Dosen ITERA Kritisi Polemik Tata Ruang Permukiman di Bandar Lampung

- Pola ruang permukiman di Kota Bandar Lampung dikritisi oleh Ahli Tata Ruang Wilayah ITERA karena belum terpenuhi, menyebabkan dampak luas termasuk banjir.
- Permasalahan lainnya adalah konsentrasi permukiman tinggi di beberapa wilayah, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan fenomena Urban Heat Island.
- Kondisi ini mengindikasikan inefisiensi dalam pemanfaatan lahan, sehingga pengelolaan tata ruang permukiman menjadi hal penting untuk menciptakan kota yang ideal.
Bandar Lampung, IDN Times - Pola ruang permukiman di Kota Bandar Lampung menjadi isu paling esensial dan dikritisi oleh Ahli Tata Ruang Wilayah Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Surya Tri Esthi Wira Hutama.
Hal ini diungkapkannya saat hadir dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Jangka Panjang Kota Bandar Lampung 2025-2045, Selasa (11/6/2024). Ia mengatakan, hal mendasar tersebut belum terpenuhi sehingga mengakibatkan dampak yang sangat luas termasuk bajir yang sampai saat ini masih jadi persoalan Bandar Lampung.
Seperti alih fungsi lahan hijau (sawah atau hutan) menjadi permukiman. Surya menyebutkan fenomena ini memang sering ditemukan diperkotaan karena berbagai hal misalnya untuk peningkatan ekonomi.
“Tapi yang kita lihat sekarang banyak orang beli rumah di Bandar Lampung tapi tidak ditempati. Jadi orang kaya ini hanya beli rumah untuk investasi. Lalu siapa yang dirugikan? Orang lokal asli Bandar Lampung yang tidak mampu bersaing, mereka tidak bisa membeli rumah dan akhirnya membangun rumah di tempat tak seharusnya,” katanya.
1. Masalah-masalah tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung

Surya menjelaskan, hal itu menjadi alasan munculnya permukiman padat penduduk dan permukiman kumuh di perkotaan. Permukiman ini mayoritas tidak memiliki drainase ideal. Sehingga mengakibatkan bencana banjir.
Beberapa isu permukiman di Bandar Lampung lainnya adalah konsentrasi permukiman yang tinggi di sekitar Jalan Wan Abdurrahman Kecamatan Kemiling. Bahkan ada permukiman yang berbatasan langsung dengan kawasan pelestarian alam (TAHURA) sehingga dikhawatirkan ada aktivitas permukiman yang dapat mengganggu fungsi kawasan tersebut.
“Kemudian permukiman yang didirikan di lahan persawahan di Tanjung Senang dan Sukarame yang masuk dalam konsentrasi permukiman tinggi Hot Spot-95% Confidence,” ujarnya.
Selain itu ia menyebutkan masih banyak masalah tata ruang permukiman lainnya di Bandar Lampung seperti terbentuknya perumahan-perumahan baru dengan skala kecil dengan tidak terpenuhinya sarana prasarana umum, serta banyaknya ruko tutup atau tidak produktif di Kecamatan Bumi Waras, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara.
2. Penggunaan lahan kurang erisien dapat berdampak pada pendapatan asli daerah

Dosen Program Studi Pariwisata ITERA ini juga mengatakan Pola perkembangan Kota Bandar Lampung cenderung ‘radial menerus’ dimana areal perkembangan areal perkotaannya berjalan perlahan, namun perkembangan kegiatan komersial mendominasi dan mendesak fungsi-fungsi kawasan lain.
Secara kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pertumbuhan Kota Bandar Lampung mengalami tren positif, meski begitu data rasio Pendapatan Asli Daerah per hektare menunjukkan terjadinya penurunan secara periodik terutama pada periode 2018-2020.
“Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pengembangan lahan terbangun tidak sejalan dengan pertumbuhan pendapatan pemerintah daerah sehingga penggunaan lahan kurang erisien terhadap pendapatan asli daerah,” katanya.
3. Penduduk Bandar Lampung diprediksi terus meningkat hingga 1,6 juta jiwa di 2045

Ditambah laju pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk Kota Bandar Lampung terus meningkat, saat ini saja, Pemerintah Kota Bandar Lampung mencatat jumlah penduduk Bandar Lampung di Tahun 2023 mencapai 1.100.109 jiwa.
Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (BPPRID) Kota Bandar Lampung Dini Purnamawaty menyebutkan, jumlah penduduk ini akan terus bertambah dan pada 2045 diproyeksikan jumlah penduduk Bandar Lampung meningkat hingga 1.614.201 jiwa.
Sehingga dalam pemanfaatan lahan tentu saja hal ini mengindikasikan terjadinya inefisiensi karena pertumbuhan lahan jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk yang dapat ditampung.
4. Masalah mungkin akan dihadapi Kota Bandar Lampung di masa depan

Surya menjelaskan, terkait adanya istilah Urban Heat Island yang kini terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Istilah ini mengacu pada fenomena kota padat yang menciptakan pulau panas.
Hal itu mewakili lingkaran umpan balik positif sehubungan dengan pemanasan yang didorong oleh perubahan iklim. Selain itu pemicunya juga disebabkan oleh konsumsi energi tambahan untuk memerangi efek lokal.
“Tak hanya banjir, urban heat island juga menjadi masalah serius yang akan dihadapi karena padatnya perkotaan. Oleh karena itu, pengelolaan tata ruang khususnya permukiman menjadi hal penting dan esensial untuk menciptakan kota yang ideal,” tutupnya.
Ia berharap pemerintah kota bisa membuat kebijakan yang dapat mengatur tata kelola permukiman yang ideal khususnya bagi masyarakat khususnya warga asli Kota Bandar Lampung. Sehingga masyarakat lokal bisa mendapat rumah dengan fasilitas umum yang nyaman.