Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Gaya Penyelesaian Konflik Hubungan Asmara Wajib Kamu Tahu

ilustrasi zodiak paling sering apes dalam percintaan (pexels.com/alena darmel)
Intinya sih...
  • Keterampilan menyelesaikan konflik penting dalam hubungan
  • Gaya penyelesaian konflik Thomas-Kilmann: competing, avoiding, collaborating, accommodating, compromising
  • Competing dan avoiding kurang andal, collaborating memperlakukan konflik sebagai "kita versus masalah", accommodating hanya menyelesaikan masalah bagi pihak yang kebutuhannya terakomodasi, compromising adalah jalan tengah antara dua sisi yang berlawanan.

Dalam sebuah hubungan, konflik memang kerap terjadi dan ini menjadi sesuatu yang normal. Akan tetapi yang paling penting bagi setiap pasangan adalah, mengetahui cara menyelesaikan konflik yang ada.

Dilansir laman Verywell Mind, instrumen mode konflik Thomas-Kilmann (tki), menjadi salah satu model manajemen konflik yang paling banyak digunakan. Keterampilan penyelesaian konflik yang lebih baik dapat meningkatkan hubungan setiap pasangan.

Jadi, penting untuk mempelajari dan mengidentifikasi lima gaya penyelesaian konflik di artikel ini yakni, competing, avoiding, collaborating, accommodating, dan compromising. Berikut lima gaya penyelesaian konflik menurut Thomas-Kilmann yang perlu diketahui. Simak lebih lanjut, yuk!

1. Competing

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

Gaya ini mendekati konflik seolah-olah itu adalah pertempuran kehendak. Konflik ini ditandai satu pihak harus menang dan satu pihak harus kalah.

Gaya penyelsaian konflik seperti ini, tentu kurang bisa diandalkan untuk memecahkan masalah. Dampaknya pada hubungan tidak bisa dispelekan.

Akhirnya, hal ini dapat mengikis rasa 'saling' pada hubungan sebagai pasangan. Mereka yang menerapkan gaya ini justru semakin melihat satu sama lain sebagai rival. Mereka akan bersaing untuk bisa menjadi yang paling berhak memegang kontrol atas hubungan tersebut.

2. Avoiding

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Vera Arsic)

Gaya ini juga gak kalah menyumbang dampak negatif pada hubungan. Pasangan yang menerapkan gaya ini dalam mengelola konflik akan mencoba untuk berpura-pura konflik itu tidak pernah ada.

Penghindaran biasanya dilakukan karena takut konflik itu bisa melukai atau bahkan mengakhiri hubungan. Tapi itu bukan solusi jangka panjang karena kamu tidak dapat memecahkan masalah jika terus menolak untuk menghadapinya.

Hal ini juga dapat mengikis rasa cinta dalam hubungan karena masalah yang belum terselesaikan, membuat hubungan menjadi tegang dan menjadi lebih sulit untuk diabaikan. Menghindari sebuah masalah hanya ibarat menabung bom waktu, ia akan meledak suatu saat dan kamu mungkin terlambat menyadari, betapa pentingnya untuk mengomunikasikan konflik yang terjadi sesegera mungkin.

3. Collaborating

ilustrasi berdiskusi (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Pasangan yang menerapkan gaya collaborating memperlakukan konflik sebagai situasi "kita versus masalah". Alih-alih bersaing satu sama lain, mereka bekerja sebagai tim untuk mencari solusi. Dengan gaya ini kedua belah pihak bisa menang.

Gaya ini cukup jitu dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dengan hasil terbaik. Akan tetapi, cara ini juga membutuhkan energi, kesabaran, dan empati yang tinggi.

Terutama ketika masalah tidak memiliki win-win solution yang jelas. Meskipun begitu setipa pasangan patut mengusahakan penyelesaian konflik dengan cara ini, ya!

4. Accommodating

ilustrasi miskomunikasi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Dalam sebuah hubungan, salah satu pihak akan memilih untuk mengabaikan kebutuhan atau kekhawatiran mereka sendiri demi menjaga perdamaian. Dalam arti lain salah satu pihak akan berusaha mengalah.

Untuk masalah yang relatif kecil, seperti apa yang akan dilakukan bersama di akhir pekan, mungkin cara ini masih bisa diterapkan dengan baik-baik saja. Namun untuk masalah yang lebih besar, gaya ini bukan solusi jangka panjang.

Hal ini dikarenakan gaya accommodating hanya menyelesaikan masalah bagi pihak yang kebutuhannya terakomodasi. Sedangkan pihak yang berakomodatif masih akan merasa seperti masalah ini belum diselesaikan. Dengan skenario semacam ini, jika terus berulang dalam jangka waktu yang lama, tentu bisa menimbulkan banyak masalah lainnya.

5. Compromising

ilustrasi berargumen (pexels.com/Mikhail Nilov)

Gaya compromising adalah jalan tengah antara dua sisi yang berlawanan. Gaya ini masih memposisikan pihak lain sebagai pesaing. Meski keduanya bersaing, tetapi mereka berjuang bukan untuk jadi pemenangnya.

Gaya ini memungkinkan mereka untuk saling menegosiasikan solusi yang dapat diterima oleh keduanya. Daripada disebut win-win solution, gaya ini lebih sering menunjukkan hasil akhir yang imbang di mana kamu dan pasangan bisa merasa adil dan impas.

Untuk masalah rumit di mana tidak ada win-win solution, kompromi adalah alternatif yang baik. Tetapi ketika pasangan terlalu bergantung pada kompromi, kedua pihak mungkin akan merasa jadi pihak yang paling banyak berkorban demi hubungan. Tentu kompromi bisa jadi solusi di beberapa situasi, jangan lupa untuk menerapkan gaya collaborating di permasalahan lainnya.

Demi menjaga sebuah hubungan agar bisa bertahan lama dan harmonis, juga perlu tahu ilmunya. Setelah mengetahui beberapa gaya penyelesaian konflik di atas, jadi tahu mana yang perlu diusahakan untuk bisa diterapkan dalam hubungan. Perlu untuk menjadi tidak egois dan berhenti memandang pasangan sebagai saingan. Tidak perlu saling mengalahkan, dalam hubungan perasaan saling dan setara adalah sebuah keharusan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us