Sejumlah jurnalis melakukan aksi diam mengecam aksi kekerasan kepada jurnalis. IDN Times/ Alfi Ramadana
Dari 9 jurnalis yang menerima intimidasi, ada jurnalis RMOL Lampung yang diintimidasi secara verbal dan gender oleh Gubernur Lampung pada 3 Maret 2020. Kala itu, jurnalis sedang tugas liputan dan mengajukan pertanyaan. Tapi gubernur tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, justru menyerang fisik jurnalis (argumnetum ad hominem).
Kasus lainnya adalah dua Jurnalis TEKNOKRA Universitas Lampung (Unila) mengalami intimidasi. Akun aplikasi Gojek dan WhatsApp mereka diretas, hingga dihubungi via telepon sebanyak 12 kali oleh orang yang tidak dikenal. Intimidasi dan teror tersebut dikarenakan terkait akan diselenggarakannya diskusi Pelanggaran HAM yang ada di Papua pada 11 Juni 2020.
Ketua AJI Bandar Lampung pada saat melakukan advokasi terkait intimidasi, ancaman, dan teror terhadap dua jurnalis TEKNOKRA mendapatkan intimidasi dengan diretasnya nomor handphone dan aplikasi WhatsApp pada 11 Juni 2020.
Kasus lainnya adalah empat Jurnalis mengalami intimidasi saat peliputan aksi #mositidakpercaya penolakan UU Ciptak Kerja (Omnibuslaw). Rinciannya, pada 7 September 2020 jurnalis lampungsegalow.co.id dan jurnalis Lampungone.com merekam tindakan aparat yang melakukan pemulukulan terhadap peserta aksi, kemudian polisi membentak dan meminta agar video tersebut dihapus.
Keesokan harinya 8 September 2020 jurnalis Radar Lampung Radio dan jurnalis Metro TV mengalami intimidasi ketika meliput aksi sweeping anggota kepolisian. Dua jurnalis itu sedang bertugas mengambil video penyisiran sejumlah titik, di mana aparat menghalau pelajar yang hendak mengikuti aksi di Bundaran Tugu Adipura.
Kedua jurnalis itu kemudian dipaksa oknum polisi menghapus foto dan rekaman video aparat memukuli para siswa. Kemudian jurnalis Lampung TV pada 9 November mendapatkan intimidasi saat mewawancarai Walikota Bandar Lampung.