Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?

Sejumlah daerah gencar membuat program unggulan

Bandar Lampung, IDN Times - Menurunkan angka stunting (kekurangan gizi) menjadi program pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Upaya yang digencarkan hingga ke pemerintah daerah ini memiliki tujuannya mempersiapkan generasi emas 2045.

Namun, merujuk prevalensi stunting di Tanah Air 2022 masih di angka 21,6 persen. Padahal, angka prevalensi stunting masih harus diturunkan lagi hingga 14 persen pada 2024 mendatang. Malangnya, program genting yang menjadi hak rakyat ini seringkali dijadikan main-main oleh pemerintah.

Terungkapnya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tidak layak di Depok Jawa Barat beberapa waktu lalu menjadi bukti betapa tidak seriusnya pemerintah menyelamatkan satu generasi ini. Padahal, anggaran penanganan stunting untuk 11 kecamatan di Kota Depok disebut Rp4,7 miliar.

Contoh kasus lainnya di Jember Jawa Timur. Hampir mirip, Pemkab Jember bisa menggelar Jember Fashion Carnaval 2023 dengan mendatangkan deretan artis ibu kota, tapi menangani stunting seperti malas-malasan. Jatah makanan tambahan untuk anak stunting tersendat-sendat. Sampai sekarang, Jember masih termasuk tiga daerah di Jatim dengan angka stunting sangat tinggi bersama Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo. Masing-masing angkanya Jember 34,8 persen, Bondowoso 32 persen dan Situbondo 30,9 persen.

Bagaimana dengan kondisi daerah lain di Indonesia? Agustini, ibu yang memiliki buah hati usia 2 tahun di Bandar Lampung mengatakan, MPT dari posyandu di lingkungan rumahnya terbilang masih sangat sederhana dan sedikit. Tiap anak hanya mendapat satu kue.

“Kayak bolu, kue apem, roti, biskuit, yang begitu. Tapi cuma dapat satu. Biar hemat kali ya. Kadang juga malah gak ada kuenya. Cuma ukur tinggi dan berat aja. Kalau ditanya, alasannya lupa. Jadi gak semangat ke posyandu,” ujarnya, Jumat 1 Desember 2023.

Agustini menambahkan, memang ada beberapa kejadian ketika ada bayi dengan timbangan kurang atau gizi buruk, kader posyandu memberinya makanan tambahan seperti bubur dan biskuit. Setali tiga uang, Aini, ibu balita usia 3 tahun di Lampung Selatan mengatakan, biasanya ia hanya mendapat satu kue setelah ke posyandu. Makanan itu seperti kue potong atau biskuit.

“Saya jarang juga sih ke posyandu. Paling dapatnya sereal, kue potong, kayak roti gitu yang seringnya. Jadi ya asupan makanan buat anak ya kebanyakan dari rumah aja,” timpalnya.

Penanganan stunting di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya memberikan makanan pendamping dianggarkan kurang lebih Rp10 ribu per sekali makan. Padahal dari sisi anggaran, cukup besar yakni Rp3,5 miliar di Dinas BKKBN Banjarmasin. Selain itu juga di Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin lebih tinggi yakni Rp5,5 miliar.

Kader Posyandu Kelurahan Sungai Miai Banjarmasin Utara Aguslina mengatakan, pihaknya memperoleh distribusi anggaran penanganan stunting sebesar Rp1.962.500. Uang sebesar itu nantinya dipergunakan untuk pengolahan makanan kepada 37 ibu menyusui dan balita.  Penanganan stunting ini dilaksanakan selama 20 hari ke depan dan berjalan 10 hari.

Ia menghitung, penerima makanan pendamping itu mendapat jatah Rp10 ribu. Meski dana terbilang kecil, ia maksimalkan agar makanan yang diberikan memenuhi gizi sesuai yang diharapkan.

"Porsi 10 ribu itu, isinya ada nasi, ikan, telur, sayur,  buah pepaya. Satu bulan kami diberi  jatah memasak 20 hari, nah ini sudah jalan 10 hari. Kalau 5 harinya saya ditransfer Rp1.962.500 oleh Pemkot Banjarmasin," katanya.

Bagaimana tentang operasional kader Posyandu? Aguslina menyampaikan, pihaknya tidak mendapatkan biaya lainnya termasuk kebutuhan transportasi. Karena alasan kemanusiaan ia rela merogoh kantong sendiri untuk biaya tranportasi pengantaran makanan tersebut.

Itu dilakukan, karena tak semua penerima makanan mengambil sendiri ke posyandu, dengan berbagai alasan. "Kita hanya diberi uang untuk mencukupkan membagi makanan yang kita masak. Untuk biaya transpor pakai uang sendiri," ucapnya.

Transferan yang diterima kader Posyandu itu beda cerita dengan apa yang disampaikan, Helfian Noor, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin. Ia mengatakan, pihaknya rutin memberikan dana pendamping stunting senilai Rp500 ribu kepada 394 posyandu setiap bulannya.

Uang itu dikelola posyandu untuk diolah masakan yang bergizi atau makanan yang telah mendapat rekomendasi dari ahli gizi. Dana itu sebelumnya hanya mendapat Rp200 ribu saja hingga meningkat menjadi Rp500 ribu setelah memperoleh dukungan Wali Kota Banjarmasin.

Baca Juga: Asupan Makanan Pencegah Stunting, Mulai Ibu Hamil sampai Anak Lahir

1. Asupan makanan hal paling krusial hingga anak berusia 2 tahun

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?unsplash

Koordinator Program Manajer Satgas Percepatan Penurunan Stuting BKKBN Provinsi Lampung, Sugeng Trihandoko mengatakan asupan makanan pada anak memang menjadi hal paling krusial untuk dijaga sejak anak masih di dalam kandungan hingga minimal anak berusia 2 tahun.

MPASI itu sifatnya menjaga anak, khususnya berisiko stunting agar tidak stunting dengan mencukupi kebutuhan gizi anak dengan karbohidrat dan protein. Karena kalau sudah stunting itu bakal rentan sakit-sakitan,” katanya.

