Bandar Lampung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Lampung bersama Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kembali menggaungkan isu konservasi. Hal ini dinilai sebagai upaya menutupi lemahnya pengelolaan dan pengawasan kawasan hutan selama puluhan tahun.
Dalam kunjungan ke Kecamatan Bandar Negeri Suoh, 27 April 2025, Gubernur Lampung bersama Kapolda, Danrem 043/Gatam, dan sejumlah pejabat menyebut ada sekitar 7.000 "perambah" yang bermukim di kawasan TNBBS. Polda Lampung menyatakan siap mendukung langkah penertiban terhadap 4.517 kepala keluarga (KK) yang tersebar di dua kecamatan.
Data perambahan mencakup beberapa desa di Kecamatan Bandar Negeri Suoh dan Kecamatan Suoh, seperti Desa Bandar Agung (1.121 KK), Suoh (838 KK), dan Sukamarga (401 KK), yang disebut sebagai wilayah terdampak paling besar.
Menanggapi hal itu, Irfan Tri Musri Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung menyebutkan, secara history keberadaan masyarakat yang dianggap “penggarap” oleh pemerintah bukan merupakan kejadian yang baru terjadi dalam kurun waktu 5-10 tahun ke belakang. Melainkan mereka merupakan masyarakat yang memiliki keterbatasan akses sumber daya alam di luar Kawasan hutan yang kemudian memanfaatkan kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
"Narasi penertiban ini bukan tindakan penyelamatan lingkungan, melainkan pemutihan dosa kolektif negara yang selama ini menutup mata dan kini melempar kesalahan ke pundak rakyat. Pemerintah tahu, tapi diam, Sekarang mau tertibkan?. Apalagi terdapat narasi "Dalam waktu tidak lama, akan ada satu tindakan atau aksi, dimulai dari sosialisasi hingga aksi nyata menjaga kawasan hutan," kata Irfan, Kamis (1/5/2025).