Bandar Lampung, IDN Times - Menteri keuangan Sri Mulyani dan sejumlah lembaga internasional Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional hingga Bank Pembangunan Asia memperingatkan risiko terjadinya krisis keuangan serta resesi global pada 2023. Menurut Sri Mulyani, inflasi sudah melambung tinggi sehingga diprakirakan tahun depan negara-negara maju mengalami resesi.
Inflasi di negara-negara maju sebelumnya menurut Sri Mulyani selalu single digit atau mendekati 0% dalam 40 tahun terakhir. Kini melonjak double digit bahkan inflasi di Turki mencapai 80,2 persen dan di Argentina mencapai 78,5 persen.
Tingginya inflasi tersebut mendorong respons kebijakan moneter terutama Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Eropa lain dengan sangat agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan dan arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara emerging.
Menurut Kepala Peneliti Ekonomi CURS Lampung, Erwin Oktavianto, pernyataan resesi tersebut memang lebih pada aspek global dan nasional. Erwin mengatakan, pada dasarnya kecenderungan pertumbuhan ekonomi, harga-harga pangan, dan harga energi semakin lama semakin naik.
“Ini sangat global dan sumber permasalahannya memang di seluruh dunia terjadi. Seperti misalnya di Inggris itu inflasinya sudah sangat tinggi. Di Amerika Serikat sudah mencapai angka 8 persen. Artinya melihat kondisi global saat ini tentu nantinya akan berpengaruh pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Ini yang kita khawatirkan,” kata Erwin kepada IDN Times, Sabtu (1/10/2022).