Sugeng mengatakan, makanan pendamping di posyandu juga sebaiknya merupakan makanan sehat dan bukan makanan kemasan pabrikan. Namun ia mengakui memang masih banyak kader posyandu tidak memahami hal itu.

“Tapi esensi posyandu itu sebenarnya bukan soal pemberian makanan tambahannya. Tapi posyandu adalah tempat untuk mendeteksi risiko anak terkena stunting karena di sana kan anak ditimbang beratnya dan diukur tingginya. Lalu dilihat normal atau enggak,” imbuhnya.

Anak yang mengalami stunting di Kalimantan Barat (Kalbar) sebanyak 27,5 persen. Pemerintah sampai saat ini berjibaku mengedukasi ibu-ibu hamil, menyusui, hingga para remaja putri terkait pentingnya gizi seimbang.

Pj Ketua TP PKK Kalbar, Windy Prihastari mengatakan, sampai saat ini pihaknya sudah turun ke tujuh kabupaten dan kota di Kalbar memberikan edukasi gizi kepada ibu-ibu yang memiliki baduta (bayi di bawah dua tahun. “Jadi waktu mereka diajarin itu mereka antusias karena memang sebelumnya ibu-ibu di sana tidak tahu, dan kepingin tahu, kepingin diajarkan apa aja sih makanan yang bergizi untuk anaknya,” ucap Windy, Jumat 1 Desember 2023.

Bahkan sebelum sosialisasi dan demo masak memperkenalkan makanan bergizi untuk mencegah stunting, sejumlah ibu-ibu di pedalaman Kalbar masih memberikan anak-anaknya (baduta) dengan bubur tim, bubur kacang hijau, dan protein nabati.

Menurut Windy, makanan tersebut boleh saja dimakan namun bukan masuk dalam tiga prioritas komposisi Pemberi Makanan Tambahan (PMT) pencegahan stunting. Ada tiga menu utama pencegahan stunting dan pemberian gizi anak di bawah dua tahun. Di antaranya karbohidrat yang bisa dimasak menjadi bubur nasi, lalu protein hewani, dan lemak.

“Yang penting itu karbohidrat, kita masak bubur nasi, lalu protein hewani bisa saja ikan, ayam, daging, udang, dan lainnya, selanjutnya lemak. Lemak itu bisa didapat dari minyak ikan, minyak sayur,” kata Windy.

Pemberian makanan olahan dari tiga komponen tadi, kata Windy, harus diberikan setiap hari 3 kali dalam sehari. Untuk bayi sampai usia 8 bulan olahan makanan tersebut harus diberikan dengan tekstur yang benar-benar lembut.

Pemprov Sulsel melalui Dinas Kesehatan giat  melaksanakan langkah intervensi untuk menurunkan stunting. Salah satunya dengan memberikan makanan tambahan kepada anak dengan gizi kurang, berat badan kurang dan berat badan tidak naik.

Sejak Januari hingga November 2023, tercatat ada 22.014 anak dengan kategori tersebut mendapatkan makanan tambahan berbasis pangan lokal. Kemudian ada pula 6.906 ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) yang mendapatkan makanan tambahan berbasis pangan lokal.

Dinas Kesehatan juga mendistribusikan alat antropometri atau alat ukur tubuh sesuai standar sebagai sarana deteksi dini kasus stunting dan gizi buruk. Selain itu, mereka juga melatih kader Posyandu mengukur antropometri sebagai deteksi dini masalah kekurangan gizi.

"Dari 11 indikator spesifik penanganan stunting, 4 di antaranya sudah on track (capaian di atas 90 persen) indikator lainnya sedang dilakukan percepatan akselerasi," kata Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Ishaq Iskandar

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam mengatakan, beberapa upaya menuntaskan stunting terus dilakukan. Seperti program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan Daycare yang rencananya akan ditambah di sejumlah wilayah.

Terkait pemberian PMT ini menggunakan dana APBN senilai Rp3 miliar untuk 3 bulan. Kemudian, pada APBN perubahan 2023, Pemkot Semarang juga mendapat Rp3 miliar yang diberikan selama perubahan ini.

Dana itu sekaligus untuk kegiatan daycare stunting yang sekarang ini sudah ada empat lokasi, yaitu di Semarang Barat, Semarang Utara, Tembalang, dan Gunungpati. Ke depan juga akan dibangun lagi empat daycare di Semarang Timur, Pedurungan, Semarang Selatan, dan Ngaliyan.

“Jadi, sampai akhir 2023 kita sudah memiliki delapan daycare. Untuk tahun 2024, kalau kita punya dana lagi kita akan bikin satu lagi di tiap kecamatan,” ujar Hakam.

Menurut dia, program daycare menjadi pemicu yang kuat penurunan angka stunting di Kota Semarang. Sebab, Pemkot Semarang secara langsung bisa memantau tumbuh kembang anak.

“Yang paling nendang (paling berdampak) justru daycare karena kegiatannya juga ada PMT diberi makan, kemudian diberi kelas PAUD diajak nyanyi diajak tumbuh kembang,” tuturnya.

Tidak hanya itu, sehabis makan siang anak akan diajak main game setelah pukul 15.00 dimandikan kemudian minum susu. Sehingga, dalam satu hari kalori yang diberikan mencapai 1.450 gram. Itu yang menurutnya bisa mendorong penurunan angka stunting dibanding PMT yang diberikan ke rumah-rumah.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, sejak bulan Februari hingga Oktober terjadi penurunan kasus stunting di Kota Semarang. Saat ini dari 177 kelurahan, sebanyak 23 kelurahan di Ibu Kota Jawa Tengah sudah zero stunting.

Pj Gubernur Sumsel, Agus Fatoni menjelaskan, upaya pemprov Sumsel dalam menurunkan angka stunting dilakukan dengan memberikan bantuan beras 5 kilogram, telur 1 kilogram, susu, sosis, dan vitamin. Fatoni berharap, bantuan ini bermanfaat untuk memenuhi asupan gizi bagi anak-anak yang rentan agar terhindar dari risiko stunting.

