Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi nyesel setelah kehilangan (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi nyesel setelah kehilangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya sih...

  • Manusia sering merasa sesuatu biasa hingga kehilangan, baru menyadari nilai dan pentingnya
  • FOMO membuat orang sibuk mengejar hal kurang berarti, lupa memanfaatkan peluang yang lebih berharga
  • Kebiasaan hidup dalam rutinitas tanpa mensyukuri waktu dan hal-hal penting, akhirnya menyesal setelah kehilangan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ada banyak hal di dunia ini sering dianggap sepele sampai akhirnya hilang dan bikin penyesalan. Sayangnya, kebiasaan manusia itu memang seringnya baru sadar setelah sesuatu pergi, entah itu kesempatan, hubungan, atau hal-hal kecil yang sebenarnya punya makna besar.

Gak jarang, setelah kehilangan, baru deh muncul penyesalan. Penyesalan itu hampir selalu datang belakangan, karena sebelumnya kita merasa semuanya akan tetap ada di tempatnya.

Ini bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan, baik dalam pekerjaan, hubungan pertemanan, hingga peluang besar yang terbuang sia-sia. Makanya, penting banget buat menyadari nilai sesuatu sebelum terlambat. Tapi kenapa sih kebanyakan orang baru nyesel setelah kehilangan? Ini dia beberapa alasannya.

1. Terlalu merasa nyaman dan menganggap remeh

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Trinity Kubassek)

Ketika sesuatu sudah ada dalam hidup dalam waktu lama, manusia cenderung terbiasa dan menganggapnya sebagai hal yang biasa. Misalnya, dalam hubungan pertemanan atau percintaan, sering kali seseorang merasa bahwa orang yang dekat dengannya akan selalu ada.

Karena terbiasa menerima kehadiran seseorang, jadi lupa buat benar-benar menghargai dan menjaga. Baru setelah mereka pergi, terasa ada yang hilang, dan mulai menyadari betapa pentingnya kehadiran mereka.

Hal ini juga berlaku dalam dunia kerja atau kesempatan yang datang dalam hidup. Saat ada peluang bagus, sering kali kita menunda-nunda atau kurang serius memanfaatkannya. Baru setelah kehilangan kesempatan itu, kita sadar kalau ternyata hal tersebut sangat berharga. Sayangnya, kesadaran itu muncul ketika semuanya udah terlambat dan gak bisa diulang lagi.

2. FOMO (fear of missing out) yang salah arah

ilustrasi FOMO (pexels.com/Ron Lach)

Banyak orang terjebak dalam FOMO, tapi ironisnya bukan FOMO yang bikin mereka produktif atau berkembang, melainkan FOMO yang malah bikin mereka sibuk mengejar hal yang kurang berarti. Misalnya, ada yang lebih memilih ikut tren atau sibuk mengejar validasi sosial daripada menjaga hubungan atau peluang yang sudah ada di depan mata.

Mereka baru sadar kalau apa yang dikejar itu gak sebanding dengan yang telah ditinggalkan. Padahal, kalau FOMO bisa diarahkan ke hal yang positif, lho.  Misalnya FOMO belajar skill baru, FOMO investasi waktu buat kesehatan mental, atau FOMO menjaga relasi yang baik, hasilnya bisa jauh lebih baik.

Sayangnya, kebanyakan orang baru ngeh soal ini setelah mereka kehilangan sesuatu yang sebenarnya lebih berharga daripada yang mereka kejar.

3. Gak menyadari nilai sesuatu sebelum mengalami kehilangan

ilustrasi kehilangan (pexels.com/cottonbro studio)

Manusia punya kebiasaan melihat sesuatu sebagai hal yang biasa sampai kehilangan itu terjadi. Misalnya, kesehatan. Selama tubuh masih sehat, banyak yang mengabaikan pola hidup sehat dan makan sembarangan.

Baru setelah sakit, mereka menyesali kenapa gak mulai hidup sehat dari dulu. Begitu juga dengan keluarga atau teman dekat, sering kali mereka diabaikan sampai akhirnya jauh atau bahkan pergi selamanya.

Hal ini juga sering terjadi dalam dunia kerja. Banyak orang menganggap pekerjaan mereka biasa-biasa aja, tapi baru sadar betapa berharganya setelah kehilangan posisi itu atau setelah pindah ke tempat lain yang ternyata lebih buruk. Kesadaran ini sering datang telat, dan yang tersisa hanya penyesalan.

4. Terjebak dalam rutinitas dan lupa berhenti sejenak

ilustrasi terjebak dalam rutinitas (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Banyak orang hidup dalam mode autopilot, terjebak dalam rutinitas harian tanpa benar-benar menikmati atau mensyukuri apa yang mereka miliki. Bangun pagi, kerja, pulang, istirahat, lalu ulangi lagi keesokan harinya.

Karena sibuk dengan keseharian, kita jadi lupa meluangkan waktu buat hal-hal yang sebenarnya penting. Baru setelah kehilangan, kita sadar betapa berharganya waktu yang dulu dimiliki.

Sama seperti seseorang yang terlalu sibuk bekerja sampai lupa menjaga kesehatan atau meluangkan waktu buat keluarga. Begitu sakit atau kehilangan momen berharga, baru muncul rasa menyesal. Padahal, kalau sejak awal lebih sadar dan bisa mengatur waktu dengan baik, penyesalan ini bisa dihindari.

5. Takut mengambil langkah besar dan baru sadar setelah terlambat

ilustrasi menyesal (pexels.com/Ron Lach)

Banyak orang yang terlalu lama menunda sesuatu karena takut mengambil risiko. Mau resign dari kerjaan tapi ragu, mau mulai usaha sendiri tapi takut gagal, mau confess ke gebetan tapi kebanyakan mikir. Akhirnya, kesempatan itu hilang, dan penyesalan datang belakangan.

Banyak cerita tentang orang yang menyesali keputusan mereka karena terlalu lama ragu, dan akhirnya kesempatan emas itu sudah diambil orang lain atau gak bisa didapat lagi. Sikap terlalu berhati-hati atau takut keluar dari zona nyaman kadang bikin kita kehilangan hal-hal besar yang seharusnya bisa diraih. Baru setelah terlambat, kita menyadari mengambil langkah besar itu gak semenakutkan yang dibayangkan, dan yang lebih menakutkan justru adalah penyesalan karena gak pernah mencoba.

Penyesalan setelah kehilangan itu adalah hal yang lumrah, tapi bukan berarti gak bisa dihindari. Kesadaran untuk lebih menghargai hal-hal yang ada di sekitar, memanfaatkan peluang dengan baik, dan berani mengambil langkah besar adalah cara terbaik untuk menghindari rasa sesal di kemudian hari. Jangan sampai baru sadar setelah semuanya terlambat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team