Simbolis penyerahan insentif dokter PPDS FK Unair sebesar Rp75 juta per orang. Dok istimewa
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam mengatakan, mayoritas dokter spesialis saat ini lebih memilih bekerja di kota besar dibandingkan daerah. Hal itu sudah menjadi hukum alam karena gaji akan mengikuti tempat mereka bekerja.
Maka, langkah bisa ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut, bagi Hakam salah satunya memberikan beasiswa kepada mahasiswa kedokteran untuk menempuh pendidikan dokter spesialis. Selain itu, mendorong perguruan tinggi membuka fakultas kedokteran.
‘’Di Semarang mulai dibuka Fakultas Kedokteran di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Lalu, Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) rencananya juga akan membuka fakultas kedokteran. Dengan makin banyak fakultas kedokteran, harapannya bisa menghasilkan lulusan sarjana kedokteran dengan kualifikasi bagus,’’ ujarnya.
Kemudian, cara pemberian beasiswa juga penting untuk mencetak dokter spesialis. Namun, pemberian beasiswa ini penerimanya difokuskan bagi mahasiswa kedokteran yang baru lulus atau mereka yang tengah menempuh pendidikan dokter spesialis.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, dr Jaya Mualimin mengatakan, untuk mengatasi masalah itu semua, pemerintah, dalam hal ini dinas kesehatan mesti memutar otak untuk mengambil langkah yang lebih efisien. Di antaranya saling terhubung antara dokter di daerah dan dokter spesialis dengan pola telekomunikasi atau konsultasi jarak jauh.
Kemudian menjalankan Program Kesehatan Bergerak (PKB), yang mana dinkes bekerja sama dengan IDI setempat untuk mengunjungi beberapa daerah yang tak ada dokter spesialisnya. "Itu salah satu upayanya ya, agar mereka diberikan akses mendapatkan pelayanan spesialis," ucapnya.
Selain itu, dinkes kabupaten/kota juga bekerja sama dengan fakultas kedokteran dokter spesialisnya sudah hampir menyelesaikan pendidikannya supaya mereka didatangkan ke RS di wilayah tersebut.
"Juga ada yang namanya rekomendasi rumah sakit terhadap dokter untuk menempuh pendidikan kembali, agar nanti mereka bisa kembali bekerja di rumah sakit itu," papar Jaya.
Untuk satu ini, ada berbagi kemudahan agar para dokter yang direkomendasikan bisa menempuh pendidikannya kembali. Yakni dengan memanfaatkan beasiswa yang ada di daerah dan dari Kementerian Kesehatan. Kalaupun yang dibiayai oleh pemerintah daerah, syaratnya dokter tersebut sudah berstatus aparatur sipil negara (PNS).
Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yodi Mahendradhata mengatakan, sebagai lembaga pendidikan yang juga melahirkan dokter spesialis, FKKMK UGM telah lama menyelenggarakan beberapa Program Pendidikan Dokter Spesialis. Animo untuk melamar ke program-program tersebut tinggi dan kompetitif.
"Untuk program pendidikan yang eksisting dan menjadi prioritas pemerintah, kuota sedang atau telah kita tingkatkan dengan tetap mengikuti standar-standar yang berlaku. Selain itu kami juga sedang dalam proses untuk membuka beberapa program pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis baru," ujar Yodi.
Yodi juga menyebut UGM bersama dengan beberapa perguruan tinggi lain mendorong pengembangan model Academic Health System (AHS) untuk pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Pendekatan AHS mengintegrasikan perguruan tinggi dengan dinas kesehatan dan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan untuk bersama mengatasi masalah kesehatan setempat, termasuk kebutuhan dokter spesialis.
"Pendekatan AHS ini telah dipayungi oleh Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Di bawah skema ini beberapa perguruan tinggi yang telah lebih dulu mengembangkan AHS mendapat mandat untuk mengkoordinasi perguruan-perguruan tinggi lain berbasis pembagian enam wilayah di Indonesia, untuk mengembangkan AHS di masing-masing wilayah tersebut," kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung, Reihana menjelaskan, terkait upaya pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Lampung, pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai cara di antaranya seperti mengadakan tugas belajar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI), hingga mengusulkan Program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS), dan program Nusantara Sehat.
Termasuk mengadvokasi pihak pemkab membuka formasi PNS, P3K atau tenaga kontrak guna memenuhi kebutuhan dokter spesialis. Tak terkecuali, menguatkan koordinasi dengan universitas penyediaan pendidikan tenaga dokter di Lampung yaitu, Universitas Lampung dan Universitas Malahayati.