Sejak 2021, upaya penurunan stunting digencarkan pemerintah dengan berbagai program mulai dari gerakan mengonsumsi dua telur per hari, pemeriksaan pra nikah, pemeriksaan ibu dan anak sejak dini, imunisasi terpadu, hingga Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP).

"Termasuk mengangkat lebih banyak orangtua asuh. Setiap daerah harus menjalankan program ini untuk membina orangtua bayi stunting dan memantau nutrisi serta gizi anak stunting. Selain mengatasi stunting, kita juga fokus pencegahan," jelas dia.

2. Asupan makanan pencegah stunting, mulai ibu hamil sampai anak lahir

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?Ilustrasi makanan bayi eksklusif (Dok. Shutterstock)

Hingga saat ini penanganan stunting masih menjadi isu prioritas nasional. Para pemimpin daerah diminta untuk memaksimalkan aksi nyata penurunan stunting agar mencapai target prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 sesuai isi RPJMN 2020-2024.

Ahli Gizi Lampung, Sofyan Musyabiq Wijaya, S.Gz., M.Gizi mengatakan, pencegahan stunting seharusnya memang dilakukan sejak 1.000 hari pertama kehidupan atau saat anak masih dalam kandungan. Untuk tumbuh kembang anak di dalam kandungan diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas asupan makanan.

“Kuantitas ini artinya perlu ada penambahan energi atau kalori pada ibu hamil karena kebutuhannya gak cuma untuk satu orang. Jadi kalau ada ibu hamil yang ngomong ‘ini makannya untuk 2 orang’, itu benar sekali, kebutuhannya memang tak hanya untuk dirinya tapi untuk anak dalam kandungan,” jelas Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini, Minggu (3/12/2023).

Sofyan melanjutkan, sedangkan untuk aspek kualitas makanannya, ibu hamil bisa memilih makanan dengan banyak kandungan protein dan asam folat. Itu bisa didapatkan dalam kacang-kacangan, protein hewani seperti hati, ikan, dan sebagainya.

Namun, ia menuturkan sebaiknya ibu hamil menghindari kerang-kerangan sebagai asupan protein hewani. Itu disebabkan kerang-kerangan biasanya banyak mengandung logam berat khususnya pada perairan dekat industri.

“Kemudian ada kalsium. Ibu hamil itu membutuhkan sekitar 1.000 mg kalsium per hari. Makanya banyak kan susu untuk ibu hamil karena memang sangat diperlukan untuk pertumbuhan janin. Selain susu juga bisa dari bahan olahannya seperti keju atau yogurt,” paparnya.

Ia juga menyarankan agar ibu hamil juga mengonsumsi telur. Sebab mudah didapat dan seluruh protein dalam telur bisa diarbsorbsi atau diserap dengan sangat baik oleh ibu hamil.

Setelah lahir, asupan gizi anak usia nol sampai 6 bulan bisa didapatkan dari ASI eksklusif ibunya. Sofyan mengatakan banyak mitos-mitos salah tersebar di kalangan masyarakat hingga saat ini mengenai ASI eksklusif.  

“Ada yang salah kaprah juga soal ASI eksklusif ini. Misalnya anaknya gak mau makan atau ASI nya belum mau keluar, lalu anak dikasih madu di mulutnya. Itu salah besar, bisa menggagalkan ASI eksklusifnya,” katanya.

Sofyan menjelaskan, gizi anak usia nol sampai 6 bulan bisa tercukupi hanya dengan ASI saja. Justru pemberian makanan lain seperti madu atau pisang sangat dilarang karena pencernaan bayi belum bisa mencerna makanan seperti itu.

“Lalu juga ada mitos soal ASI pertama atau kolostrum. Katanya ASI pertama yang warnanya kekuningan itu jangan diberikan ke anak. Itu juga salah. Justru pemberian kolostrum bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan kandungan imunitasnya lebih tinggi dibanding ASI setelahnya,” terang Sofyan. 

Selain itu, ia mengatakan, pemberian ASI juga bisa meningkatkan kedekatan ibu dan anak secara psikis. Anak bisa merasa nyaman dengan ibunya dan sebaliknya. ASI juga dapat diberikan pada anak 0-6 bulan minimal 8 kali sehari atau lebih sesuai kebutuhan.

“Lalu soal pemberian obat juga. Perlu diketahui obat itu bukan makanan. Jadi pemberian obat pada anak itu tidak akan menggagalkan ASI eksklusif. Jadi gak apa-apa anak yang sakit diminumi obat dari dokter,” ujarnya.

Ketika kebutuhan gizi atau asupan makanan anak usia 0-6 bulan bisa dicukupi seratus persen dari ASI, maka tak sama pada usia setelah 6 bulan. Sofyan menyebutkan, ASI bahkan hanya bisa mencukupi 50 persen kebutuhan gizi anak usia 1 tahun.

“Makanya mulai 6 bulan ke atas, anak harus diberikan MPASI. Tapi tetap diberikan ASI oleh ibunya. Makanya namanya pendamping ASI. Pemberiannya juga harus bertahap seperti usia 6-7 bulan itu makanan encer atau saringan. Kemudian 7-9 bulan boleh makanan lembek atau lunak, 9-12 bulan sudah mendekati makanan orang dewasa, dan 12 bulan ke atas sudah sama dengan makanan dewasa,” jelasnya.

Pemberian makanan ini pun harus tepat waktu dengan penjagaan kualitas, kuantitas, serta keamanan makanan. Membuat sendiri makanan sangat direkomendasikan karena dijamin aman bahan, pengolahan dan peralatan makannya. Namun jika hendak memberi MPASI instan juga diperbolehkan tapi harus diperhatikan food labelingnya. 

Secara keseluruhan bayi membutuhkan sekitar 550 gram kalori per hari. Beberapa menu rekomendasi untuk anak agar gizinya terpenuhi adalah protein nabati seperti tahu, tempe, kacang-kacangan. Protein hewani bisa diberikan 60-80 gram sehari. Buah dan sayur 200-400 gram per hari, lalu ada susu dan makanan kaya akan lemak baik seperti alpukat.

“Kalau dalam takaran rumah tangga, itu misalnya telur satu butir itu kalorinya 60 gram. Jadi bagi saja satu telur untuk beberapa kali makan. Lalu sayur itu contohnya wortel satu setengah potong cukup untuk satu hari. Untuk alpukat cukup 1/2 potong saja, bisa dilumatkan untuk mendapatkan lemak baik,” jelasnya.

Sedangkan untuk kasus stunting, pada penemuan kasus pertama kali biasanya anak akan diberikan makanan tambahan. Sofyan menjelaskan, tujuan dari pemberian makanan tambahan ini untuk mengejar kebutuhan hariannya.

“Makanan tambahan itu biasanya bahan makanan dalam bentuk menu bisa sop ati ayam yang padat protein, tahu, tempe, buah dan susu. Intinya bagaimana kebutuhan harian secara kualitas terpenuhi dan menjadi pola makannya,” imbuhnya.

Kemudian ia juga mengatakan anak stunting juga sangat pernting diperhatikan keamanan makanannya karena jika tidak anak bisa mudah terkena penyakit. “Sebenarnya pemberian makanan stunting juga itu jangka waktunya cukup lama ya. Karena gak mungkin kita berikan makanan sekarang terus besok tingginya bakal naik. Sehingga memang tidak instan dan harus sabar,” jelasnya.

Baca Juga: Langkah Sumsel Dalam Turunkan Stunting; Pencegahan dan Penanganan

3. Besaran dana penanganan stunting yang digelontorkan pemda

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?Ilustrasi (Setkab.go.id)

Koordinator Program Manajer Satgas Percepatan Penurunan Stuting BKKBN Provinsi Lampung, Sugeng Trihandoko mengatakan, BKKBN bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait untuk pelaksanaan penanganan stunting. Beberapa bidang penerapan program penurunan stunting ada di hidang sanitasi, penyediaan K3 (kandang kolam kebun), holtikultura, dan sebagainya.

“Anggaran untuk stunting di 2023 dari DAK disalurkan lewat OPD kabupaten/kota ada Rp92 miliar. Tapi yang lewat perwakilan BKKBN itu Rp14 miliar. Kalau 2024 itu sekitar Rp93 miliar. Nah APBD ada juga tapi masing-masing OPD itu yang penyusunnya,” ujarnya.

Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Edwin Rusli menyebutkan, baru-baru ini saja pihaknya menyalurkan bantuan dari pemerintah pusat yakni uang sebesar Rp500 ribu per kepala untuk ibu memiliki balita terkena stunting.

“Kalau gak salah ada 880 orang yang dapat. Ini dari pusat dananya sebagai apresiasi pusat kepada kita karena sudah bisa menekan angka stunting sampai 14 persen di 2023 ini,” katanya.

Edwin menjelaskan, pemberian bantuan ini memang baru satu kali dilakukan. Untuk ke depan ia masih belum tahu apakah kegiatan seperti ini akan rutin dilakukan atau tidak.

Di daerah lain, Pemerintah Provinsi Banten menggelontorkan anggaran Rp739 miliar untuk penanganan stunting 2023. Anggaran itu tersebar di 20 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemprov Banten. "Semua dilakukan bersama-sama bukan hanya dari satu sisi kesehatannya saja," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Virgojanti.

Dari data yang dihimpun, dari 20 OPD, anggaran paling besar untuk penanganan stunting terdapat di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten Rp427 miliar. Selanjutnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Rp220 miliar dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten Rp44,96 miliar.

Kementerian Kesehatan memberikan dana sebesar Rp39 miliar untuk menangani stunting di wilayah Kalbar. Pj Gubernur Kalbar, Harisson mengatakan, dana tersebut langsung dikirim ke rekening seluruh puskesmas yang ada di Kalbar.

“Anggaran itu langsung ke puskesmas-puskesmas di Kalbar dari dana DAK Non Fisik Kemenkes, ini digunakan untuk memberikan makanan tambahan langsung dari produk lokal,” ucap Harisson.

Uang tersebut imbuhnya, digunakan untuk membeli produk makanan lokal. Misalnya, para kader posyandu, bidan, perawat setempat, ibu-ibu PKK mendampingi berbelanja produk lokal seperti beras, ikan, minyak sayur, dan lain sebagainya.

“Nanti mereka masak dan diberikan kepada baduta dan ibu hamil. Sasaran mereka itu baduta yang berat badannya tidak naik, kan dipantau di posyandu, kemudian yang berat badannya kurang, kemudian baduta yang gizinya kurang,” ucap Harisson.

Tak hanya dari Kemenkes, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menggelontorkan Rp48,5 miliar khusus untuk penanganan stunting. Dana ini langsung dikirim kepada kabupaten dan kota di Kalbar.

Harisson menyatakan, penyerapan anggaran dari Kemenkes maupun BKKBN masih rendah. Penyerapan anggaran dari Kemenkes sampai saat ini baru sekitar 39 persen, sedangkan anggaran dari BKKBN baru terserap 46 persen.

Sementara itu, Kepala Perwakilan (Kaper) BKKBN Kalbar, Pintauli Romangasi Siregar menanggapi soal serapan anggaran yang masih sedikit itu. Sejumlah faktor jadi penghambat penyerapan anggaran stunting.

Pintauli mengatakan, lambatnya penyerapan anggaran dana diduga karena pencairan dana di setiap kabupaten/kota yang berbeda. Dia juga menduga ada ketakutan terkait pemanfaatan dananya, dan para pendamping di lapangan yang selalu berganti-ganti.

“Pendamping ini banyak berganti di lapangan sehingga orang yang sudah ditetapkan menjadi pendamping sering berganti, sehingga kesinambungan pendampingan menjadi terhambat, sehingga kami sulit mendapat data supaya kita bisa memberikan honor pendampingan kepada mereka, lanjut Pintauli.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tabiun Huda mengatakan, pihaknya telah menggunakan anggaran untuk penanganan stunting di Banjarmasin 2023 sebesar Rp5,5 miliar. Duit itu diperuntukkan untuk berbagai kegiatan, misalnya untuk biaya penyuluhan, sosialisasi kepada ibu hamil.  Kemudian memberikan makanan bergizi termasuk sekaligus edukasinya, agar warga bisa menyajikan makanan bergizi yang menyesuaikan dengan ekonominya.

Berdasarkan paparan dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di pada Agustus 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengalokasikan anggaran untuk penanganan stunting kepada sejumlah Pemda kabupaten/kota di NTB sebesar Rp45 miliar. Dengan rincian, Kabupaten Dompu Rp1,2 miliar untuk ibu hamil dan Rp2,5 miliar untuk bayi kurang gizi.

Kemudian Kabupaten Sumbawa Barat sebesar Rp866 juta untuk ibu hamil dan Rp1,4 miliar untuk bayi kurang gizi. Selanjutnya Kabupaten Sumbawa sebesar Rp2 miliar bagi ibu hamil dan Rp3,7 miliar untuk bayi kurang gizi.

Selain itu, Kota Bima mengangarkan Rp2,1 miliar untuk ibu hamil, Kabupaten Bima sebesar Rp2,6 miliar dan Rp3,9 miliar untuk bayi kurang gizi. Kabupaten Lombok Barat Rp2,8 miliar untuk ibu hamil dan Rp6 miliar untuk bayi kurang gizi.

Serta Kabupaten Lombok Utara Rp1,4 miliar untuk ibu hamil dan Rp1,4 miliar bagi bayi kurang gizi. Kemudian Kabupaten Lombok Tengah Rp5,6 miliar guna penyediaan bahan pangan tambahan bagi ibu hamil berbasis pangan lokal dan Rp5,4 miliar untuk bayi kurang gizi.

Untuk anggaran penanganan stunting yang berasal dari APBD NTB, Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB dr. Lalu Hamzi Fikri mengatakan, tersebar di sejumlah OPD. Hal inilah yang dikolaborasikan dengan OPD-OPD terkait.

"Kalau sektor kesehatan lebih kepada intervensi spesifik. Sedangkan intervensi sensitif yang 70 persen kontribusinya perlu diperkuat lagi supaya angka stunting terjadi percepatan penurunan. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya gerakan kita perlukan sekarang. Bagaimana dana yang ada efektif dan efisien dan sampai pada anak stunting," ujarnya.

Di Sumatra Utara, selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi, juga dari kabupaten kota. Rinciannya, Rp43,9 miliar untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik, Rp224,9 miliar untuk DAK nonfisik, dan Rp96,2 miliar untuk bantuan operasional kesehatan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Ada juga alokasi anggaran sebesar Rp317 miliar dari dana desa 2023. Ini akan digunakan untuk 5.418 desa dan 445 kecamatan yang terdapat di Provinsi Sumut.

4. Mengulik kasus stunting terparah berbagai daerah Indonesia

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?ilustrasi perbedaan tinggi anak stunting dengan anak normal (Dok. IDN Times)

Pemerintah Provinsi Lampung mengklaim selalu menggalakkan upaya penurunan stunting lewat aksi konvergensi maupun mengajak daerah lokus untuk memaksimalkan penurunan stunting.

Namun menurut data Kementerian Dalam Negeri, jumlah balita stunting di Lampung 2023 mencapai 20.878 anak atau sekitar 39,4 persen dari jumlah balita keseluruhan. Berdasarkan daerahnya, Mesuji menjadi kabupaten jumlah terbanyak yakni sebanyak 1.448 anak.

Di Banten, Sekretaris Daerah Provinsi Banten, Virgojanti menyampaikan, anak yang menderita stunting di wilayah setempat tahun 2023 mencapai 29.794 anak. Dari data tersebut, sebanyak 11.762 anak stunting masih dalam penanganan pengobatan dan sebanyak 18.032 anak telah pulih atau tertangani.

Kendati demikian, Virgo mengatakan, masih ada ratusan ribu keluarga berisiko mengalami stunting. "Tapi masih ada kelahiran kemungkinan (angka kasus bertambah) masih ada penderita stunting mesti kita jaga," katanya.

Virgo memaparkan, ada sekitar 532.580 keluarga di Provinsi Banten berisiko memiliki anak stunting. Tertinggi ada di Kabupaten Pandeglang mencapai 41, 04 persen dan kedua Kabupaten Lebak 33,76 persen. Sedangkan yang terendah yakni Kota Tangerang Selatan sebesar 22,76 persen.

Pj Gubernur Kalbar, Harisson memaparkan, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting tertinggi di Kalbar adalah Kabupaten Melawi dengan angka 44,1 persen, sedangkan terendah ada di Kabupaten Sintang dengan angka 18,7 persen.

Prevalensi stunting di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus menurun sejak 4 tahun terakhir. Pada 2018, prevalensi stunting di Sulsel mencapai angka 35,6 persen menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kemudian menurut data SSGI, angka stunting di Sulsel turun menjadi 30,6 persen. Pada 2021, turun lagi menjadi 27,4 persen dan pada 2022 turun menjadi 27,2 persen.

"Target penurunan stunting sampai dengan tahun 2023 adalah 18,3 persen dan untuk Sulsel belum mencapai target," kata Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Ishaq Iskandar, Jumat (1/12/2023).

Berdasarkan data SSGI 2022, prevalensi stunting di Kabupaten Jeneponto yaitu sebesar 39,8 persen. Sedangkan prevalensi terendah tercatat di Kabupaten Barru dengan angka 14,1 persen.

Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka stunting di Jeneponto karena beberapa daerah sulit diakses. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kurang mendapatkan sosialisasi terkait stunting. Ditambah lagi, kurangnya penyuluh.

Angka stunting di Kota Semarang hingga saat ini mencapai 10,4 persen. Pemerintah Kota Semarang terus menekan jumlah kasus anak stunting hingga menargetkan nol kasus di tahun 2024.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam mengatakan, segala upaya dilakukan secara masif agar kasus stunting di Ibu Kota Jawa Tengah segera tuntas. ‘’Namun, sampai saat ini masih ada sekitar 10,4 persen anak atau sekitar 900 sampai 1.000-an anak dalam kondisi terancam stunting di Kota Semarang,’’ ujarnya.

Data tersebut berdasarkan SSGI. Sedangkan, dari data timbangan tiap bulan ada 3,1 persen anak stunting yang masuk dalam pantauan Dinkes Kota Semarang. Meski demikian, sampai akhir 2023 ini Pemkot Semarang menargetkan penurunan stunting mencapai 50 persen. Sehingga pada 2024 nanti beberapa kasus stunting yang masih ada bisa cepat diselesaikan.

Dari 10,4 persen, kata Hakam, targetnya tahun ini turun 5 persen. Dan nanti di 2024 bisa zero stunting. Tahun ini dari data di awal tahun akan disampaikan Kementerian Kesehatan, dia berharap angka 5 persen bisa tercapai. “Kalau keseluruhan bulan September 2023 ada 938 balita (stunting) dari sebelumnya bulan Agustus 2023 ada 1.022,” jelas Hakam.

Angka prevalensi stunting di Kabupaten Sleman merujuk pada data SSGI terus menurun. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Cahya Purnama menjelaskan berdasar hasil survei angka stunting mengalami penurunan, dari 2022 prevalensi stunting 6,88 persen, saat ini turun menjadi 4,51 persen. Angka 4,51 persen tersebut dinilai melebihi harapan. Pasalnya, Cahya menyebut pada 2023 sebenarnya target sekitar 6 persen.

Rata-rata stunting di Provinsi Bali yaitu 10,0 persen. Provinsi setempat menargetkan 6,15 persen pada tahun 2024 mendatang. Meskipun berada di bawah prevalensi Indonesia, Pemerintah Provinsi Bali terus melakukan sosialisasi dan aksi sosial untuk menekan stunting.

Berdasarkan SSGI, angka stunting pada 2022 di NTB naik menjadi 32,7 persen. Berdasarkan hasil SSGI 2022, angka stunting tertinggi di NTB berada di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu sebesar Tengah 37 persen.

Kemudian disusul Lombok Utara 35,9 persen, Lombok Timur 35,6 persen, Dompu 34,5 persen, Lombok Barat 34 persen, Kota Bima 31,2 persen, Sumbawa 29,7 persen, Bima 29,5 persen, Kota Mataram 25,8 persen, dan Sumbawa Barat 13,9 persen.

Dari sisi jumlah, balita yang mengalami stunting di Lombok Barat sebanyak 11.761 balita, Lombok Tengah 18.683 balita, Lombok Timur 20.890 balita, Sumbawa 2.925 balita, Dompu 2.715 balita, Bima 6.003 balita, Sumbawa Barat 1.025 balita, Lombok Utara 5.383 balita, Kota Mataram 4.462 balita, dan Kota Bima 1.656 balita. Sedangkan berdasarkan pendataan by name by address lewat aplikasi e-PPGBM per September 2023, angka stunting di NTB turun menjadi 13,78 persen.

Angka stunting di Jawa Timur masih berada di angka 19,2 persen. Tiga daerah dengan angka stunting paling tinggi menjadi prioritas. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati mengatakan, angka stunting Jawa Timur pada 2022 adalah 19,2 persen turun dari tahun sebelumnya 21,6 persen. Di tahun 2023 ini, angkanya ditarget turun lagi menjadi 16,8 persen.

"Angka stunting untuk tahun 2022, kita di angka 19,2, sudah lebih rendah dari angka capaian nasional yang 21,6. Target khusus per tahun saya menarget dari bu gub kemarin meminta kami untuk diangka 16,8 di tahun ini," ujar Erna, Kamis (16/11/2023).

Kasus stunting masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Sumatra Selatan (Sumsel) untuk diselesaikan. Pj Gubernur Sumsel, Agus Fatoni, mengatakan jumlah penderita turun dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen pada 2022 atau 6,2 persen. Angka ini lebih rendah dari prevalensi nasional sebesar 21,6 persen.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), kondisi stunting di beberapa kabupaten dan kota turut mengalami penurunan. Namun beberapa daerah juga terlihat dalam data mengalami kenaikan.

Kota Pagar Alam mengalami penurunan stunting dari tahun 2021 sekitar 15,5 persen menjadi 11,6 persen. Lalu Palembang turun dari 16,1 persen menjadi 14,3 persen. Selanjutnya, kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) mencapai 20,2 persen turun menjadi 14,6 persen.

Kabupaten OKU Timur pada 2021 angka stunting mencapai 21,5 persen  menjadi 19,1 persen pada 2022. Lalu Prabumulih pada tahun 2021 angka stunting mencapai 22 persen dan mengalami penurunan di tahun 2022  menjadi 12,3 persen.

Lahat, angka stunting di tahun 2021 mencapai 22,8 persen dan di tahun 2022 turun menjadi 19 persen. Lubuk Linggau, angka stunting di tahun 2021 mencapai 22,8 persen dan ditahun 2022 turun menjadi 11, 7 persen. Musi Banyuasin juga alami penurunan dari 23 persen di tahun 2021 dan pada tahun 2022 turun menjadi 17, 7 persen.

OKU Selatan jumlah stunting mencapai 24,8 persen di tahun 2021. Sementara pada tahun 2022 turun menjadi 19,4 persen. Empat Lawang, angka stunting 26,0 persen di tahun 2021 dan menurun pada tahun 2022 menjadi 18,5 persen. Lalu, Musi Rawas Utara (Muratara) stunting di tahun 2021 mencapai 28,3 persen sedangkan ditahun 2022 menjadi 20,2 persen.

Ogan Ilir angka stunting di tahun 2021 mencapai 29,2 persen. Pada tahun 2022 turun menjadi 24,9 persen. Muara Enim, angka stunting mencapai 29,7 persen di tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 22,8 persen.

OKU angka stunting mencapai 31,1 persen di tahun 2021. Sementara pada tahun 2022 turun menjadi 19,9 persen. OKI, angka stunting di tahun 2021 mencapai 32,2 persen. Sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 15,1 persen. Sedangkan wilayah Banyuasin, angka stunting di tahun 2021 mencapai 22,0 persen dan di tahun 2022 malah naik 24,8 persen.

Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Munawar Ibrahim, menerangkan berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, angka prevalensi stunting di Sumut mencapai 25,8 persen, dan mengalami penurunan menjadi 21,1 persen pada 2022.

