Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sidang vonis Mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin (5/7/2021) (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Bandar Lampung, IDN Times - Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) sekaligus terpidana kasus korupsi fee proyek di Dinas Bina Marga Lamteng tahun anggaran 2018 mengaku keberatan dengan vonis majelis hakim. Itu terkait vonis pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp17,140,997,000 miliar.

M Yunus selaku Penasihat Hukum Mustafa menilai, putusan nominal uang pengganti yang dibebankan kepada kliennya tersebut dinilai tidak adil. Pasalnya, sejumlah fakta persidangan berkaitan aliran dana itu, sama sekali tidak menjadi pertimbangan majelis hakim.

"Itu yang membuat kita pikir-pikir. Sebenarnya yang membuat haru biru persidangan ini yaitu, soal aliran uang ke partai politik dan itu sama sekali tidak menjadi pertimbangan, baik yang ke Hanura maupun PKB," ujar Yunus, Selasa (6/7/2021).

1. Menerima amar putusan kecuali uang pengganti dibebankan

Penasehat Hukum Mustafa, M Yunus (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Yunus melanjutkan, sejatinya sang klien telah menerima semua amar putusan persidangan. Tapi cukup terkejut pidana tambahan uang pengganti tersebut, 

Awalnya, tim penasihat hukum mengingatkan terdakwa Mustafa hanya terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga terpidana hanya menerima hukuman 1 tahun pidana penjara.

"Kalau terkait ancaman pidana jika yang terbukti Pasal 12, maka pidana penjara dalam kasus korupsi. Itu normalnya sudah tidak mungkin lagi di bawah 4 tahun, tapi okelah itu, dia (Mustafa) sependapat dengan JPU," kata Yunus.

2. Jumlah hanya dikurangi pembelian tanah Islamic Center dan Mako Brimob Lamteng

Sidang vonis Mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin (5/7/2021) (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Berbeda hal dengan pidana uang pengganti, meski jumlah Rp17,140,997,000 itu telah dikurangi dari tuntutan awal Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yaitu sebesar, Rp24,640,997,000.

Yunus mengungkapkan, jumlah tersebut hanya dikurangi majelis hakim, terkait pembelian tanah di Islamic Center dan Mako Brimob Lamteng, yang kini diketahui sedang dalam proses pembangunan.

"Atas sikap ini, tentu saya akan mendiskusikan ini dengan prinsipal (Mustafa), untuk langkah-langkah apa saja yang mungkin akan dilakukan terkait uang pengganti Rp17 M ini," ucap dia.

3. Merujuk fakta persidangan Nunik harus bertanggungjawab

Default Image IDN

Yunus memastikan, pihaknya bakal terus mendorong dan mengungkap aliran dana tersebut. Mengingat, hal itu merupakan bagian dari fakta persidangan.

Tak terkecuali, soal aliran dana yang diduga diterima oleh Wakil Gubernur Chusnunia Chalim atau Nunik. Menurutnya, Nunik juga dinilai sudah menghalang-halangi proses penyidikan.

"Kita masih ada waktu 7 hari, permasalahan ini tidak adil kalau dibiarkan. Mungkin nanti kita bisa membuat laporan, atau pintu lain menyangkut itu (uang pengganti). Majelis hakim juga belum menjadikan pertimbangan saksi dalam vonis," imbuh dia.

"Seperti yang menyatakan adanya aliran uang, termasuk ke Wakil Gubernur (Chusnunia Chalim) soal peristiwa dia berbohong, dia menfasilitasi orang lain untuk berbohong, yang jelas ini jadi bahan evaluasi kita," sambung Yunus.

4. Dibebankan karena merupakan bagian kepentingan terpidana

Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

JPU KPK, Taufiq Ibnugroho menjelaskan, pidana uang pengganti tersebut dibebankan kepada terdakwa. Itu dikarenakan terkait uang digunakan Mustafa, untuk dukungan perahu partai politik PKB maupun Hanura saat hendak melakukan sebagai calon Gubernur Lampung.

Menurutnya, uang itu bersumber dari setoran ijon Dinas Bina Marga Lamteng, maka jelas digunakan untuk kepentingan pribadi Mustafa,

"Jadi terhadap semua pengeluaran itu menjadi tanggungjawab terdakwa Mustafa," terang Taufiq.

5. Pasca putusan perkara belum ada tersangka baru

Sidang vonis Mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin (5/7/2021) (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Terhadap putusan Majelis Hakim PN Tipikor Tanjungkarang kemarin, Taufiq menjelaskan, pihaknya menyatakan sikap 'pikir-pikir'. Itu lantaran bakal melaporkan terlebih dahulu kepada pimpinan KPK, atas putusan tersebut

Sehingga, dalam waktu maksimal 7 hari ke depan Penuntut Umum KPK akan mengambil sikap, apakah menerima putusan atau akan melakukan upaya hukum secara Banding.

"Pasca putusan perkara ini, sampai dengan saat ini belum ada tersangka baru. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan jika nanti ada pengembangan perkara Lamteng," ungkap dia. 

6. Aliran uang harus dibuktikan

Ilustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Dikonfirmasi terpisah, Pengamatan Hukum Unila, Budiono menilai, amar putusan tersebut sudah tepat dan adil. Namun, tidak seharusnya hanya terpidana Mustafa yang bertanggungjawab, dikarenakan setiap kasus korupsi tidak mungkin dilakukan seorang diri.

"Menurut saya siapa saja yang terungkap dalam proses pengadilan itu harus dikembangkan oleh penyidik KPK, tidak hanya sebatas Mustafa. Tetapi juga orang-orang terlibat di dalam kasus ini," pungkas dia.

Disinggung terkait pidana uang pengganti yang diklaim kurang adil oleh pihak terdawa, Budiono menyebut, aliran uang tersebut harus dibuktikan, sehingga kemungkinan berkurangnya nominal uang pengganti masih bisa dilakukan.

"Itu andai memang tidak terbukti seluruhnya dinikmati pelaku korupsi, kan bisa saja dinikmati orang-orang yang belum terungkap dalam persidangan, ataupun penyelidikan lebih lanjut dari fakta-fakta persidangan," terangnya.

7. Satu peristiwa, dua kasus dan dua vonis

(Bupati non aktif Lampung Tengah Mustafa) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Diketahui, vonis hukum pidana kali ini bukan pertama kalinya bagi terpidana Mustafa. Mengingat, kasus korupsi fee proyek di Dinas Bina Marga Lamteng tahun anggaran 2018 ini merupakan hasil pengembangan kasus suap kepada pimpinan DPRD Lamteng di tahun yang sama.

Gratifikasi tersebut dilakukan Mustafa, untuk meminta tanda tangan persetujuan pimpinan DPRD, agar mengesahkan pinjaman daerah sebesar Rp300 miliar ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Pada kasus tersebut, Mustafa sudah menjalani vonis perkara dan divonis 3 tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta subsider 3 bulan kurungan.

"Kasus pertama sudah selesai, maka dilanjutkan dengan hukuman pidana kedua. Saya yakin, kasus Mustafa ini tidak berhenti di sini dan penyidikan KPK akan mengembangkan proses penyidikan, kepada pihak-pihak disebut dalam fakta persidangan," tandas Budiono.

Editorial Team