Ditarget Bappenas, Pemprov Lampung Pacu Penurunan Prevalensi Stunting

Intinya sih...
Prevalensi stunting di Lampung naik menjadi 15,9% di 2024, melampaui target nasional.
Peningkatan disebabkan oleh lemahnya tata kelola, minimnya anggaran, dan keterbatasan data di kabupaten/kota.
Stunting merupakan ancaman besar bagi negara dan masa depan generasi muda karena berdampak pada fisik dan otak anak-anak.
Bandar Lampung, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung berupaya mengejar target prevalensi stunting di 2025 sebesar 13,2 persen dan 3,8 persen pada 2045. Angka ini sebagaimana target ditetapkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela mengatakan, target nasional tersebut berkaca pada capaian prevalensi stunting di Provinsi Lampung pada 2023 mengalami perlambatan, namun justru mengalami kenaikan pada 2024.
"Tantangan kita kedepan dalam penurunan stunting semakin berat, jika tidak diikuti dengan peningkatan kinerja. Bappenas telah menetapkan target prevalensi stunting Provinsi Lampung yang harus dicapai di 2025 sebesar 13,2 persen, lalu 3,8 persen di 2045," ujarnya, Jumat (4/7/2025).
1. Peningkatan prevalensi stunting di 2024 naik
Jihan menjelaskan, prevalensi stunting di Provinsi Lampung terus menurun dari 26,26 persen di 2019, hingga menjadi 14,9 persen di 2023 dan menjadi provinsi terendah keempat di Indonesia. Namun 2024 terjadi peningkatan prevalensi stunting di Lampung menjadi sebesar 15,9 persen atau meningkat 1 persen dari 2023.
Berdasarkan rilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, peningkatan juga terjadi pada 10 kabupaten/kota dengan peningkatan tertinggi tercatat sebesar 8,5 persen. Sedangkan 5 kabupaten mengalami penurunan yakni Way Kanan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Lampung Barat dengan penurunan terbesar ada di Way Kanan sebesar 8,8 persen dari tahun sebelumnya.
"Kita harus menyamakan prinsip bersama bahwa stunting menjadi ancaman besar bagi negara dan peradaban kita. Karena bila stunting terus menggerogoti generasi muda kita maka akan rusaklah generasi kita karena tidak ada peradaban yang baik, tidak ada SDM yang berkualitas karena stunting tetap eksis di tengah-tengah kita," katanya.
2. Dipicu lemah tata kelola hingga keterbatasan data
Menurut Jihan, peningkatan prevalensi stunting di kabupaten/kota dipicu oleh lemahnya tata kelola, minimnya anggaran, kurangnya komitmen, dan terbatasnya data. Intervensi spesifik seperti ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), pemeriksaan anemia, gizi ibu hamil KEK, layanan ANC, imunisasi, pemantauan tumbuh kembang, dan MP-ASI juga masih belum optimal.
Selain itu, intervensi sensitif seperti perbaikan Wash atau air minum dan sanitasi, pemberdayaan orang tua seperti program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) diharapkan dapat terus dioptimalkan dan diterapkan di seluruh lapisan masyarakat.
"Jadi tidak hanya business as usual, tapi memang konkret menyasar masyarakat, menyasar anak-anak kita sehingga stunting ini bisa menurun sesuai target yang ditentukan," imbuh dia.
3. Ancaman dan musuh negara
Jihan menegaskan, stunting adalah musuh bersama hingga ancaman besar bagi negara dan bukan hanya urusan gizi semata. Tetapi menyangkut masa depan generasi muda, termasuk anak-anak Lampung kelak akan menjadi pemimpin, inovator, dan penggerak pembangunan.
Menurutnya, stunting berdampak pada tumbuh kembang fisik dan juga kemampuan otak anak. Jika tidak diatasi dengan serius, maka yang terganggu bukan hanya fisik saja, tetapi juga tingkat kecerdasan, produktivitas, dan bahkan daya saing bangsa ke depan.
"Ini bukan ajang kompetisi, melainkan sarana untuk meningkatkan motivasi, berbagi strategi, dan memperkuat kolaborasi dalam percepatan penurunan stunting," ingat Wagub.