"Untuk jumlah ketersediaan dokter spesialis di Lampung, saat ini, ada beberapa dokter yang sedang menempuh pendidikan dan akan kembali ke Provinsi Lampung," imbuh kadinkes.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatra Selatan (Dinkes Sumsel), Trisnawarman, mengatakan, Dinkes Sumsel mencatat kebanyakan dokter spesialis berada di kota Palembang. Pihaknya tak bisa menyalahkan banyak dokter ingin berpraktik di kota besar. Menurutnya, persoalan ini harus ditangkap pemerintah kabupaten dan kota untuk menjaring dokter spesialis.
"Selama ini sebenarnya pemerintah ada program wajib pengabdian dokter spesialis ke daerah-daerah. Pemerintah kabupaten dan kota seharusnya menganggarkan juga insentif kepada para dokter," ujar dia.
Persoalan kurangnya dokter spesialis khususnya di daerah disebabkan banyak faktor, salah satunya insentif yang minim. Menurutnya, seorang dokter spesialis paling tidak mendapatkan insentif minimal Rp25 juta.
"Bisa buat pengumuman, silakan datang ke kota ini ada insentif rumah dinas atau bonus lain. Siapa yang gak mau. Dokter juga gak mau ditelantarkan, mereka menginginkan hidup yang layak," jelas dia.
Apakah kurangnya minat dokter spesialis ikut seleksi CASN berkaitan dengan insentif? Kepala Dinkes Provinsi NTB dr. Lalu Hamzi Fikri mengatakan, insentif dokter spesialis memang belum ada standarnya. Insentif dokter spesialis di masing-masing Pemda berbeda-beda. Untuk Pemprov NTB, pemberian insentif dokter spesialis mengacu pada upah minimum provinsi (UMP).
"Secara nasional, belum ada standar insentif untuk dokter spesialis tetapi kita tetap mengacu pada UMP. Tetapi ada juga inisiatif masing-masing daerah untuk menarik dokter spesialis supaya bisa awet di situ, menyiapkan mobil, rumah dan fasilitas penunjang lainnya," katanya.
Ke depan, lanjut Fikri, pihaknya mendorong putra daerah untuk mengambil program dokter spesialis. Karena sekarang, peluang untuk program dokter spesialis terbuka lebar bahkan ada empat kali bukaan dokter spesialis dalam setahun dari Kementerian Kesehatan.
"Kita sudah sampaikan ke Pemda kabupaten/kota, dorong dokter umum untuk sekolah. Memang butuh waktu lama, ada 5 tahun, 10 tahun untuk fak-fak besar. Tetapi selama menyekolahkan putra daerah pasti mereka akan balik. Ada kabupaten/kota yang membiayai dari APBD untuk putra daerah. Kemudian ada daerah tertentu jumlah finansial yang disiapkan belum sesuai standar hidup layak," ungkapnya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendorong keberadaan dokter spesialis supaya lebih merata di berbagai daerah agar pelayanan kesehatan bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Caranya dengan memperbanyak pendidikan dokter spesialis.
"Kami kerja sama Kedokteran Unhas untuk merencanakan pendidikan spesialis yang banyak, termasuk juga dokter spesialisnya yang untuk penyakit tertentu seperti jantung, kanker dan ginjal," kata Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin, Minggu (8/1/2023).
Untuk mengatasi tidak meratanya sebaran dokter spesialis, Dinkes Sulsel pun mendorong peningkatan jumlah dokter spesialis supaya distribusinya lebih merata hingga ke daerah-daerah. Apalagi saat ini, Kementerian Kesehatan berencana menambah kuota beasiswa kedokteran dan fellowship sebanyak 82 program studi tahun ini.
Menurut Rosmini, hal ini menjadi kabar baik karena bisa menjadi jalan untuk memeratakan layanan spesialistik di semua fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, termasuk di Sulsel.
"Jadi sekarang pemerintah menambah beasiswa, kemudian akan ditambah dosen dan kesiapan RS untuk tempat pendidikan, juga ketika dia pendidikan itu diusahakan di mana dia berikan rekomendasi di situ dia kembali," kata Rosmini.
Rosmini menuturkan, nantinya masing-masing daerah akan membuat rencana untuk penambahan dokter spesialis. Kemudian, daerah menyekolahkan dokter yang ingin mengambil program dokter spesialis.
"Di samping daerah, dicari juga dishare kepeminatan dan disiapkan insentif untuk menarik dokter sepesialis yang berminat supaya jangan berkumpul di tempat tertentu saja," kata Rosmini.