Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver Terorganisir

Pemda belum ada langkah kongkret atasi masalah anak jalanan

Intinya Sih...

  • Pemda belum ada langkah kongkret atasi masalah anak jalanan
  • Anak jalanan biasa ditemui di jalanan ibu kota, emperan toko, stasiun, terminal, pasar, tempat wisata bahkan di makam-makam.
  • Fenomena manusia silver di Bandar Lampung cukup marak terjadi dan terorganisir. Anak-anak ini dibawa dalam sebuah mobil pikap dan diturunkan di titik strategis seperti lampu lalu lintas.

Bandar Lampung, IDN Times - Setiap Tanggal 12 April diperingati sebagai Hari Anak Jalanan Internasional. Perayaan ini dilakukan agar setiap orang dapat memiliki kesadaran dan mau memperjuangkan hak-hak anak jalanan di seluruh dunia. Serta mendorong gerakan perlindungan untuk memperbaiki kehidupan anak jalanan.

Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan merupakan anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya dengan usia antara 6-18 tahun.

Anak jalanan biasa ditemui di jalanan ibu kota, emperan toko, stasiun, terminal, pasar, tempat wisata bahkan di makam-makam. Mereka biasa menjadikan lokaai mangkalnya itu sebagai tempat berteduh, berlindung, sekaligus mencari sumber kehidupan, meskipun ada juga yang masih tinggal dengan keluarganya.

Padahal, anak-anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal dan layak seperti hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, serta perlindungan khusus.

1. Fenomena anak jalanan di Provinsi Lampung

Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver Terorganisirilustrasi seorang anak menjual minuman di pinggir jalan (pexels.com/Sleiman Al-Khatib)

Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Lampung Arieyanto Wertha mengatakan, anak jalanan di Lampung cukup banyak ditemui di ibu kota provinsi yakni Kota Bandar Lampung. Anak-anak ini biasa ditemui mengemis di lampu merah atau jalan protokol ibu kota.

Anak yang mengemis ini biasanya berada di usia pra sekolah sampai SD, sementara usia SD-SMP biasanya mengemis dengan cara menjadi manusia silver. Mereka mewarnai tubuh mereka dengan cairan perak mengkilat dari atas kepala sampai kaki.

Arieyanto mengatakan, pemenuhan hak anak-anak jalanan ini seharusnya menjadi kewajiban pemerintah khususnya pemerintah daerah. Ia cukup menyesalkan karena hingga kini masih banyak ditemui anak jalanan di Kota Tapis Berseri.

“Miris sekali melihat anak di bawah umur yang seharusnya sekolah malah mengais rezeki dengan cara seperti itu. Dan seharusnya pemda memiliki kewenangan dan kewajiban melindungi mereka,” katanya.

Meski kewenangan hanya berada ditangan pemerintah, seluruh masyarakat termasuk organisasi dan lembaga masyarakat juga perlu peduli dan berusaha ikut membantu anak-anak jalanan tersebut.

2. Praktik anak-anak silver di Bandar Lampung terorganisir

Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver TerorganisirManusia silver diamankan di wilayah Denpasar Timur (Dok.IDN Times/Polsek Denpasar Timur)

Fenomena manusia silver di Bandar Lampung ini sebenarnya cukup marak terjadi dan terorganisir. Ia menjelaskan terdapat penemuan adanya anak-anak manusia silver yang sengaja diangkut dalam sebuah mobil pikap dan diturunkan di titik strategis seperti lampu lalu lintas.

“Mobil ini membawa mereka ramai-ramai, lalu diturunkan di dekat lampu merah dari jam 6 pagi. Ini kan seperti ada yang mempekerjakan mereka, ada dugaan praktik mempekerjakan anak di bawah umur,” ujar Arie sapaan akrabnya.

Ia melanjutkan, setelah ditelisik lebih dalam, ternyata anak-anak yang memiliki “bos” ini juga dibekali sebuah kotak dan uang sebesar Rp15.000 per anak untuk makan. Nantinya anak-anak ini akan “bekerja” sebagai manusia silver sampai sore.

“Setelah seharian jadi manusia silver, penghasilan mereka ini ternyata gak semua buat mereka sendiri. Tapi harus ada yang disetorkan sesuai penghasilannya. Kalau dia dapat seratus ribu, anak ini hanya dapat Rp25.000,” jelasnya.

