Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady, sebagai tersangka dugaan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady, sebagai tersangka dugaan korupsi (IDN Times / Aryodamar)

Intinya sih...

  • Satgas PKH cenderung sasar hutan kelolaan masyarakat, bukan korporasi

  • Era baru transparansi perizinan hutan untuk reformasi tata kelola kehutanan

  • Momentum kebangkitan reformasi tata kelola hutan di Indonesia setelah OTT KPK

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Lampung mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit menyeluruh semua izin konsesi hutan dikuasai oleh korporasi baik BUMN maupun swasta, termasuk di Provinsi Lampung.

Desakan audit ini muncul seiring kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan oleh KPK atas kasus suap dalam pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan telah menciduk sejumlah petinggi PT Inhutani V dan perusahaan rekanan di beberapa lokasi berbeda.

"Walhi Lampung memandang KPK dan instansi pemerintah saat ini untuk mengaudit menyeluruh terhadap semua izin konsesi hutan," ujar Direktur Eksekutif Daerah Walhi Lampung, Irfan Tri Musri dimintai keterangan, Minggu (17/8/2025).

1. Satgas PKH cenderung sasar hutan yang dikelola masyarakat

ilustrasi hutan. (pexels.com/M. Noor TM)

Irfan melanjutkan, pengungkapan kasus suap dilaksanakan oleh KPK ini sejatinya merupakan gambaran dari wewenang praktik dan kerja dilakukan oleh Tim Satgas Penataan Kawasan Hutan (PKH).

Seperti yang terjadi di Lampung, sejauh ini Satgas PKH justru banyak melakukan upaya penertiban kawasan hutan terhadap wilayah kelola masyarakat, bukan fokus menyasar pada kawasan-kawasan hutan yang dikuasai oleh korporasi.

"Di Lampung bukan hanya PT Inhutani V yang menguasai kawasan hutan, tapi termasuk seperti di Kawasan Hutan Produksi Register 45 Sungai Buaya dikuasai oleh PT Silva Inhutani Lampung seluas 43 ribu hektare dan PT Budi Lampung Sejahtera di Kawasan Hutan Produksi Register 46 Way Hanakau seluas 9 ribu hektare," bebernya.

2. Era baru transparansi perizinan hutan

Ilustrasi perizinan. (Google)

Terlepas dari desakan tersebut, Irfan menegaskan, Walhi Lampung menyambut baik langkah KPK. Sebab, penegakan hukum semacam ini merupakan praktik terbaik dalam reformasi tata kelola kehutanan.

Lebih lanjut kasus ini bukan sekadar soal individu, tetapi era baru bagi transparansi perizinan hutan. Oleh karenanya, reformasi sistem perizinan hutan perlu dijalankan dengan prinsip transparansi dan partisipasi, melibatkan masyarakat sipil sebagai pengawas dan penerima manfaat.

"Penegakan hukum harus tegas dan tanpa pandang bulu bagi semua aktor yang terlibat, baik pejabat pemerintah maupun pelaku usaha yang memfasilitasi suap," kata dia.

3. Momentum kebangkitan reformasi tata kelola hutan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady, sebagai tersangka dugaan korupsi (IDN Times / Aryodamar)

Irfan menambahkan, kasus ini seharusnya bisa menjadi momentum kebangkitan reformasi tata kelola hutan di Indonesia, guna mewujudkan pengelolaan hutan bersih, adil, berpihak kepada rakyat, dan menjamin keberlanjutan lingkungan.

"Momentum OTT ini juga harus menjadi awal tonggak bagi KPK, untuk menindak potensi korupsi dan kerugian negara terhadap korporasi yang menguasai sumber daya alam bukan hanya di kawasan hutan, tetapi juga termasuk di luar kawasan hutan dalam hal ini HGU," imbuhnya.

Editorial Team