“Dalam artian mengalami penurunan sebesar 4,7 persen. Jadi Program Bangga Kencana diharapkan bisa mendukung capaian target penurunan stunting di Sumut hingga 18,55 persen sesuai RPJMD Sumut tahun 2023," kata Munawar.

Saat ini terdapat 791.399 keluarga yang memiliki risiko stunting di Sumut. Di antara mereka, sebanyak 139.734 keluarga tergolong dalam kategori sangat miskin dalam hal kesejahteraan.

Baca Juga: Stunting di NTB di Atas Rata-rata Nasional, Pemberian Sufor Dilarang

5. Pernikahan dini picu stunting?

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?

Faktor pemicu tingginya angka stunting di tiga kabupaten di Jawa Timur yakni Jember, Bondowoso dan Situbondo banyak hal, seperti kemiskinan dan budaya. Namun yang menjadi perhatian adalah faktor pernikahan dini.

"Iya (pernikahan dini menjadi salah satu faktor). Karena pernikahan dini itu biasanya terjadi karena married by accident atau hamil duluan, kalau hamil duluan itu yang tidak diinginkan biasanya ibunya kurang peduli, kedua perkawinan anak itu tensi ibu masih membutuhkan nutrisi dalam masa pertumbuhannya namun demikian karena hamil maka nutrisi itu akan berbagi dengan bayi," kata Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati.

Kadinkes Sleman Cahya Purnama mengatakan, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) juga berkeliling di kapanewon, berupaya menurunkan angka stunting. Kapanewon yang masih perlu menjadi perhatian, untuk penanganan stunting ini yaitu Pakem dan Seyegan. Salah satu yang menjadi faktor adalah pola asuh, pemberian makan yang mengandung protein.

"Kebanyakan stunting ini kan tidak karena miskin, tapi karena pola asuh yang kurang dan dikatakan hampir 90 persen. Itu memang kebanyakan karena pola asuhnya yang keliru ini yang harus kita benahi. Pola asuh keliru itu memberikan makanan, anak-anak kalau dikasih nasi, karbohidrat sudah kenyang sudah, padahal gak seperti itu. Itu hanya gemuk, tapi kalau mau tinggi harus protein, telur, ikan, ayam, itu pasti dia akan naik," ujar Cahya.

Kadinkes Provinsi Bali, dr I Nyoman Gede Anom, mengungkapkan pentingnya pemberian tablet penambah darah bagi remaja perempuan, dan ibu hamil untuk menurunkan angka stunting. Hal ini diperlukan untuk menangani anemia.

“Salah satu yang berperan dalam siklus stunting adalah remaja perempuan dan ibu hamil. Akibat pola hidup yang tidak sehat, pemahaman yang kurang tentang kesehatan remaja dan ibu hamil. Hal ini menyebabkan banyak dari mereka yang mengalami anemia,” tutur Anom.

Remaja perempuan yang menikah dan hamil dalam kondisi anemia akan memengaruhi pertumbuhan serta perkembangan janin di dalam kandungan. Hal ini karena anemia adalah pemicu yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan menjadi terhambat. Sehingga ketika lahir akan berpotensi menjadi anak yang stunting.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri penanganan stunting memiliki kompleksitas sehingga harus dikeroyok lintas OPD. Penanganan dari sisi kesehatan saja tidak cukup, tetapi juga harus diintervensi dari sisi sanitasi yang layak, perumahan, ekonomi dan lainnya. Sehingga, kata Fikri, anggaran untuk penanganan stunting tersebar di seluruh OPD.

Untuk mencegah balita mengalami stunting, Fikri mengatakan intervensi spesifik yang dilakukan di bidang kesehatan, melarang bayi diberikan susu formula. Ibu yang baru melahirkan harus memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif kepada anaknya.

"Tidak boleh petugas kesehatan mempromosikan susu pabrikan atau formula. Karena ASI manfaatnya luar biasa. Produsen susu juga jangan sampai menggoda kader posyandu kemudian masuk keluarga juga. Karena ASI eksklusif sangat dibutuhkan anak yang baru lahir sampai usia 6 bulan," ujar dia.

Untuk menjamin kebutuhan nutrisi yang baik kepada balita, Dinkes NTB berkolaborasi dengan Dinas Sosial terkait penanganan stunting. Bagi keluarga kurang mampu yang mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) diarahkan menggunakan dana yang diberikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi balita dan kesehatan dalam keluarga.

"Karena sekarang ada yang dapat bantuan PKH, terima dana tapi dipakai beli rokok, pulsa dan lainnya. Padahal di situ ada PR, anaknya stunting atau ibunya ada persoalan. Dengan kolaborasi itu bagaimana kita mengarahkan penerima PKH supaya bisa menggunakan dana PKH untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak atau kesehatan dalam keluarga. Jangan digunakan untuk konsumtif," kata Fikri.

Pj Gubernur Sumatra Utara Hasanuddin mengatakan, saat ini dua jenis intervensi menjadi hal yang diperioritaskan. Pertama, intervensi gizi yang spesifik. Sasaran prioritas meliputi ibu hamil, ibu menyusui, anak usia 0 sampai 59 bulan, remaja, dan wanita usia subur.

"Mencakup pemberian makanan tambahan kepada ibu hamil dari kelompok miskin, serta pemberian suplemen tablet tambah darah, suplemen kalsium, pemeriksaan kehamilan, suplemen kapsul vitamin A, suplemen taburia, imunisasi, suplemen zinc, pengobatan diare, dan manajemen terpadu untuk balita yang sakit," ucap Hassanudin

Kemudian intervensi kedua adalah gizi sensitif. Langkah yang dilakukan adalah penyediaan air minum dan sanitasi, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, meningkatkan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan, memberikan gizi ibu dan anak, serta meningkatkan akses pangan bergizi.

6. Solusi atasi stunting

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?Kader poslit juga mengukur panjang tubuh salah satu bayi menggunakan peralatan timbangan tidur. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Koordinator Program Manajer Satgas Percepatan Penurunan Stuting BKKBN Provinsi Lampung, Sugeng Trihandoko menjelaskan, asupan makanan pada anak memang menjadi hal paling krusial untuk dijaga sejak anak masih di dalam kandungan hingga minimal anak berusia 2 tahun.