Baca Juga: H+2 Arus Balik, 202.822 Penumpang Menyeberang dari Lampung ke Banten

3. Sebelum fasilitas publik ramah anak, penanganan masalah anak jalanan lebih utama

Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver TerorganisirAnak jalanan. (Pinterest)

Setiap tahun Bandar Lampung selalu berusaha menjadi kota ramah dan layak anak. Arie mengatakan sebagai kota ramah dan layak anak, seharusnya setiap kabupaten/kota terutama Bandar Lampung mesti menyelesaikan masalah anak jalanan ini terlebih dahulu.

“Tak hanya pemerintah sendiri, ini juga menjadi masalah kita bersama termasuk para orang tua. Di mana anak tak seharusnya berada di jalanan, tak seharusnya mencari uang dan bekerja karena mereka harusnya berada di sekolah,” tuturnya.

Ia pun meminta pemda khususnya Pemkot Bandar Lampung untuk bisa mengalokasikan anggaran daerah untuk mengentaskan masalah anak jalanan di Bandar Lampung.

“Stakeholder lain pun bisa turut membantu dengan cara mencari solusi bersama. Di mana kita juga memiliki akademisi, organisasi masyarakat, LSM, dan sebagainya yang bisa menyumbang idenya untuk kebaikan anak jalanan,” ujar Arie.

4. Pemkot Bandar Lampung belum punya inovasi konkret untuk mengentaskan masalah anak jalanan

Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver TerorganisirIlustrasi anak jalanan. (Pinterest)

Ketua Komnas Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung, Ahmad Apriliandi Passa menimpali terkait fenomena anak jalanan di Bandar Lampung memang masih banyak terjadi. Bertahun-tahun ini terjadi, hal yang dilakukan pemkot hanya lah penertiban saja.

“Selama ini anak jalanan di Bandar Lampung hanya ditertibkan saja. Pol PP datang dan menertibkan mereka. Namun kita sampai saat ini masih menunggu langkah kongkret dari walikota untuk menuntaskan masalah anak jalanan,” katanya.

Selain inovasi program kerja untuk anak jalanan, Komnas PA Bandar Lampung juga mewanti-wanti pemkot untuk menyelesaikan masalah pendidikan anak jalanan. Itu agar hak pendidikan mereka mesti terpenuhi secara gratis.

Ia berharap anak jalanan khususnya di Bandar Lampung ke depan bisa berkurang atau bahkan tidak ada lagi. Karena menjadi anak jalanan sangat rawan akan bentuk kriminalitas lainnya mulai dari kekerasan seksual hingga narkoba.

5. Pemkot klaim penanganan anak jalanan sudah pada tingkat OPD

Fenomena Anak Jalanan di Lampung, Praktik Manusia Silver TerorganisirAnak jalanan. (Pinterest)

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, Ahmad Nurizki Erwandi mengatakan penertiban anak jalanan memang menjadi salah satu agenda rutinan dari Satpol PP Bandar Lampung.

Ia menjelasakan, hal itu dikarenakan anak jalanan termasuk ke dalam penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang berdasarkan regulasi memang wajib dilakukan penertiban.

“Sebagian besar manusia silver di Bandar Lampung, khususnya yang pernah kita tertibkan memang anak di bawah umur. Biasanya ada di lampu merah dan jalanan ibu kota. Paling banyak itu ada di lampu merah Urip Sumoharjo, bypass RS Imanuel, Gatot Subroto, dan Tugu Raden Intan,” katanya.

Nurizki mengatakan, setelah anak-anak ini dibawa ke kantor Satpol PP, mereka akan langsung didata dan dimandikan agar bersih. Setelah itu, anak jalanan yang tidak memiliki orang tua biasanya akan diserahkan pada dinas sosial atau dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Makanya kita koordinasi juga dengan OPD lainnya seperti dinsos dan dinas PPPA. Kita juga ingin ke depannya mereka bisa memberikan semacam edukasi kepada mereka. Atau kalau ternyata mereka warga Bandar Lampung bisa kita koordinasikan dengan disdik untuk sekolahnya,” tambahnya.

Baca Juga: Kisah Pemudik Lawan Rasa Bosan Tunggu Masuk Kapal di Bakauheni

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya