Bandar Lampung, IDN Times – Secangkir kopi hitam di meja diseruput Rendy Mahardika (34) sebelum memulai cerita tentang warna-warni CPNS 2024 dilaluinya. Mulai dari pengumuman kelulusan, hingga hiruk pikuk penundaan pengangkatan. Baginya, makna CPNS 2024 adalah bahagia tapi getir.
Pria berkacamata ini bercerita, saat pengumuman kelulusan peserta CPNS Januari 2025 lalu, ia dan keluarga merasakan kebahagiaan. Itu lantaran Rendy lulus sebagai CPNS kementerian untuk mengisi kekosongan formasi di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
“Campur aduk saat itu (pengumuman kelulusan CPNS). Gak nyangka diterima tapi gak nyangka juga lokasinya jauh di Sorong. Yang jelas saat itu semua diserahkan kepada keluarga,” ujarnya, Jumat (11/4/2025).
Berbekal sukacita diterima CPNS, pria sebelumnya berprofesi sebagai jurnalis ini mengaku berani mengambil keputusan resign dari pekerjaan sebelumnya di perusahaan media lokal per akhir Januari 2025. Pengunduran diri lebih cepat dilakukan Rendy bukan tanpa alasan. Sebab, ia berniat mempersiapkan diri untuk pengangkatan CPNS lantaran lokasi formasi di Sorong.
Nahas, keputusan penundaan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2024 sempat ramai dan menuai polemik berdampak signifikan bagi Rendy, khususnya dari sisi pemasukan demi bertahan hidup. "Sempat merasa kecewa, karena di Februari kemarin tiba-tiba diundur untuk pengangkatan CPNS di Oktober 2025. Apalagi saya pribadi sudah terlanjur resign dari awal tahun, ya awalnya pasrah mau bagaimana lagi cuma bisa mengikuti aturan yang ada," ujarnya.
Tak mengira kebijakan pemerintah akan membuatnya sesaat menjadi pengangguran, ia dan istri demi bertahan hidup terpaksa menggunakan uang tabungan yang semula direncanakan bakal dipakai untuk bertolak ke Kota Sorong. "Setelah resign di Januari sehabis pengumuman, tapi tiba-tiba mau diundur jelas rasanya berat ditambah kemarin bersamaan mau masuk bulan ramadan," katanya.
Tak tinggal diam, Rendy memutuskan menghadap pimpinan tempat bekerja sebelumnya. Beruntung, perusahaan bisa memahami dan kembali menerimanya bekerja atas dasar pertimbangan lama pengabdian terhitung sudah mencapai 11 tahun. "Walaupun bukan di posisi kemarin karena sudah ada yang akan mengisinya, tapi bersyukurnya perusahaan paham. Jadi ini masih boleh lanjut kerja sampai sebelum pergi ke Sorong, alhamdulillah gaji sama THR kemarin juga tetap dapat," lanjut dia.
Kegalauan itu kini diakui Rendy sudah terobati, seiring keputusan Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) mengumumkan pengangkatan CPNS paling lambat Juni 2025 dari sebelumnya baru akan terealisasi pada Oktober 2025 mendatang. Selain itu, ia turut menginformasikan kementerian menaunginya nanti sudah menyatakan tetap mengikuti pengangkatan sesuai jadwal pengangkatan awal.
Sehingga dari informasi diterima hingga hari ini ia dan rekan-rekan sejawat dimintai mulai bekerja pada Mei 2025. "Jadi proses terbaru sekarang masih nunggu jadwal tanda tangan SK (surat keputusan), karena Mei diminta sudah masuk kerja. Alhamdulillah sampai hari ini belum ada perubahan," katanya.
Meski kepastian jadwal pengangkatan tinggal menunggu waktu, kini pikiran Rendy sedang berkecamuk dibayangi sederetan pertanyaan ihwal lokasi penempatannya nanti. Sebab, sampai hari ini diakui Kota Sorong merupakan wilayah yang asing, bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya akan mengunjungi atau sekadar menginjakan kaki di Tanah Papua. Hingga saat ini, ia masih terus mencari dan mengumpulkan informasi-informasi mengenai medan pengabdiannya nanti sebagai ASN. Segala cara dilakukan mulai dari berkirim pesan dengan sesama CPNS lainnya, hingga menelusuri via internet semisal lokasi tempat tinggal sampai urusan tiket penerbangan.
"Kalau informasi awal sudah dapat, seperti tiket pesawat promo paling murah hari biasa sekitar 2,8 juta, tapi kalau hari libur panjang ini bisa tembus minal 3,9 juta. Sementara kosan kosongan di Sorong paling murah 700 ribu, jarak tempuh ke kantor katanya sekitar 10 Km," imbuh Rendy.
Di masa awal-awal, ia berencana akan bertolak sendiri lebih dulu ke Kota Sorong untuk memastikan lokasi tempat tinggal dan lain-lain, sebelum nantinya sang istri ikut menyusul ke kota setempat. "Kalau dibilang berat, ya pasti, pertama karena bakal ninggalin keluarga di Lampung. Tapi kalau saya pribadi, jalan pengabdian ini salah satunya untuk memperbaiki ekonomi untuk keluarga. Ya mungkin kalau dibilang penting, ya penting semua demi keluarga," tambahnya.