Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024

KPU dan Parpol harus berinovasi untuk menggaet generasi muda

Bandar Lampung, IDN Times - IDN Times Lampung mengadakan Talk Show Gen Z Memilih Selasa (29/8/2023) secara online. Tema ini dipilih mengingat jumlah pemilih muda (generasi milenial dan Z) di Lampung saat ini cukup banyak yakni sekitar 49 pesen dari total pemilih atau 3,26 juta orang.

Talkshow ini berlangsung sangat komunikatif dan menarik karena dihadiri beberapa narasumber berkompeten dari perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) , akademisi dan mahasiswa di Lampung.

Narasumber berpartisipasi adalah Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung merangkap Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat, Antoniyus. Kemudian dari akademisi diwakili Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung, Handi Mulyaningsih dan Presiden BEM Institut Teknologi Sumatera, Erza Revenza.

1. Banyak kemungkinan milenial dan gen Z berinisiatif mencari rekam jejak calon pemimpinnya di Pemilu 2024

Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024ilustrasi Gen Z (pexels.com/Anna Shvets)

Dalam diskusi tersebut, Handi Mulyaningsih mengatakan, media sosial saat ini menjadi sarana paling jitu untuk mendukung Pemilu 2024 bagi KPU selaku penyelenggara pemilu, partai politik sebagai peserta pemilu, dan masyatakat sebagai pemilih.

Karena tak dipungkiri, masyarakat saat ini memang tak terlepas dari gadget. Tak hanya masyarakat muda (generasi milenial dan Z) saja tapi juga generasi X, bahkan baby boomers.

“Jadi menurut saya sangat memungkinkan kalau media sosial atau internet itu menjadi sumber paling jitu untuk mencari tahu tentang isu-isu politik saat ini termasuk rekam jejak capres dan caleg. Karena kita bisa lihat masyarakat saat ini sangat hobi berselancar di dunia maya,” katanya.

Apalagi, pandemik COVID-19 lalu memaksa masyarakat khususnya pelajar untuk belajar secara daring sehingga mereka dituntut bisa menggunakan gadget agar pelaksanaan belajar mengajar tetap berjalan dengan baik.

“Dari mulai tugas sekolah, interaksi dengan guru, semua pakai gadget kan saat itu. Dan ini terjadi di semua tingkat pendidikan dari SD sampai kuliah. Jadi saya kira anak sekarang itu sudah sangat terampil tangannya untuk mencari konten untuk dirinya sendiri,” jelasnya.

2. Kritik merupakan sebuah support terhadap pesta demokrasi

Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024Kompas.com

Meskipun demikian, Handi menyampaikan tidak semua hal di dalam media sosial atau internet bisa menarik perhatian masyarakat khususnya generasi milenial dan Z. Karena generasi muda ini cenderung mencari konten-konten menarik untuk ditonton.

“Biasanya yang menarik perhatian mereka itu konten-konten yang menarik. Konten yang viral dan sebagainya. Seperti peristiwa kritik terhadap pemerintah, Bima yang memberikan kritis tentang jalan dan sebagainya di Lampung,”

Kritik seperti itulah yang dibutuhkan dari generasi muda. Handi mengatakan generasi muda saat ini lebih mudah menyampaikan kritik dibanding generasi di atasnya yakni X dan baby boomers.

“Generasi milenial dan z itu produk era reformasi dengan media informasi dan pendidikan yang penuh dengan kebebasan, tidak otoriter, sehingga saya rasa mereka tidak sulit untuk menyampaikan kritik. Berbeda dengan genera sebelumnya yang merasakan era orde baru,” paparnya.

Baca Juga: Pemilu 2024, Gen Z Ingin Lebih Praktis dan Menarik

3. Harus ada inovasi baru untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat

Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024Ilustrasi media sosial. (dok. samsung.com)

Untuk memberikan pendidikan politik menarik bagi masyarakat di era gadget saat ini, Handi menyampaikan rasanya penting jika KPU, parpol, dan masyarakat untuk membuat konten menarik sebagai media untuk pendidikan politiknya.

“Karena media digital ini murah dan jangkauannya luas. Tak hanya generasi muda saja tapi generasi sebelumnya juga menyukai gadget dan media sosial. Jadi kalau ada parpol yang hanya kampanye dengan gaya lama saja pasti akan tertinggal,” katanya.

Tak hanya itu, KPU dan parpol juga bisa mengubah pola kampanye dari klasikal satu arah menjadi diskusi yang komunikatif. Sepanjang bisa mengemasnya secara menarik pasti akan diingat.

“Makanya wajar apabila parpol itu berlomba-lomba untuk menggaet pemuda dan membuat konten menarik dalam media sosial karena itu memang efektif dan menjual. Wajar juga karena tujuan mereka memang untuk meraih kemenangan,” jelasnya.

4. Terkadang parpol mencari segala cara untuk mendapatkan suara

Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024(IDN Times/Sukma Shakti)

Meskipun kampanye politik bebas dilakukan di mana saja, Handi menyebutkan etika politik harus tetap dilaksanakan. Seperti tidak melakukan kampanye hitam, dan tidak melakukan upaya yang sebetulnya membohongi publik.

“Seperti banyak hal yang disembunyikan demi bisa menang. Saya yakin politisi itu semuanya orang-orang pintar tapi mereka tetap melakukan kampanye hitam, seperti tak peduli apakah akan ada seseorang yang akan tersesat. Itu hal yang mungkin terjadi untuk mencari dukungan dan biasanya dilakukan kepada mereka yang baru belajar mencari tahu politik seperti apa,” paparnya.

Handi menyampaikan saat ini citra “politik” sendiri cenderung bersifat negatif di mata beberapa masyarakat. Namun dibanding menerima hal tersebut mentah-mentah, generasi muda seharusnya bisa mengulik lebih dalam dari isu-isu politik saat ini.

“Contohnya kasus asuransi, haji, bansos, dan sebagainya. Pertanyaannya apakah para generasi milenial dan Z itu punya kemampuan melihat kasus-kasus dibalik itu? Misalnya ada apa di sana? oleh siapa? Kalau kemampuan itu dimiliki mereka saya yakin mereka gak akan mengunyah dan menelan mentah-mentah ini kompetisi pemilihan kursi ini,” paparnya.

5. Pendidikan politik dari masyarakat jauhkan dari ketidak konsistenan

Generasi Muda Kritis adalah Support bagi Pesta Demokrasi 2024Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Tak hanya itu masyarakat juga harus ikut berpartisipasi melaksanakan pendidikan politik pada generasi muda, salah satunya dengan menerapkan hal boleh dan tidak melakukan larangan dalam pemilu.

“Misalnya kita sampaikan pada mereka money politik itu buruk. Tapi ketika ada amplop datang dari parpol bapak ibunya terima. Gen z yang melihat itu akan bingung dan ketidak konsistenan itu yang tertanam pada mereka,” katanya.

Padahal, Handi melanjutkan generasi milenial dan Z merupakan calon pemimpin Indonesia pada 2045 mendatang. Jangan sampai ketidak konsistenan itu menjadikan generasi muda terbiasa dengan hal tersebut dan pada akhirnya malah menjadi objek politik bagi kepentingan tertentu.

Baca Juga: Ajak Milenial dan Gen Z Memilih di 2024, KPU Lampung Gandeng Selebgram

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya