Polda Lampung akan meminta keterangan salah satu rumah sakit di Kota Bandar Lampung. Itu terkait temuan limbah medis infeksius di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Desa Keteguhan, Kecamatan Telukbetung Barat, Kota Bandar Lampung.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan, langkah tersebut sebagai tindak lanjut dari hasil pengecekan lokasi TPA Bakung, dilakukan Subdit IV Ditreskrimsus Polda Lampung pada Senin, 15 Februari 2020 lalu.
Kabid Humas mengatakan, berdasarkan temuan barang bukti yang ada di TPA Bakung, pihaknya juga akan memintai keterangan dalam hal SOP ataupun mekanisme dari unit pelaksana tempat proses akhir.
"Mulai dari pihak pelayanan medis ataupun pihak-pihak terkait, kemudian dari instansi terkait. Tentunya dari pihak dinas Kesehatan dan dinas lingkungan Hidup Lampung. Termasuk rumah sakit yang tertulis di dalam barang bukti tersebut," ungkap Pandra sapaan akrabnya saat ekspose di Mapolda Lampung, Rabu (17/2/2021).
Pandra menuturkan, terkait informasi pembuangan limbah medis infeksius di TPA Bakung sudah berlangsung sejak lama. Pasalnya, limbah medis tersebut telah dikumpulkan oleh para pemulung di sekitaran TKP, sebagian juga sudah dijual kepada pihak pengepul.
"Keterangan ini dari hasil penyidikan yang ada dan ini sudah kami buatkan dilaporan informasi, yang nantinya akan dilakukan penyelidikan berdasarkan pengecekan langsung," ucap Pandra.
Polda Lampung akan meminta bantuan teknis dari para saksi ahli. Itu karena penyidikan ini bersifat Scientific Crime Investigation (SCA). Sehingga diharapkan bisa melaksanakan gelar perkara dengan segera.
"Saat ini proses dugaan penemuan limbah infeksius di TPA Bakung kota Bandar Lampung adalah dalam proses penyelidikan. Tentunya kami akan menjalankan kebijakan pimpinan untuk harus prediktif, responsif, dan transparansi keadilan," ucap Pandra.
Terkait sanksi hukum, Polda Lampung merujuk Pasal 104 UU RI 32 tahun 2019, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) sebagaimana yang telah diubah menjadi pasal 22 UU RI No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pandra mengatakan, payung hukum itu menyatakan setiap orang yang melakukan damping limbah atau media lingkungan hidup tanpa izin bisa dihukuman pidana penjara selama tiga tahun dan denda tiga miliar," terangnya.
Pandra menerangkan, dalam Pasal 60 UU RI 32 tahun 2019 menyatakan, setiap orang dilarang melakukan damping limbah atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Ada juga Pasal 40 ayat 1 UU RI No 18 tahun 2008 menjelaskan tentang pengelolaan sampah. "Pengelolaan sampah (Pasal 40) yang melawan hukum atau dengan sengaja tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi masyarakat atau gangguan keamanan penyebaran lingkungan atau perusakan lingkungan, dapat dikenai pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 10 tahun, dengan denda sedikitnya Rp 100 juta dan paling banyak 5 miliar," tandasnya.