Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250707-WA0027.jpg
Konferensi pers ungkap kasus grup gay Facebook oleh Ditreskrimsus Polda Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Intinya sih...

  • Perilaku LGBT disebabkan oleh latar belakang psikologis dan lingkungan

  • Pola parenting yang keliru menjadi faktor peningkatan kasus LGBT

  • Peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak sangat penting untuk mencegah disorientasi seksual

Bandar Lampung, IDN Times - Kepribadian atau karakter anggota kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dinilai terbentuk akibat sejumlah masalah faktor cukup kompleks, mulai lingkungan hingga minimnya perhatian dan peran orang tua terhadap anak.

Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Lampung, Retno Riani mengatakan, peningkatan fenomena kasus LGBT di kota-kota besar seperti Lampung bukan semata karena penyimpangan perilaku, tetapi berkaitan erat dengan akar masalah lebih dalam, terutama dalam aspek psikologis dan pola pengasuhan anak sejak dini.

“Terkejut pasti iya, tapi ini fakta yang sedang kita hadapi. Sebenarnya, manusia modern memiliki kesempatan untuk membangun kehidupan yang lebih bermakna, tapi nyatanya banyak yang gagal karena lingkungan sosial dan pendidikan moral yang lemah,” ujarnya dikonfirmasi, Selasa (8/7/2025).

1. Dilatarbelakangi kesalahan psikologis dan lingkungan

Ilustrasi dampak psikologis dari silent suffering, saat pria dilarang menangis. (Pinterest/freepik.com)

Menurut Retno, perilaku LGBT memang termasuk dalam kategori disorientasi seksual. Sebagai orang beragama, tentu hal itu tidak sejalan dengan nilai-nilai agama yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia.

Namun, ia menegaskan perilaku tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan terdapat latar belakang psikologis dan lingkungan yang berkontribusi besar.

“Banyak dari mereka yang tidak memiliki kontrol diri yang baik. Ini mirip dengan perilaku menyimpang lainnya seperti mencuri atau berbohong. Jika kontrol diri lemah dan nilai moral tidak terbentuk dengan kuat, maka penyimpangan bisa terjadi," katanya.

Lebih lanjut dikatakan, para pengidap LBGT umumnya memiliki kecenderungan acap kali denial atau menyangkali perbuatannya. "Ini sifat mereka seperti menyalahkan orang tua, trauma masa kecil, dan sebagainya,” lanjut dia.

2. Adanya pola parenting keliru

ilustrasi parenting (pexels.com/Andrea)

Retno turut menyoroti angka LGBT cukup tinggi, disertai maraknya kasus perselingkuhan dan krisis identitas di masyarakat modern, itu menunjukkan nilai religius di Indonesia mungkin hanya bersifat simbolik.

“Kalau kita bilang Indonesia religius, tapi faktanya banyak fenomena menyimpang, berarti ada yang salah secara struktural. Salah satunya pola parenting yang keliru,” ucapnya.

3. Peran keluarga dalam mencegah disorientasi seksual

Konferensi pers ungkap kasus jaringan grup gay di Facebook oleh Ditreskrimsus Polda Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Retno menekankan, keberadaan keluarga khususnya orang tua memiliki peran sangat besar dalam membentuk kepribadian dan orientasi anak. Diingatkan, orang tua bukan sekadar soal memiliki anak, tapi tanggung jawab moral dan spiritual untuk mendidik secara utuh.

“Anak itu bukan milik kita sepenuhnya, tapi titipan yang harus diasuh dan dibimbing dengan benar. Jangan cuma menuntut anak menjadi baik, sementara orang tuanya sendiri belum menjadi contoh yang layak,” tegasnya.

Di samping itu, ia menyarankan agar orang tua mulai memperkuat fondasi nilai-nilai agama dan akhlak anak sejak dini, tidak hanya dalam bentuk ritual formal tetapi juga melalui teladan nyata dan pendidikan karakter. “Ajarkan budi pekerti yang benar, ajak diskusi terbuka, dan bangun kedekatan emosional yang sehat agar anak merasa aman dan dihargai,” kata Retno.

Terkait peristiwa ini, Ditreskrimsus Polda Lampung baru-baru ini telah mengungkap jaringan penyimpanan seksual gay yang memanfaatkan grup akun Facebook (FB), "Gay Lampung" dan "Gay Bandar Lampung" beranggotakan mencapai 20 ribu akun.

Selain itu, polisi turut menangkap dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka meliputi JM sebagai fasilitator atau pembuat akun grup gay, serta SR serta HS sebagai anggota berperan aktif menyebarluaskan konten berbau seksual.

Editorial Team