Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Satreskrim Polres Way Kanan telah menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan satu keluarga di Kampung Marga Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan. (IDN Times/Istimewa)

Bandar Lampung, IDN Times - Pemberitaan media massa lokal hingga nasional belakangan sempat tertuju ke Provinsi Lampung. Sepekan terakhir, aksi kriminalitas berujung insiden pembunuhan sadis anak terhadap orang tua di provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa ada 2 kasus.

Kedua peristiwa tersebut dapat dibilang cukup menyedot perhatian publik. Pertama, kasus pembunuhan melibatkan ayah dan anak sebagai tersangka terjadi di Kampung Marga Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan.

Pelaku tega membunuh 5 orang masih satu anggota keluarga. Ironisnya, keempat jasad korban dibuang dan ditanam ke dalam septic tank dan satu korban lainnya dikubur di kebun. 

Pembunuhan sadis kedua, seorang anak membunuh ibu kandung dengan cara keji yakni, menggorok leher korban menggunakan senjata tajam jenis golok. Peristiwa itu berlangsung di Desa Tanjung Iman, Kecamatan Blambangan Pagar, Kabupaten Lampung Utara.

Terlepas dari persoalan hukum tengah dihadapi para tersangka, akademisi kriminologi Universitas Lampung (Unila) dan praktisi Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung menyoroti hal tersebut.

Mereka mengemukakan perspektif terkait peristiwa pembunuhan di keluarga. Berikut IDN Times ulas pendapat para praktisi. 

1. Para pelaku tidak bisa memahami situasi dan kondisi orang lain

Penampakan wajah tersangka pembunuhan satu keluarga di Wak Kanan, Diki Wahyu (kiri) dan Erwin (Kanan). (IDN Times/Istimewa)

Psikolog RSJ Provinsi Lampung, Retno Riani menjelaskan, gangguan kesehatan mental bukan hanya terjadi pada cacat fisik, tapi juga cacat secara kejiwaan. Kondisi itu diduga turut dialami para pelaku pembunuhan tersebut rela menghalalkan segala cara termasuk mengorbankan nyawa-nyawa orang terdekat demi mencapai suatu tujuan.

"Orang-orang ini cenderung tidak punya perilaku atau moral baik dan hanya mengikuti kemauannya sendiri, ketika ada kesempatan membunuh ya bunuh dan saat berkesempatan mengambil ya mencuri. Artinya, kesehatan mental mereka buruk alias tidak bagus atau sehat," ucap dia.

Pasalnya, sifat para pelaku tidak mampu memahami situasi dan kondisi orang lain dengan baik. Termasuk ketidakmampuan membedakan baik dan buru atau benar dan salah secara jelas.

"Mereka ini biasanya baru merasa bersalah ketika perbuatan diketahui, atau saat dihadapkan dengan konsekuensi hukum membuat rasa takut. Ini penyebabnya karena moral yang rendah," sambung Retno.

Ia juga menilai, kecenderungan para pelaku nekat berbuat tindakan-tindakan melawan hukum, termasuk persoalan berani menghilangkan nyawa seseorang biasanya, menerima parenting atau pola asuh orang tua yang salah sejak dini. Sehingga sang anak menganggap suatu kesalahan besar merupakan perbuatan biasa.

"Kesehatan mental waras datang dari lingkungan keluarga. Makanya amat dibutuhkan sosok ibu menjadi pusat dalam rumah tangga, untuk dimodeling anak saat berperilaku. Tapi perlu diingat ibu punya mental sehat kalau memiliki suami yang sehat. Sebab ini harus saling mendukung," lanjut Retno.

2. Pentingnya parenting yang tepat sejak dini

Editorial Team

Tonton lebih seru di