Potret Perkembangan Film Animasi di Lampung, Masih Banyak PR

- Film animasi Jumbo membuka peluang baru bagi industri animasi Lampung, namun masih minim produksi dan peminat.
- Kurangnya fasilitas dan ekosistem industri animasi menjadi hambatan utama bagi talenta muda di Lampung.
- Mahasiswa DKV Itera menyoroti kurangnya dukungan pemerintah dalam memajukan industri film animasi di Lampung.
Bandar Lampung, IDN Times - Di tengah geliat industri film nasional, kehadiran film animasi Jumbo terasa seperti oase bagi penonton yang haus akan tontonan lokal berkualitas. Film ini gak cuma menawarkan visual menarik dan cerita seru, tapi juga membuka harapan baru bagi dunia animasi daerah, termasuk di Lampung.
Selama ini, film animasi di Lampung masih terbilang sepi peminat dan minim produksi. Padahal, banyak anak muda kreatif di sini yang punya potensi besar, tapi mungkin belum dapat ruang atau contoh nyata untuk berkembang.
Nah, kali ini IDN Times sudah merangkum tanggapan dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, animator serta akademisi dari kampus di Lampung.
Yuk simak selengkapnya di bawah ini.
1. Dunia pendidikan di Lampung belum fokus pada film animasi

Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Sumatera (Itera), Wisnu Wijaya menilai perkembangan film animasi di Lampung masih belum menunjukkan lompatan signifikan. Menurutnya, dunia pendidikan di bidang animasi di Lampung saat ini masih lebih banyak berfokus pada produk animasi untuk iklan atau kampanye sosial, bukan pada produksi film animasi murni.
Meski begitu, Wisnu melihat ada secercah harapan. Sejumlah SMK di Lampung mulai mengarahkan siswanya ke bidang animasi. Sayangnya, karya-karya yang dihasilkan masih sebatas untuk keperluan pembelajaran dan belum berkembang menjadi film animasi yang diproduksi secara profesional.
"Padahal di sekolah-sekolah kejuruan, saya lihat mereka sudah mencoba membuat film animasi pendek. Tapi setelah itu, belum ada ruang untuk mempublikasikan karya-karya mereka," tambahnya.
Menurut Wisnu, secara kemampuan teknis, talenta muda di Lampung sebenarnya mampu bersaing dengan animator dari daerah lain seperti Jawa. Namun, hambatan utama yang dihadapi adalah kurangnya fasilitas dan belum terbentuknya ekosistem industri animasi di Lampung.
"Contohnya di Batam, ekosistem animasi mereka berkembang pesat karena banyak studio animasi berdiri, komunitasnya aktif, dan dukungan untuk industri ini juga kuat. Sebenarnya, hal seperti itu bisa direplikasi di Lampung," jelas Wisnu.
Ia menegaskan, kunci kemajuan industri animasi di Lampung adalah membangun ekosistem yang mendukung, mulai dari studio, komunitas kreatif, hingga dukungan dari berbagai pihak. "Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana caranya membangun ekosistem itu," ujarnya.
2. Tantangan memproduksi film animasi di Lampung dan peluangnya

Meski dunia animasi terus berkembang di berbagai daerah, minat mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Sumatera (Itera) terhadap bidang animasi ternyata masih tergolong minim. Wisnu menyatakan, membuat animasi memang membutuhkan keahlian khusus yang tidak semua orang berani coba.
"Memang ada rasa tidak percaya diri dan ketakutan tersendiri saat mengambil peminatan animasi," ujarnya.
Menurut Wisnu, tantangan itu diperparah dengan belum terbentuknya ekosistem animasi di Lampung. Kondisi ini membuat banyak talenta muda ragu untuk benar-benar menekuni bidang ini. Padahal, secara geografis, Lampung punya keuntungan tersendiri.
"Lampung itu sangat dekat dengan Jakarta. Jadi potensi pergeseran marketnya ke sini itu ada," kata Wisnu optimistis.
Baginya, salah satu langkah krusial untuk mempercepat pertumbuhan dunia animasi di Lampung adalah membangun studio animasi. Bukan hanya sebagai tempat produksi, tetapi juga sebagai wadah belajar dan berjejaring.
"Kalau ada studio, mahasiswa atau anak SMK yang mau magang sudah ada tempatnya. Dan ketika ada proyek film animasi, pengerjaannya tidak lagi personal, tapi bisa dikerjakan tim. Dari situ ekosistem akan mulai berjalan," jelasnya.
Tak hanya berbicara soal industri, Wisnu juga menyoroti peran besar film animasi dalam memperkenalkan budaya. Melalui film animasi, bisa lahir kekayaan intelektual seperti karakter-karakter lokal dan musik.
"Biasanya dari karakter dan soundtrack itu bisa melahirkan intelektual properti. Itu bisa jadi merchandise dan berdampak pada ekonomi kreatif," terangnya.
Apalagi, lanjutnya film animasi memiliki keunggulan mampu menjangkau audiens lintas usia. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa bisa menikmati cerita yang disajikan lewat medium ini.
3. Belajar animasi bukan hal mudah

Belajar animasi memang bukan perkara mudah. Hal itu dirasakan betul oleh Alva Febrian, mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Animedia. Ia mengatakan, sudah hampir lima tahun mengasah kemampuannya di dunia animasi.
"Butuh waktu lama untuk bisa membuat animasi. Tantangannya ada di waktu dan fasilitas yang memadai. Kalau yang saya rasakan sekarang, fasilitas itu masih kurang," jelasnya, Sabtu (26/4/2025).
Meski dihadapkan pada keterbatasan, semangat Alva justru semakin menyala setelah melihat kesuksesan film animasi lokal Jumbo yang belakangan viral. Film itu, menurutnya, membawa kebanggaan tersendiri bagi pegiat kreatif di Indonesia.
"Melihat film Jumbo ini jadi kebanggaan untuk orang-orang yang bekerja di industri kreatif. Berkat film ini kami merasa keberadaan kami diakui," katanya.
Termotivasi oleh pencapaian tersebut, Alva kini bertekad menyelesaikan proyek film animasi pendeknya sendiri. Ia menargetkan film itu rampung pada tahun depan.
Tidak hanya itu, Alva juga menitipkan harapan besar kepada pemerintah. Ia berharap, para pelaku industri kreatif di daerah, khususnya di bidang animasi, bisa mendapatkan lebih banyak dukungan.
"Saya berharap pemerintah lebih mensupport orang-orang yang bekerja di industri kreatif, supaya kami bisa lebih dihargai dan terasa keberadaannya," tukas Alva penuh semangat.
4. Film jadi cara ampuh promosikan Lampung

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Lampung, Bobby Irawan, optimistis industri film bisa menjadi jembatan ampuh untuk memperkenalkan keindahan destinasi wisata, kekayaan budaya, hingga kuliner khas Lampung. “Film merupakan media yang sangat efektif untuk memperkenalkan Lampung ke masyarakat luas,” ujarnya, Sabtu (26/4/2025).
Ia mencontohkan, pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi Lampung pernah bekerja sama dengan rumah produksi untuk membuat film layar lebar yang menyoroti pesona pariwisata daerah. Kolaborasi seperti itu dinilai mampu memperluas jangkauan promosi secara kreatif.
“Di akhir tahun lalu, ada beberapa pegiat film yang datang meminta dukungan dari kami. Namun sejauh ini belum ada yang mengajukan kolaborasi untuk produksi film animasi,” tambah Bobby.
5. Pemerintah siap dukung pegiat film Lampung, kecuali anggaran

Bobby mengatakan, telah bekerja sama dengan mahasiswa di Lampung untuk memproduksi film animasi sebagai media promosi pariwisata. Menurutnya, pemerintah siap mendukung para pegiat film yang ingin mengangkat potensi wisata dan budaya Lampung lewat karya animasi.
“Tantangannya adalah bagaimana kita bisa mendorong mereka agar tertarik membuat film animasi. Karena tentu saja, mereka juga mempertimbangkan aspek bisnis dan ekonomi. Kami tidak hanya mendukung, tapi juga aktif mendorong agar kreativitas ini tumbuh,” ujarnya.
Bobby menegaskan, bentuk dukungan dari pemerintah bisa beragam, namun tidak termasuk anggaran. Hal ini karena penggunaan anggaran pemerintah harus mengikuti aturan dan perencanaan yang ketat.
“Gak bisa serta-merta dibantu dengan anggaran. Anggaran pemerintah direncanakan dari tahun sebelumnya, jadi kita harus lihat dulu kepentingan dan prioritasnya,” jelasnya.
Meski begitu, Disparekraf tetap membuka ruang diskusi dan siap membantu dari sisi lain. Salah satunya dengan memberikan rekomendasi agar para pegiat film bisa lebih mudah menjalin kerja sama dengan mitra atau pengusaha yang dapat mendukung pendanaan produksi.