Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mahasiswa Prodi Teknik Mesin Itera mengembangkan inovasi baru berupa Mesin Pencacah Multifungsi Modular yang dirancang untuk menjawab persoalan pengolahan limbah di tingkat desa.
Mahasiswa Prodi Teknik Mesin Itera mengembangkan inovasi baru berupa Mesin Pencacah Multifungsi Modular yang dirancang untuk menjawab persoalan pengolahan limbah di tingkat desa (Dok.Itera)

Intinya sih...

  • Mesin Pencacah Modular Itera dapat digunakan untuk berbagai jenis limbah pertanian, seperti batang dan daun singkong, pelepah kelapa sawit

  • Desain portabel dan mudah dioperasikan memungkinkan mesin ini digunakan oleh kelompok masyarakat desa, UMKM, komunitas pengelola sampah, hingga masyarakat umum.

  • Diharapkan dapat dikembangkan menuju produksi skala lebih besar untuk kebutuhan pertanian berkelanjutan dan pengelolaan limbah plastik yang lebih terstruktur.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Lampung Timur, IDN Times - Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Institut Teknologi Sumatera (Itera) mengembangkan inovasi baru berupa mesin pencacah multifungsi modular. Alat itu dirancang untuk menjawab persoalan pengolahan limbah di tingkat desa. Teknologi ini hadir sebagai bagian dari Hibah Penelitian Mahasiswa Itera yang menekankan penerapan teknologi tepat guna untuk memperkuat kemandirian masyarakat desa, terutama dalam pengolahan limbah pertanian dan limbah plastik.

Tim pengembang diketuai Bagas Dwi Prayoga, bersama Ariel Akbar, Muhammad Syifaa Rabaniyyat, Apni Tito, dan Fathul Mufid. Penelitian dilakukan dengan bimbingan Dosen Rico Aditia Prahmana dan berlokasi di Desa Negara Nabung, Kecamatan Sukadana, Lampung Timur.

1. Digunakan untuk berbagai jenis limbah pertanian

ilustrasi limbah organik (unsplash.com/Joshua Hoehne)

Bagas Dwi Prayoga menjelaskan Desa Negara Nabungmerupakan salah satu sentra pertanian singkong dengan volume limbah hasil panen cukup besar, sehingga membutuhkan teknologi pengolahan lebih efisien.

Menurutnya, mesin tersebut mengusung konsep modular, memungkinkan setiap komponen pencacah dilepas, dipasang ulang, atau diganti sesuai jenis material yang diolah.

"Pendekatan ini memberi fleksibilitas pada mesin untuk bekerja pada berbagai jenis limbah pertanian seperti batang dan daun singkong, pelepah kelapa sawit, hingga limbah biomassa lainnya," jelasnya, Selasa (9/12/2025).

2. Desain portabel dan mudah dioperasikan

Ilustrasi mesin (unsplash/Isis Franca)

Bagas menambahkan mesin ini dirancang mampu mencacah limbah plastik sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan daur ulang skala rumahan. Dengan desain yang portabel dan mudah dioperasikan, mesin ini ditujukan untuk bisa digunakan oleh kelompok masyarakat desa seperti Kelompok Tani, BUMDes, UMKM, komunitas pengelola sampah, hingga masyarakat umum yang membutuhkan alat pencacah multifungsi yang praktis.

Bagas mengatakan teknologi ini dibuat berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat di lapangan, terutama terkait peningkatan produktivitas dan pemanfaatan limbah menjadi bahan yang bernilai guna.

3. Bisa dikembangkan menuju produksi skala lebih besar

Ilustrasi pabrik dalam gelap (unsplash/Shavr IK)

Di sisi lain, Rico Aditia Prahmana menilai inovasi ini menunjukkan kemampuan mahasiswa Itera dalam menghasilkan teknologi terapan yang benar-benar bisa langsung digunakan masyarakat. Menurutnya, desain modular memberi peluang besar untuk pengembangan mesin di masa depan, baik untuk kebutuhan pertanian berkelanjutan maupun pengelolaan limbah plastik yang lebih terstruktur.

"Inovasi mesin pencacah multifungsi ini juga memperkuat fokus Itera dalam mendorong riset terapan yang berdampak langsung. Ke depan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan menuju produksi dalam skala lebih besar agar bisa digunakan oleh desa-desa lain di berbagai daerah," jelasnya.

Rico menyebut, alat ini menjadi contoh bagaimana penelitian mahasiswa dapat menjawab persoalan riil di masyarakat dan memberi manfaat konkret bagi pengembangan sektor pertanian maupun pengelolaan sampah di tingkat desa.

Editorial Team