Jagawana bersama pengunjung sedang bird watching di Desa Labuhanratu IX, Kecamatan Labuhanratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Rabu (20/8/2025). (IDN Times/Martin L Tobing).
Program konservasi burung di Desa Labuhanratu IX merupakan desa penyangga Taman Nasional Way Kambas, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung menjadi rumah bagi lebih dari 302 jenis burung. Program ini digagas Pertamina bersama Yayasan Elang Indonesia, Koperasi Plang Ijo, dan masyarakat setempat. Kegiatan meliputi adopsi sarang, pembangunan visitor centre, pengamatan burung untuk edukasi dan penelitian (event bird watching), serta sosialisasi pelestarian kepada warga.
Kepala Urusan Umum Desa Labuhan Ratu IX, Kabupaten Lampung Timur, Dwi Aprianto, menyampaikan apresiasi kepada Pertamina atas komitmen terhadap pelestarian alam yang dilakukan. Menurutnya, adanya inisiatif ini, warga merasa sangat terbantu melestarikan alam dan pengelolaan keanekaragaman hayati di sekitar Taman Nasional Way Kambas. "Kami berharap kolaborasi ini dapat berlanjut dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan kami," jelasnya.
Dwi menyampaikan, Desa Labuhan Ratu IX berpotensi untuk dikembangkan sebagai titik pengembangan ekonomi melalui pariwisata alam, konservasi, dan budaya lokal. Itu lantaran, desa ini masuk kategori desa penyangga wisata karena lokasinya menjadi salah satu akses utama masuk ke Taman Nasional Way Kambas.
Desa penyangga wisata imbuhnya, juga ada korelasi konservasi dan pertanian. “Karena wilayahnya berdekatan dengan kawasan konservasi (Way Kambas), desa ini berada di persimpangan antara kebutuhan pembangunan ekonomi masyarakat seperti pertanian, UMKM dan perlindungan lingkungan serta satwa liar. Ini menjadikan desa ini contoh menarik untuk studi pembangunan berkelanjutan.
“Warga di sini pun ada yang memproduksi dodol nanas madu dengan tema konservasi. Ini menunjukkan adanya potensi pemberdayaan masyarakat lokal melalui produk yang mengandung identitas lokal. Melalui kolaborasi dengan pemuda tergabung dalam Koperasi Plang Ijo yang ada program desa ramah burung, kami percaya ke depan Desa Labuhan Ratu IX akan semakin berkembang,” paparnya.
Kepala Desa Labuhanratu IX, Ermanita Permatasari mendukung program tersebut karena sebagai desa penyangga TNWK turut memiliki kewajiban untuk menjaga satwa. Pasalnya, perburuan menjadi tantangan besar untuk mewujudkannya. Terlebih, aktivitas anak-anak muda desa tersebut turut membangun kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan dan meningkatkan ekonomi desa.
Untuk itu, pihaknya siap berdiskusi terkait penerbitan Peraturan Desa (perdes) agar program Desa Ramah Burung memiliki dasar hukum yang kuat. Pasalnya, aturan hukum yang jelas menjadi pegangan masyarakat untuk menertibkan perburuan dan aktivitas konservasi pun lebih terarah. Harapannya, aksi yang berdampak panjang dan berkelanjutan menjadi identitas desa.
“Inovasi ini bisa menjadi percontohan di tingkat daerah hingga nasional sebagai model desa penyangga yang melestarikan keanekaragaman hayati sekaligus memperkuat sektor wisata berbasis konservasi,” katanya.
Arif Ketua Kelompok Koperasi Plang Ijo yang merupakan binaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina, menambahkan, kolaborasi antara Pertamina, koperasi, pemerintah desa, dan masyarakat turut memperkuat faktor keamanan burung di desa. Terlebih, jika ada dukungan peraturan desa (perdes) sebagai payung hukum untuk penertiban aktivitas perburuan di Desa Labuhanratu IX, baik yang menggunakan senjata api maupun ketapel.
