Acara Nonton Bareng dan Diskusi Publik yang Digelar Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Lampung bersama Teknokra Unila, Taman Diskusi FISIP Unila, Pojok FISIP Unila, Aliansi Pers Mahasiswa Lampung, serta HMJ Sosiologi Unila, di Graha Kemahasiswaan Universitas Lampung (Dok.IDN Times Istimewa)
Staf Kampanye dan Jaringan Walhi Lampung, Annisa Despitasari mengatakan, di Lampung deforestasi juga berlangsung masif. Catatan Walhi Lampung menunjukkan, sepanjang 2001–2023, Lampung kehilangan sekitar 303.000 hektare tutupan pohon. Hilangnya tutupan pohon itu menghasilkan emisi karbon sebesar 161 juta ton CO₂e.
Salah satu penyebab utama menurutnya adalah alih fungsi lahan ke industri perkebunan musiman, seperti sawit dan tebu. Bahkan, sebanyak 108.909 hektare kawasan hutan di Lampung sudah diberikan izin usaha pemanfaatan hutan.
Izin ini sebagian besar dikuasai korporasi besar seperti PT Inhutani V, PT Silva Inhutani Lampung, dan PT Budi Lampung Sejahtera. Annisa menyebut, data Kementerian Kehutanan pun menunjukkan adanya penyusutan luas hutan Lampung.
Berdasarkan SK Menhutbun Nomor 256/KPTS-II/2000, luas hutan Lampung mencapai 1.004.735 hektare. Namun, pada 2021, angka itu menyusut menjadi hanya 948.641 hektare, merujuk SK KLHK Nomor SK.6618/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021.
“Degradasi hutan ini memperparah kondisi lingkungan sekaligus kesejahteraan masyarakat. Yang paling diuntungkan tetap korporasi,” tegas Annisa.
Ia menambahkan, penggundulan hutan atas nama investasi menyebabkan hilangnya habitat flora-fauna, mempercepat perubahan iklim, dan mengganggu keseimbangan ekosistem.