Bandar Lampung, IDN Times - Menurunkan angka stunting (kekurangan gizi) menjadi program pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Upaya yang digencarkan hingga ke pemerintah daerah ini memiliki tujuannya mempersiapkan generasi emas 2045.
Namun, merujuk prevalensi stunting di Tanah Air 2022 masih di angka 21,6 persen. Padahal, angka prevalensi stunting masih harus diturunkan lagi hingga 14 persen pada 2024 mendatang. Malangnya, program genting yang menjadi hak rakyat ini seringkali dijadikan main-main oleh pemerintah.
Terungkapnya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tidak layak di Depok Jawa Barat beberapa waktu lalu menjadi bukti betapa tidak seriusnya pemerintah menyelamatkan satu generasi ini. Padahal, anggaran penanganan stunting untuk 11 kecamatan di Kota Depok disebut Rp4,7 miliar.
Contoh kasus lainnya di Jember Jawa Timur. Hampir mirip, Pemkab Jember bisa menggelar Jember Fashion Carnaval 2023 dengan mendatangkan deretan artis ibu kota, tapi menangani stunting seperti malas-malasan. Jatah makanan tambahan untuk anak stunting tersendat-sendat. Sampai sekarang, Jember masih termasuk tiga daerah di Jatim dengan angka stunting sangat tinggi bersama Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo. Masing-masing angkanya Jember 34,8 persen, Bondowoso 32 persen dan Situbondo 30,9 persen.
Bagaimana dengan kondisi daerah lain di Indonesia? Agustini, ibu yang memiliki buah hati usia 2 tahun di Bandar Lampung mengatakan, MPT dari posyandu di lingkungan rumahnya terbilang masih sangat sederhana dan sedikit. Tiap anak hanya mendapat satu kue.
“Kayak bolu, kue apem, roti, biskuit, yang begitu. Tapi cuma dapat satu. Biar hemat kali ya. Kadang juga malah gak ada kuenya. Cuma ukur tinggi dan berat aja. Kalau ditanya, alasannya lupa. Jadi gak semangat ke posyandu,” ujarnya, Jumat 1 Desember 2023.
Agustini menambahkan, memang ada beberapa kejadian ketika ada bayi dengan timbangan kurang atau gizi buruk, kader posyandu memberinya makanan tambahan seperti bubur dan biskuit. Setali tiga uang, Aini, ibu balita usia 3 tahun di Lampung Selatan mengatakan, biasanya ia hanya mendapat satu kue setelah ke posyandu. Makanan itu seperti kue potong atau biskuit.
“Saya jarang juga sih ke posyandu. Paling dapatnya sereal, kue potong, kayak roti gitu yang seringnya. Jadi ya asupan makanan buat anak ya kebanyakan dari rumah aja,” timpalnya.
Penanganan stunting di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya memberikan makanan pendamping dianggarkan kurang lebih Rp10 ribu per sekali makan. Padahal dari sisi anggaran, cukup besar yakni Rp3,5 miliar di Dinas BKKBN Banjarmasin. Selain itu juga di Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin lebih tinggi yakni Rp5,5 miliar.
Kader Posyandu Kelurahan Sungai Miai Banjarmasin Utara Aguslina mengatakan, pihaknya memperoleh distribusi anggaran penanganan stunting sebesar Rp1.962.500. Uang sebesar itu nantinya dipergunakan untuk pengolahan makanan kepada 37 ibu menyusui dan balita. Penanganan stunting ini dilaksanakan selama 20 hari ke depan dan berjalan 10 hari.
Ia menghitung, penerima makanan pendamping itu mendapat jatah Rp10 ribu. Meski dana terbilang kecil, ia maksimalkan agar makanan yang diberikan memenuhi gizi sesuai yang diharapkan.
"Porsi 10 ribu itu, isinya ada nasi, ikan, telur, sayur, buah pepaya. Satu bulan kami diberi jatah memasak 20 hari, nah ini sudah jalan 10 hari. Kalau 5 harinya saya ditransfer Rp1.962.500 oleh Pemkot Banjarmasin," katanya.
Bagaimana tentang operasional kader Posyandu? Aguslina menyampaikan, pihaknya tidak mendapatkan biaya lainnya termasuk kebutuhan transportasi. Karena alasan kemanusiaan ia rela merogoh kantong sendiri untuk biaya tranportasi pengantaran makanan tersebut.
Itu dilakukan, karena tak semua penerima makanan mengambil sendiri ke posyandu, dengan berbagai alasan. "Kita hanya diberi uang untuk mencukupkan membagi makanan yang kita masak. Untuk biaya transpor pakai uang sendiri," ucapnya.
Transferan yang diterima kader Posyandu itu beda cerita dengan apa yang disampaikan, Helfian Noor, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin. Ia mengatakan, pihaknya rutin memberikan dana pendamping stunting senilai Rp500 ribu kepada 394 posyandu setiap bulannya.
Uang itu dikelola posyandu untuk diolah masakan yang bergizi atau makanan yang telah mendapat rekomendasi dari ahli gizi. Dana itu sebelumnya hanya mendapat Rp200 ribu saja hingga meningkat menjadi Rp500 ribu setelah memperoleh dukungan Wali Kota Banjarmasin.