Ia menargetkan, aturan tersebut terbit pada 2026 guna mendukung konsep desa ramah burung. “Itu akan menjadi kekuatan dalam memonitor perburuan sehingga mendukung peningkatan populasi burung di dalam desa,” ujarnya.
Arif menyampaikan, dampak positif program ini terhadap perubahan perilaku masyarakat. Sebelum program ini, masyarakat masih melakukan aktivitas ilegal di desa penyangga dan kawasan Way Kambas, salah satunya menangkap burung untuk dijual. Setelah sosialisasi desa ramah burung, aktivitas ilegal tersebut berkurang signifikan," jelasnya.
Ia menyebutkan, kesadaran masyarakat kini meningkat melindungi satwa burung. "Masyarakat lebih paham cara melindungi burung, dan jika menemukan adopsi sarang burung, mereka segera melaporkannya ke Koperasi Plang Ijo untuk dilestarikan. Way Kambas merupakan salah satu spot terbaik di Asia Tenggara bagi pengamat burung atau birder," tambahnya.
Catur Yogi Prasetyo, selaku Senior Supervisor Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) & Fleet Safety Pertamina Integrated Terminal Panjang, menyampaikan, konservasi ini dilakukan untuk memastikan tidak ada lagi praktik perburuan burung liar. Itu karena, selain mengancam kelestarian satwa, dapat merusak keseimbangan alam yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat.
“Harapannya kegiatan dapat meningkatkan kesadaran akan perlindungan flora dan fauna terutama di masyarakat sekitar wilayah Taman Nasional Way Kambas. Serta tidak ada perburuan burung liar terutama di desa-desa yang dekat dengan taman nasional,” jelasnya.
Catur menambahkan, Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) melalui Integrated Terminal (IT) Panjang beberapa waktu lalu juga menyelenggarakan program Sosialisasi Desa Ramah Burung bertema "Suara dari Hutan: Menjadikan Desa Kita Rumah Bagi Burung" di Desa Labuhan Ratu IX, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Selasa (19/8/2025). Sosialisasi ini difokuskan pada masyarakat umum, terkhusus pendidikan anak-anak sejak dini mengenai pentingnya perlindungan satwa burung sebagai bagian integral dari ekosistem.
Program ini mengajarkan masyarakat tentang peran vital burung dalam menjaga keseimbangan ekosistem, serta memberikan panduan praktis untuk melindungi dan melestarikan habitat burung. Inisiatif Desa Ramah Burung tidak hanya berfokus pada aspek konservasi, tetapi juga mengajak masyarakat untuk menjadikan desa sebagai habitat yang aman dan nyaman bagi beragam jenis burung, baik yang menetap maupun yang bermigrasi.
Catur menyatakan, sosialisasi ini merupakan langkah konkret dari Pertamina bersama Koperasi Plang Ijo dalam menjaga keanekaragaman hayati. "Pertamina percaya bahwa kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam menjaga kelestarian alam. Melalui dukungan ini, kami berharap dapat mewujudkan visi bersama untuk menjaga keberagaman satwa liar dan lingkungan yang sehat bagi generasi mendatang," ujarnya.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Rusminto Wahyudi, memaparkan strategi keberlanjutan program ini. Langkah-langkah peningkatan program meliputi sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat dan siswa sekolah untuk menjaga dan melestarikan satwa burung di desa penyangga Taman Nasional Way Kambas, serta menghentikan kegiatan ilegal penangkapan burung dilindungi.
Rusminto menambahkan, program ini juga mencakup konservasi dan rehabilitasi habitat melalui penanaman pohon, kegiatan adopsi sarang burung, monitoring dan pengawasan, serta penguatan aturan desa. "Pendekatan komprehensif ini memastikan kelestarian jangka panjang bagi ekosistem burung dan habitatnya," jelasnya.
Inisiatif Desa Ramah Burung ini selaras dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim) mengenai penanganan perubahan iklim dan Tujuan 15 (Ekosistem Darat) tentang pelestarian ekosistem darat. Program ini diharapkan dapat menjadi model replikasi bagi desa-desa lain dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.