Lampung Tengah, IDN Times - Derap kaki Sutarjo (56) melangkah cepat masuk ke dalam kediamannya sepulang dari sawah, Rabu (11/10/2023) pukul 11.32 WIB. Tanpa beristirahat sejenak di rumah, sejurus kemudian ia mengenakan sepatu boot lalu melangkah ke kandang sapi miliknya. Ada tiga ekor sapi dimilikinya di kandang.
Tangannya sigap mengambil sekop di kandang lalu menyerok kotoran sapi dan dimasukkan ke dalam ember. Tiga kali ia menyerok kotoran sapi tersebut dimasukkan ke dalam ember. Ember itu lalu dibawanya ke mixer indept kemudian dicampur air perbandingannya 1:1.
Tangan Sutarjo bak bergerak lincah mengaduk campuran kotoran sapi dan air berada di mixer indept itu lebih kurang 1 menit hingga berbentuk lumpur. Matanya menatap hasil campuran itu. Setelah dipastikan berbentuk lumpur, selanjutnya dialirkan ke dalam digester.
“Lumpur ini dialirkan ke dalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama keran gas yang ada di atas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada di dalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh,” paparnya kepada IDN Times.
Sutarjo menambahkan, saat proses digester, ia menambah starter sekitar 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, keran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
Ia menyampaikan, pembuangan gas pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54 persen dan CO2 27 persen maka biogas akan menyala.
Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. “Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal,” papar Tarjo sapaan akrab pria ini.
“Gas yang dihasilkan ini langsung kita pakai. Masuk lewat instalasi pipa khusus tersambung ke kompor gas. Saya juga pasang semacam indikator di dinding dapur untuk lihat tekanan gas dan volumenya. Terpenting, jangan sampai nol, jika dirasa mulai berkurang, tinggal diulang saja proses pembuatan biogas dari kotoran ternak. Kalau sekarang proses ini biasanya saya lakukan rutin dua hari sekali,” urainya.