itu selain bisa digunakan untuk batu bara juga bisa digunakan angkutan penumpang. Kemudian sepanjang koridor itu bisa dibuatkan mall, permukiman tetrikal, sehingga bisa menjadi generated activity baru dan bisa menjadi income generate baru untuk berbagai pihak karena yang mendapatkan manfaatnya bukan hanya PT KAI tapi juga masyarakat.

6. COVID-19 membuat okupansi kereta malam berkurang

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangHerman saat melakukan tes antigen di Stasiun KAI Tanjung Karang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Manager Humas KAI Divre IV Tanjungkarang, Azhar Zaki Assjari menanggapi alasan ditiadakannya lagi Kereta Sriwijaya atau kereta malam Lampung-Palembang. Ia menjelaskan, hal itu memang berawal ketika pandemik COVID-19 menyerang.

“Bukan sejak 2021 bahkan sejak awal pandemik (kereta malam ditiadakan). Selain memang ada pembatasan mobilitas masyarakat (PPKM), KAI menilai okupansi dari kereta malam ini memang tidak menutupi cost yang dikeluarkan,” katanya.

Sehingga Kereta Sriwijaya dioper ke Pulau Jawa di mana demand penumpangnya memang lebih banyak. Meski begitu, Zaki melanjutkan armada saat ini yakni Kuala Stabas dan Rajabasa saat ini sudah sangat pas dan mencukupi kebutuhan demand masyarakat.

“Untuk jadwal sendiri itu ada Kuala Stabas jurusan Baturaja-Tanjung Karang dengan keberangkatan 6.30, sebaliknya juga ada Tanjung Karang-Baturaja di jam sama 6.30. Lalu ada Kuala Stabas siang jurusan Baturaja-Tanjung Karang dan sebaliknya Tanjung Karang-Baturaja pukul 13.30 dan 14.00. Terakhir Rajabasa jurusan Kertapati-Tanjung Karang dan sebaliknya pukul 08.30,” paparnya.

7. Semua jalur kereta di Lampung aktif

Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan PenumpangStasiun Kereta Api Tanjung Karang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Zaki menyebutkan, panjang jalur kereta api di Lampung secara keseluruhan adalah 482 km spoor dengan beberapa jalur double track. Ia mengatakan, seluruh jalur di Lampung tersebut masih aktif hingga sekarang.

“Karena yang disebut tidak aktif adalah jalurnya tidak dipakai sama sekali. Sedangkan jalur kereta di Lampung ini semuanya dipergunakan untuk mendistribusikan batu bara,” ujarnya.

Terkait jalur kereta ini juga, Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Lampung, Alma Rostow Guna menambahkan, pengadaan jalur kereta api baru sepenuhnya merupakan kebijakan dari kementerian perhubungan.

“Dulu, tiga tahun lalu itu kita masih ada bidang khusus seperti kereta api, tapi sekarang sudah tidak ada dan digabungkan menjadi bidang pengembangan transportasi. Saat ini daerah hanya mendata dan menjadi mediasi antara PT KAI di Lampung dengan pusat,” katanya.

Meski begitu, ia mengatakan dishub juga berperan sebagai jembatan aspirasi masyarakat kepada pemerintah tentang pengadaan seperti sarana dan prasarana kereta api.

“Jadi bisa misalnya ada laporan dari warga butuh palang di sini, di sini. Nanti kita yang data. Lalu kita teruskan ke pusat dan nanti pusat yang akan menyediakannya,” tutupnya.

Baca Juga: Mencoreng Nama Kampus, Dosen dan Mahasiswi UIN RIL Diberhentikan

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya