Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12

Asal muasal dari Kerajaan Skala Brak

Bandar Lampung, IDN Times - Keberadaan masyarakat adat di Indonesia merupakan suatu fakta tidak terbantahkan. Sama halnya di Provinsi Lampung, perkembangan zaman pada era globalisasi tidak akan pernah mampu memengaruhi eksistensinya di provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai ini.

Masyarakat adat Lampung disebut-sebut sudah ada sejak abad ke-12 SM. Mereka diketahui terbagi dalam dua kelompok adat besar yaitu, Masyarakat Adat Pepadun dan Saibatin.

Layaknya masyarakat adat, kedua kelompok tersebut memiliki sejarah panjang dan kaya akan keunikannya masing-masing. Berikut IDN Times bagikan rangkuman ulasannya.

1. Ada sejak abad ke-12 SM, penyebaran masyarakat adat Lampung dimulai dari Kerajaan Skala Brak

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12Masyarakat adat Lampung. (Instagram/@opan_so)

Wakil Sekretaris Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Provinsi Lampung, Humaidi Elhudri mengatakan, masyarakat adat Lampung diyakini berasal dari Provinsi Lampung bagian barat yang penyebarannya bermula dari Kerajaan Skala Brak. Itu dibuktikan melalui konstruksi, alat-alat kebesaran kerajaan, upacara, dan seni tradisi hingga kini kelestariannya masih terjaga.

Pusat kerajaan dulu mencakup daerah pegunungan di lereng Gunung Pesagi di daerah Liwa, atau kini berada di seputar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau, dan Kecamatan Belakangan Bukit tersebut akhirnya menyebar ke daerah seluruh penjuru provinsi.

"Masyarakat Lampung ini sudah sangat lama, bisa dikatakan mulai dari sekitar abad ke-12 atau ke-13. Ini semua dimulai dari Skala Brak dan baru mulai menyebar sampai akhir terbagi dua, Pepadun dan Saibatin," katanya, kepada IDN Times, Jumat (8/4/2022).

Menurutnya, kedua kelompok adat besar tersebut sudah ada sejak dahulu kala dan menjadi warisan dari para leluhur masyarakat Lampung. "Meski terbagi dua kelompok, tapi masyarakat adat ini tetap hidup berdampingan dan tetap satu, masyarakat Lampung," sambung dia.

2. Kedudukan adat tertinggi bagi masyarakat Pepadun pada anak laki-laki tertua

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12Masyarakat adat Lampung. (Instagram/@shinecinema_production)

Lebih lanjut Humaidi menjelaskan, masyarakat adat Lampung Pepadun dahulu mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya, mereka berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian).

Menurutnya, kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi berlangsung dalam masyarakat secara turun-temurun. Selain itu, mereka juga dikenal menganut sistem kekerabatan patrilineal, artinya mengikuti garis keturunan bapak.

"Kalau Pepadun dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua disebut Penyimbang," katanya

Humaidi juga menyampaikan, gelar Penyimbang sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. "Status kepemimpinan adat ini diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang dan seperti itu seterusnya," sambung dia.

Baca Juga: Mengenal Rumah Adat Lampung Lamban Pesagi, Tangga dan Kamar Sarat Makna

3. Perangkat adat Saibatin memiliki ciri khas khusus

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12Masyarakat adat Lampung. (Instagram/@endangguntorocanggu)

Humaidi juga menyampingkan, masyarakat aday Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis, serta status sosial tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Pasalnya, setiap orang memiliki peluang memiliki status sosial tertentu, itu selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun.

"Masyarakat Pepadun ini awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun," katanya.

Masyarakat Saibatin atau disebut juga masyarakat Peminggir menganut sistem kekerabatan patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah. Meski demikian, Suku Saibatin memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi.

"Hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi kepemimpinan. Suku Saibatin cenderung punya kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan. Tidak seperti Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu dapat mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat," lanjutnya.

Ciri lainnya dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Suku Saibatin memiliki tujuh lekuk/pucuk atau sigokh lekuk pitu.

"Ini melambangkan tujuh adoq, yaitu suttan, raja jukuan/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas. Wilayah persebaran Saibatin mencakup Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Tanggamus, dan Lampung Barat atau daerah pesisir Lampung," tambah Humaidi.

4. Lima falsafah pegangan hidup masyarakat adat Lampung

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12Wakil Sekretaris Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Provinsi Lampung, Humaidi Elhudri.(IDN Times/Istimewa)

Meski tidak memiliki perbedaan mencolok seperti masyarakat adat atau masyarakat umum lainnya, namun Humaidi mengatakan, Masyarakat Adat Lampung baik dari kelompok Pepadun maupun Saibatin, mereka memiliki pegangan falsafah adat budaya yang membedakannya dalam menjalin kehidupan.

Falsafah tersebut terbagi menjadi lima yaitu, bejuluk beadek (bergelar), nemui nyimah (saling bersilahturahmi), nengah nyampur (sosialisasi pergaulan), sakai sembayang (gotong royong), dan piil pesenggiri (prinsip hidup).

"Kalau empat hal pertama kita sebagai makhluk sosial hidup di tengah-tengah masyarakat, baik adat ataupun umum dilaksanakan itulah yang dikatakan piil orang Lampung. Jadi hidup kita harus berguna untuk lingkungan, masyarakat, dan keluarga," terang dia.

5. Masyarakat adat Lampung harapkan perhatian lebih dari pemerintah daerah

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12Masyarakat adat Lampung. (Instagram/@fadlan_indonesia)

Di tengah laju perkembangan zaman, Humaidi tak menampik teramat penting untuk melestarikan adat istiadat Lampung. Itu semua guna mengenalkan mewarisan leluhur kepada para calon generasi muda yang mulai bias terhadap urusan manyangkut adat.

Meski demikian, dirinya mengaku sangat bersyukur ditengah gempuran kemajuan zaman, populasi masyarakat adat Lampung tergolong masih sangat banyak dan rata-rata mereka di daerah masing-masing masih melestarikan dan mengedepankan adat Lampung dalam berbagai urusan.

"Kita sebagai masyarakat adat harus ditanamkan betul-betul ke generasi berikutnya, supaya mereka bisa tetap memahami dan mencintai adat istiadat Lampung," katanya.

Oleh karena itu, ia pun berharap agar pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan keberadaan masyarakat adat Lampung dan bisa memberikan dukungan nyata kepada para pelestari adat Lampung. "Dukungan itu penting baik itu moril dan nonmoril seperti finansial, karena tidak bisa dipungkiri setiap kegiatan pasti berurusan dengan pendanaan," tanda pria bergelar Sutan Kanjeng Sunan Agung.

6. Masyarakat adat Lampung perlu mendapat payung hukum adat secara legal

Masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin, Sudah Ada Sejak Abad 12kompasiana

Dwi Putri Melati akademisi pemerhati adat Lampung juga mengamini, eksistensi masyarakat setempat masih amat terasa kental. Sebagai contoh, setiap keturunan suku Lampung hendak melangsungkan perkawinan, umumnya hingga hari ini masih mengedepankan adat istiadat.

Selain itu, beberapa daerah juga masih menerapkan hukum pidana adat yang diselesaikan dengan metode musyawarah antara masyarakat Lampung. Itu dikenal dengan sebutan Sidang Perwatin.

"Masyarakat Saibatin dan Perpadun jelas masih ada. Mereka juga sebagai ada yang masih menyelesaikan permasalahan dengan azaz musyawarah sesuai dengan filsafah masyarakat Lampung," kata Kepala Prodi Magister Hukum Universitas Saburai tersebut.

Dwi juga mendorong agar pemerintah daerah bisa memberikan payung hukum kepada masyarakat adat Lampung. Ini disebut sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian masyarakat adat Lampung.

"Masih banyak aparat penegak hukum yang menganggap di Lampung tidak ada hukum pidana adatnya. Ini dikarenakan ketidakadaan payung hukum yang legal," tandasnya.

Baca Juga: Pegiat Literasi Lampung: Antusias Anak Membaca Tinggi tapi Akses Kurang

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya