Pengamat Lampung Tanyakan Izin UKL-UPL Stockpile, padahal Limbahnya B3

Lampung Selatan, IDN Times - Pengamat Lingkungan Hidup sekaligus Dosen Kimia FMIPA Universitas Lampung, Diky Hidayat mempertanyakan izin perusahaan stockpile batu bara di Lampung hanya berupa dokumen UKL-UPL saja. Padahal, perusahaan batu bara memiliki limbah B3 dan itu tak cukup dengan dokumen izin lingkungan dengan kategori risiko menengah seperti UKL-UPL.
Diketahui sejak akhir 2022, jumlah stockpile batu bara di Lampung makin bertambah banyak. WALHI Lampung menemukan ada 17 titik stockpile di Lampung dan tersebar di beberapa kecamatan di Bandar Lampung dan Lampung Selatan.
“Izin lingkungan itu ada kategorinya. Kalau perusahaan batu bara itu limbahnya sudah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) jadi gak sembarangan. Harusnya sudah amdal. Saya gak tahu yang risiko tinggi kok jadi diturunkan ke menengah,” kata Diky dalam Diskusi Maraknya Stockpile Batu Bara di Lampung, Jumat (26/5/2023).
1. Fenomena stockpile dulu dengan sekarang sangat berbeda
Diky mengatakan stockpile adalah fenomena lama. Stockpile ada pertama kali pada 1980an. Dahulu di Lampung dampaknya hampir tidak terasa atau tidak ada. Itu dipengaruhi olen kondisi lingkungan saat itu.
“Saya orang (Kecamatan) Panjang, jadi saya tahu betul fenomena stockpile itu bagaimana. Kenapa sekarang bisa berbeda, karena mulai tahun 2000an itu iklim memanas. Dampaknya Lampung jadi kering sehingga debunya semakin banyak yang melayang,” jelasnya.
Ia mengaku cukup resah ketika musim kemarau atau el nino nantinya masuk ke Lampung. Bisa dipastikan akan semakin tebal debu beterbangan di rumah warga.