Persoalan Kendaraan ODOL di Lampung: Cerita Lama Terus Terulang

- Penegakan hukum tidak konsisten, razia hanya bersifat simbolis
- Pelaku usaha belum siap, logistik mahal jadi alasan
- Komitmen harus dibuktikan di lapangan, penindakan harus menyentuh semua pihak
Bandar Lampung, IDN Times - Persoalan kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) di Provinsi Lampung masih menjadi momok belum terpecahkan. Kerusakan jalan, kemacetan, hingga kecelakaan lalu lintas melibatkan truk bermuatan berlebih menjadi konsekuensi nyata terhadap lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
Pembina Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung, Aditya Mahatidanar menilai, persoalan ODOL di Lampung tak ubahnya seperti cerita lama yang terus terulang. Menurutnya, sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera, Lampung sejatinya bisa menjadi contoh dalam penataan lalu lintas barang, bukan justru menjadi ladang pelanggaran dimensi dan muatan kendaraan.
“Ini bukan hal baru, tapi selalu saja gagal dituntaskan. Jalan rusak, kemacetan meningkat, dan kecelakaan lalu lintas semuanya seringkali berkaitan dengan truk-truk bermuatan berlebih,” ujarnya dimintai keterangan, Jumat (27/6/2025).
1. Penegakan hukum tidak konsisten

Aditya mengatakan, salah satu penyeberangan permasalahan ODOL di Lampung lantaran penegakan hukum belum konsisten. Menurutnya, razia terhadap kendaraan ODOL memang dilakukan, bahkan jembatan timbang juga sudah diaktifkan. Namun tanpa pelaksanaan yang berkelanjutan dan tegas, semua itu hanya bersifat simbolis.
“Ada razia besar-besaran, tapi setelah itu hilang gaungnya. Ini cukup menandakan penegakan hukum sejauh ini belum konsisten," tegasnya.
Lebih lanjut diungkapkan, adanya dugaan praktik “tutup mata” atau istilah "asal jalan" yang mentoleransi pelanggaran di lapangan. "Ini realita yang harus diakui. Jadi selama sistemnya belum transparan dan bebas dari intervensi, ODOL akan tetap lolos," lanjut dia.
2. Pelaku usaha belum siap, logistik mahal jadi alasan

Aditya turut menyentil peran pelaku usaha yang dinilai tidak semua perusahaan logistik siap beradaptasi dengan standar kendaraan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Belum lagi ditambah biaya logistik tinggi, sehingga sebagian pelaku usaha memilih jalan pintas dengan memuat barang sebanyak mungkin, meskipun melanggar peraturan.
Oleh karenanya, persoalan ODOL bukan semata soal pelanggaran dimensi atau kelebihan muatan, melainkan cerminan dari lemahnya tata kelola logistik nasional. Pasalnya, bila dibiarkan akan membuat negara terus-terusan merugi.
“Kita akan terus terjebak dalam siklus bangun-rusak-bangun lagi. Berapa pun anggaran untuk perbaikan jalan tidak akan cukup kalau salah satu akar masalahnya ODOL, tidak diselesaikan,” ucapnya lantang.
3. Komitmen harus dibuktikan di lapangan

Menyinggung persoalan penegakan hukum, Aditya menyampaikan, pemerintah sejatinya telah memiliki komitmen terhadap penanggulangan ODOL. Kementerian Perhubungan bahkan sudah mencanangkan target zero ODOL dan menyusun peta jalan sejak beberapa tahun lalu. Termasuk Lampung, jembatan timbang difungsikan dan razia gabungan dengan kepolisian dilakukan.
Namun, ia menilai semua itu belum cukup jika tidak dijalankan dengan konsistensi dan keberanian di lapangan. Faktanya, masyarakat masih mendengar atau mendapati informasi tentang kendaraan ODOL bisa lolos, meski melewati pos pengawasan.
“Komitmen aparat itu bukan soal ada atau tidak, tapi seberapa konsisten dan berani dijalankan. Sebab, penuntasan masalah ODOL seperti masih ada rasa kompromi yang belum tuntas, entah karena tekanan, kebiasaan lama, atau kurangnya integritas. Ini membuat kepercayaan publik menjadi lemah," tegasnya.
4. Penindakan harus menyentuh semua pihak

Aditya menambahkan, penindakan terhadap pelanggaran ODOL tidak boleh berhenti di sopir atau kernet semata, melainkan harus menyentuh semua pihak. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menyasar pihak-pihak di balik layar memerintahkan praktik ilegal tersebut.
“Penindakan harus menyentuh pemilik armada dan perusahaan logistik yang menjadi otak pelanggaran ODOL. Tanpa itu, upaya penegakan hukum hanya akan menyentuh kulitnya saja," imbuh dia.
5. Pemprov Lampung harapkan pemilik dan pengusaha angkutan barang patuhi batas muatan

Terkait persoalan ODOL, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Lampung, Bambang Sumbogo menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung untuk mendukung penertiban kendaraan ODOL sebagai bagian dari upaya meningkatkan keselamatan jalan dan memperpanjang usia layanan infrastruktur.
Oleh karenanya, diharapkan seluruh pemilik dan pengusaha angkutan barang dapat mematuhi ketentuan teknis dan batas muatan sesuai peraturan perundang-undangan.
"Melalui sinergi lintas sektor, Pemprov Lampung bertekad mewujudkan lalu lintas yang tertib, aman, dan berkelanjutan," imbuhnya.