ilustrasi mahasiswa mengerjakan tugas kuliah (pexels.com/keira-burton)
Lebih lanjut Erza menjelaskan, persoalan tengah dihadapi mahasiswa akhir saat ini adalah sistem pemotongan UKT langsung 50 persen berdasarkan pasal 9 Peraturan Kemenristek Dikti. Sebelumnya, lanjut Erza, ada klasifikasi UKT seperti mahasiswa Tugas Akhir pembayarannya hanya 25 persen, namun jika masih ada mata kuliah mengulang, pembayaran UKT 50 persen sesuai SKS.
“Kami memprotes hal itu, tapi jawaban dari birokrat tidak pernah memuaskan karena katanya ada utang piutang, mahasiswanya tidak bisa membayar. Kami mahasiswa di ITERA aja belum pernah merasakan dana cair buat kegiatan. Dana UKM 8 juta dan himpunan mahasiswa 3 juta itu kadang masih ditukar dengan ATK. Padahal kami butuhnya uang buat menjalankan program kegiatan. Jadi kami melakukan subsidi silang, patungan untuk lomba, kalau menang hasilnya buat uang kas dan kegiatan di kampus,” bebernya.
Meski sudah ada program beasiswa kampus menurutnya itu belum mampu menjawab persoalan biaya kuliah tinggi saat ini. Seperti mahasiswa baru mendapatkan KIP namun tetap mendapat UKT tinggi senilai Rp8 juta. Erza mengatakan, seharusnya KIP sudah jelas memiliki keterangan miskin sehingga mahasiswa tersebut membutuhkan pendidikan gratis.
Disayangkan Erza, penerapan UKT tinggi tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas memadai. Ia mencontohkan, labolatorium di jurusannya, di Teknik Geologi, membutuhkan alat berteknologi seperti drone, alat bisa mengukur tanah. Atau jurusan lain Teknik Telekomonunikasi membutuhkan jaringan-jaringan yang sesuai software.
“Bahkan, ruang kelas yang sekarang ini tumpang tindih. Mahasiswa di ITERA kan 17 ribu ditambah mahasiswa baru sekarang 5.500 jadi hampir 23 ribu. Tapi gedung kuliah tumpang tindih. UKT besar tapi belum bisa terserap untuk memfasilitasi gedung kuliah. Kualitas dari sumber daya manusia serta prodinya harus diperbesar bukan hanya ngambil perekrutan banyak saja,” ujarnya.
Erza berharap, pihak kampus mendengar aspirasi mahasiswa mengkritisi UKT semakin tinggi. Selain itu menurutnya perlu konsolidasi antar mahasiswa sleuruh Indonesia untuk membicarakan terkait kenaikan UKT saat ini. Sebab, kondisi tersebut juga dirasakan oleh mahasiswa dari kampus lain di Indonesia.