Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250630-WA0013.jpg
Abqori, ayah mahasiswa Unila Pratama Wijaya Kusuma menghadiri kegiatan ekhumasi jenazah anaknya, Senin (30/6/2025). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Intinya sih...

  • Baru dimakamkan 60 hari laluMeski mampu berdiri tegak, Abqori masih terlihat penuh kesedihan menyaksikan proses ekshumasi makam putranya yang baru dimakamkan 60 hari lalu.

  • Minta organisasi Mahepel dibubarkan permanenAbqori meminta kekerasan serupa tidak terjadi lagi dan meminta organisasi Mahepel dibubarkan permanen karena disalahartikan dalam praktik kekerasan.

  • Kritisi pengawasan kampusAbqori juga mengkritik pengawasan kampus, menilai perlu adanya pengawasan ketat dari dosen dan pimpinan fakultas terhadap kegiatan organisasi mahasiswa.

Bandar Lampung, IDN Times – Tatapan mata kosong dan suara bergetar, ayah almarhum Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung (Unila) meninggal dunia diduga akibat kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) menyaksikan langsung proses ekshumasi makam anaknya, Senin (30/6/2025).

Proses pembongkaran makam dilaksanakan oleh Tim Forensik Polda Lampung itu sempat diwarnai rintik hujan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Beringin Raya, Bandar Lampung, Senin (30/6/2025).

“Harapan saya, perkara ini cepat selesai. Pelaku harus diadili seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku di negara kita,” ujar Abqori, ayah Pratama Wijaya dimintai keterangan saat menyaksikan proses ekhumasi anak sulungnya tersebut.

1. Baru dimakamkan 60 hari lalu

Penasihat hukum keluarga mahasiswa Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia diduga akibat kekerasan saat mengikuti diksar Mahepel. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Meski mampu berdiri tegak meladeni sorotan kamera awak media, raut wajah Abqori masih terlihat jelas penuh kesedihan dan dipaksa tegar menyaksikan langsung makam putranya baru disemayamkan sekitar 60 hari lalu dibongkar ulang untuk mencari keadilan.

Tanpa didampingi sang istri, Wirnawani merupakan ibu dari korban mahasiswa Pratama Wijaya yang memilih menanti proses ekhumasi di kediaman mereka. "Istri di rumah, saya minta di rumah saja takutnya tidak kuat melihat seperti ini," ucap Abqori lirih.

2. Minta organisasi Mahepel dibubarkan permanen

Panitia Diksar Mahepel Unila memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Lebih lanjut Abqori menyampaikan harapannya agar kekerasan serupa tidak lagi terjadi. Terlebih dalam dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat membangun karakter, bukan menghalalkan praktik kekerasan.

“Sebagai orang tua, mendidik anak dari kecil sampai besar itu tidak mudah. Harapan saya, ke depan jangan sampai ada lagi kekerasan seperti ini. Kalau memang organisasi seperti Mahepel ini terbukti terlibat, saya minta dibubarkan secara permanen,” tegasnya.

Ayah mahasiswa Pratama Wijaya ini juga menilai konsep kegiatan pecinta alam telah disalahartikan. Menurutnya, organisasi lingkungan seharusnya fokus pada pelestarian alam, bukan menjadi ruang bagi kekerasan fisik membahayakan nyawa.

“Setahu saya, pencinta alam itu ya menjaga alam, bersih-bersih, menanam pohon. Bukan kekerasan. Kalau tentara atau polisi ada pendidikan keras itu wajar, karena mereka untuk membela negara. Tapi ini mahasiswa, rakyat biasa,” tambah dia.

3. Kritisi pengawasan kampus

Ekshumasi jenazah mahasiswa Unila Pratama Wijaya Kusuma. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Kritik juga ditujukannya kepada pihak kampus, Abqori menilai perlu adanya pengawasan ketat dari dosen dan pimpinan fakultas terhadap kegiatan organisasi mahasiswa.

“Unila ke depan, mohon semua kegiatan mahasiswa harus jelas jadwal dan pengawasannya. Jangan sampai ketika ada masalah, dosen dan dekan bilang tidak tahu. Ini harus transparan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Dalam kasus ini, Pratama Wijaya meninggal dunia usai mengikuti Diksar Mahepel. Dugaan kekerasan dalam kegiatan tersebut semakin menguat, setelah hasil investigasi internal dari tim Universitas Lampung menyimpulkan indikasi kekerasan fisik yang telah direkomendasikan secara resmi ke Polda Lampung.

Editorial Team