“MPASI itu sifatnya menjaga anak, khususnya berisiko stunting agar tidak stunting dengan mencukupi kebutuhan gizi anak dengan karbohidrat dan protein. Karena kalau sudah stunting itu bakal rentan sakit-sakitan,” katanya.

Sugeng mengatakan, makanan pendamping di posyandu juga sebaiknya merupakan makanan sehat dan bukan makanan kemasan pabrikan. Namun ia mengakui memang masih banyak kader posyandu tidak memahami hal itu.

“Tapi esensi posyandu itu sebenarnya bukan soal pemberian makanan tambahannya. Tapi posyandu adalah tempat untuk mendeteksi risiko anak terkena stunting karena di sana kan anak ditimbang beratnya dan diukur tingginya. Lalu dilihat normal atau enggak,” dia menambahkan.

Sugeng mengatakan, ketika ada anak berada di bawah garis merah pada catatan posyandu, maka anak tersebut harus segera diintervensi terkait makanan dan sumbernya. “Banyak kasus (stunting) karena diare dan ISPA. Jadi harus ditelusuri juga kenapa (anak bisa stunting). Bisa jadi malah bukan karena asupan makanannya tapi karena air minumnya tidak sehat. Tidak direbus. Banyak kasus seperti itu di Lampung dan air minum isi ulang ini juga tidak menjamin sehat,” kata dia.

Ia mengatakan, depot air minum isi ulang seharusnya secara rutin memeriksakan kandungan air minum ke laboratorium 6 bulan sekali. ”Sanitasi buruk juga bisa jadi masalahnya. Contoh di Pesawaran yang masih BABS masih banyak. Baru 78 persen yang ODF. Artinya ada kemungkinan di sana makanan tercemar ketika sanitasi buruk. Itu harus diatasi juga. Sedangkan untuk faktor kesehatan jangan sampai anak sakit dibiarkan sembuh sendiri, harus bawa ke dokter,” ujarnya

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung meluncurkan program Cerdiku (Cegah Stunting, Bebas Anemia, Remaja Putri Kuat) untuk mengatasi stunting. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian menuturkan, remaja putri merupakan pilar utama pembangunan masa depan, namun mereka sering kali menghadapi tantangan kesehatan yang serius, khususnya terkait dengan gizi.

Program Cerdiku diluncurkan Dinas Kesehatan Kota Bandung mengkombinasikan upaya pencegahan stunting dan anemia. Berkolaborasi dengan Program Aksi Bergizi Kementerian Kesehatan, Cerdiku membawa pendekatan holistik untuk mengatasi tantangan gizi remaja putri.

"Melalui program ini, Cerdiku berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja putri. Program ini menyelenggarakan kegiatan langsung di sekolah-sekolah dan komunitas untuk memberikan informasi dan edukasi langsung kepada remaja putri," katanya.

Pj Gubernur Kalbar, Harisson  mengatakan, untuk menurunkan angka stunting di Kalbar, TP PKK Kalbar membuat suatu inovasi dengan nama Sinita Penjaga Ibu Jari atau singkatan dari Sinergitas Organisasi Wanita dalam Peningkatan Pengetahuan Gizi Keluarga Ibu, dan Remaja Putri. Tak hanya itu, BKKBN Kalbar juga menyebutkan ada dua program menonjol untuk menurunkan angka stunting tersebut seperti program Generasi Berencana (GenRe), dan program Bina Keluarga Balita (BKB).

“Program BKB ini ada hampir di seluruh desa, BKBnya ini juga program khusus penanganan stunting, dan di sini dilakukan pengukuran serta perkembangan anak, sandingan dari yang dilakukan di posyandu,” ucap Pintauli.

Salah satu upaya yang dilakukan menurunkan kasus stunting di NTB melalui Gerakan Bhakti Stunting. Gerakan Bhakti Stunting dilakukan dengan upaya keroyokan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan siswa SMA/SMK dengan memberikan bantuan telur kepada balita yang mengalami stunting.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB dr. Lalu Hamzi Fikri mengatakan, selama tiga bulan dilakukan intervensi balita yang mengalami stunting dengan pemberian telur, 80 persen mengalami perubahan status gizi dari gizi buruk menjadi gizi baik.

Fikri menjelaskan, alasan pemberian protein hewani berupa telur kepada balita yang mengalami stunting lewat Gerakan Bhakti Stunting karena telur harganya lebih murah dan mudah didapatkan. "Tapi banyak protein hewani yang lain sebenarnya seperti daerah penghasil ikan kita dorong mengonsumsi ikan. Tapi telur ini mudah dan murah didapatkan," kata dia.

Ia menambahkan, penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan sensitif. Penanganan yang dilakukan Dinkes NTB dan Dnikes kabupaten/kota adalah intervensi spesifik, dengan pemberian nutrisi kepada balita yang mengalami stunting.

Sedangkan intervensi sensitif dilakukan OPD lainnya. Ia menyebut intervensi sensitif berpengaruh sebesar 70 persen dalam menekan kasus stunting. Sedangkan intervensi spesifik hanya berpengaruh sebesar 30 persen dalam menekan kasus stunting. Jika saja program-program ini berjalan dengan baik dan memangku kebijakan serius menjalankannya, target generasi emas 2045 tentu bisa tercapai.

Makanan Tambahan Solusi Praktis Turunkan Stunting?Asupan makanan pencegah stunting. (IDN Times/Aditya Pratama).

Tim penulis:

Rohmah Mustaurida, Khaerul Anwar, Debbie Sutrisno, Teri, Ashrawi Muin, Hamdani, Anggun Puspitoningrum, Herlambang Jati Kusumo, Muhammad Nasir, Ayu Afria Ulita Ermalia, Rangga Erfizal, Khusnul Hasana dan Doni Hermawan.

Baca Juga: Anggaran Stunting Lampung Rp106 Miliar, tapi Makanan Posyandu Hemat

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya