unsplash.com/@markusspiske
Anggota Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah, KH Saifullah Ma’shum menjelaskan, perubahan iklim tidak boleh dianggap enteng. Adanya 18 regulasi di semua tingkatan, baik nasional maupun internasional, belum cukup efektif menghindarkan Negeri Zamrud Khatulistiwa ini dari bahaya bencana perubahan iklim.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) itu menegaskan, perlunya koordinasi dan konsistensi semua pihak dalam menerapkan setiap kebijakan dan menerjemahkannya dengan regulasi-regulasi yang ada di bawahnya. Sebab, perubahan iklim yang tidak disikapi secara serius akan memberikan dampak negatif yang besar bagi semua pihak, khususnya para petani yang bekerja dengan mengandalkan faktor alam.
Perjuangan NU untuk memperhatikan perubahan iklim ini sudah dilakukan sejak dahulu. Dalam catatan sejarah, pelestarian lingkungan sudah dibahas sejak Muktamar Ke-28 di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta tahun 1989 dan Muktamar Ke-29 NU di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1994. Upaya ini disebut dengan istilah jihad lingkungan.
Hal ini disampaikan oleh perwakilan dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah. Ia juga menegaskan bahwa penting untuk memasukkan landasan Maqashidus Syariah, tujuan ditetapkannya syariat, yakni menjaga agama, menjaga diri, menjaga akal, menjaga harta, menjaga harga diri, hingga menjaga lingkungan