ibu rumah tangga di Kelurahan Panjang Utara, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung mengelola sampah plastik menjadi produk bernilai ekonomis dan didukung CSR Pertamina. (IDN Times/Istimewa).
Melihat karya yang dibuatnya masih belum bisa dipasarkan hingga hari ini. Turina berharap pemerintah ikut mendorong kreativitas mereka agar tetap berjalan dan membantu perekonomian masyarakat setempat.
“Pemerintah kan besar ya, ada kelurahan kecamatan itukan banyak ada dinas dinas juga. Maksud saya gini loh, pemerintah itu ikut sih, terus beli loh produk kita untuk contoh. Jadi istilahnya kaya sejenis memaksakan enggak cuma inginnya sih diwajibkan sebagai dukungan juga,” harapnya.
Menurut Turina, jika program ini tidak ada tempat penjualannya otomatis programnya berhenti, sampahnya pasti akan menumpuk lagi. “Kalau kita bikin satu botol ini aja yang 600 mili botol air mineral itu, kita masukin gak sembarang masukin loh itu ada berat-beratnya. Jadi kapasitas berat itu menentukan. Satu botol itu 250 gram. Itu sampahnya kalau belum kita masukin situ empat kresek merah yang gede itu masuk itu jadi satu botol,” jelasnya.
Region Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina (Persero) melalui Marketing Operation Region (MOR) II Sumbagsel, Dewi Sri Utami, menyatakan, mengatasi kendala warga pesisir dari segi pemasaran produk agar bernilai ekonomis menjadi tantangan saat ini. Itu karena sulitnya pemasaran hasil produk ecobrick dikarenakan masih banyak masyarakat atau konsumen yang menganggap hasil produk ecobrick tetaplah hasil produk yang berasal dari sampah dan tidak memiliki nilai guna.
"Padahal ada potensi ekonomis dari pembuatan produk seperti ini. Ini menjadi tantangan untuk membuka persepsi masyarakat. Peluang memasarkan produk ini agar mendapat tempat di hati masyarakat selalu terbuka," ujar Dewi.