Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah Penghabisan

Simbol perlawanan dan pengorbanan

Intinya Sih...

  • Indonesia akan segera berulang tahun ke-79
  • Lampung memiliki pahlawan daerah simbol perlawanan dan pengorbanan
  • KH Ahmad Hanafiah, Raden Inten II, Gele Harun, Pangeran Purba Jaya, dan Pangeran Dalom Merah Dani adalah pahlawan asal Lampung yang berjuang melawan penjajah

Bandar Lampung, IDN Times - Indonesia akan segera berulang tahun ke-79. Setiap daerah di seluruh Indonesia memiliki pahlawannya sendiri dalam usaha mempertahankan daerahnya dari penjajahan bangsa asing.

Lampung juga memiliki sederet daftar nama pahlawan daerah. Mereka adalah simbol perlawanan dan pengorbanan, dengan gagah berani berdiri di garis depan demi kemerdekaan keutuhan wilayah dan daerah Lampung dari serangan bangsa asing.

Tak lupa juga, mari kita kenang dan hormati perjuangan mereka telah membuka jalan bagi kemerdekaan kita nikmati hari ini. Bersama-sama, mari warisi semangat juang mereka dan lanjutkan perjuangan untuk membangun Indonesia lebih baik.

Berikut IDN Times rangkum 5 pahlawan asal Lampung berjuang melawan penjajah.

1. KH Ahmad Hanafiah

Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah Penghabisaninstagram/lampungtimur

KH Ahmad Hanafiah adalah seorang ulama dan pahlawan nasional dari Lampung. KH Ahmad Hanafiah lahir pada 1905 di Kecamatan Sukadana.

Ayahnya adalah seorang pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah, pesantren pertama di Karesidenan Lampung. KH Ahmad Hanafiah merupakan salah satu penggagas Laskar Hizbullah.

Ia dikenal karena kegigihannya dalam perjuangan melawan penjajah di wilayah Lampung dan Sumatra Selatan. Selain sebagai tokoh agama, ia aktif dalam berbagai organisasi dan memiliki pengaruh besar di bidang politik dan militer.

Sebagai ulama, KH Ahmad Hanafiah dikenal melalui karya-karya tulisnya seperti kitab Al-Hujjah dan tafsir Ad-Dohri. Selain itu, KH Ahmad Hanafiah juga dikenal sebagai sosok memiliki kepedulian besar pada masyarakat.

Ia memiliki upaya untuk meningkatkan perekonomian dan teknologi pertanian setempat. Dalam perjuangan melawan penjajah, ia memimpin pasukan Laskar Hizbullah dikenal karena keberanian dan keahliannya dalam menggunakan golok.

KH Ahmad Hanafiah turut berjuang dalam pertempuran melawan Belanda pada tahun 1947 di daerah Baturaja, Sumatera Selatan. Sayangnya, ia akhirnya ditangkap oleh tentara Belanda, dimasukkan ke dalam karung, dan ditenggelamkan di sungai Ogan.

Hingga kini, makamnya tidak diketahui, dan ia dihormati sebagai pahlawan yang gugur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 2023, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Ida Dewa Agung Jambe, Bataha Santiago, M Tabrani, Ratu Kalinyamat dan Abdul Chalim.

2. Radin Inten II

Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah PenghabisanWeb/humas polri

Raden Inten II lahir di Lampung pada akhir abad ke-19 tepatnya pada 1 Januari 1834 dalam keluarga bangsawan. Radin Intan II adalah putra tunggal Radin Imba II (28-34). Radin Imba II putra sulung Radin Intan I gelar Dalam Ratu Kesumam

Dengan demikian, Radin Inten II cucu dari Radin Inten I. Sebagai keturunan dari keluarga berpengaruh besar di daerahnya, Radin Inten II tumbuh dengan pemahaman mendalam mengenai adat istiadat dan hak-hak masyarakat Lampung. Pendidikan dan latar belakangnya mempersiapkannya untuk menjadi seorang pemimpin berani dan berdedikasi.

Ketika masih berusia 16 tahun, Radin Inten II disumpah untuk menjadi ratu di Lampung pada 1850. Setelah menjabat sebagai ratu, Raden Intan pun dibujuk Belanda bahwa dirinya akan diampuni dan disekolahkan. 

Namun, bujukan tersebut ditolak oleh Radin Inten.  Akibatnya, tahun 1851, Belanda mengirim pasukan sekitar 400 orang untuk merebut benteng pasukan Radin Inten II di Merambung. 

Melihat serangan tersebut, Inten mengerahkan perlawanan dengan dibantu oleh beberapa daerah lain, seperti Banten. Radin Inten II memperkuat benteng-benteng dan membentuk benteng baru. Dari setiap serangan dilakukan Belanda, Radin Inten II selalu berhasil mengalahkan mereka.  Sampai akhirnya, Belanda dan Raden Inten II membuat perjanjian untuk tidak lagi saling menyerang. Namun, perjanjian itu hanya menjadi sebuah taktik Belanda untuk melancarkan serangan-serangan besar terhadap Lampung. 

Belanda melakukan penyerangan besar tahun 1856 dipimpin oleh Kolonel Welson. Pada akhirnya, dalam serangan besar ini, Raden Inten II gugur di tangan Belanda disebabkan oleh kekurangan senjata dan kalah jumlah Raden Inten II wafat pada 5 Oktober 1856 di usia 22 tahun. Jasad Raden Inten II ditemukan di luka lebam dan darah disekujur tubuhnya karena ia dikeroyok oleh pasukan Belanda. Berkat jasa-jasanya, Raden Inten II dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No 082 Tahun 1986 pada 23 Oktober 1986.

Baca Juga: 5 Novel tentang Perjuangan Indonesia Rebut Kemerdekaan, Sudah Tabu?

3. Gele Harun Nasution

Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah Penghabisansumber/wikipedia

Gele Harun lahir di Sibolga, 6 Desember 1910. Meski berdarah Batak, Gele Harun sudah tidak asing lagi dengan Lampung sebab ayahnya, Harun Al-Rasyid Nasution merupakan seorang dokter sejak dahulu, telah menetap dan memiliki tanah sangat luas di Tanjungkarang Timur.

Pada 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, Sumatera Selatan 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Dengan adanya ultimatum dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus van Mook, mengharuskan seluruh tentara Indonesia termasuk hakim militer angkat kaki dari Palembang, Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948.

Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi. Baru sebentar bertugas, pada 18 Januari 1949, Gele Harun terpaksa memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang.

Hal ini dilakukan karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu. Serangan Belanda begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Desa Sukaraja Way Tenong, Lampung Barat.

Saat di Waytenong, Gele Harun tinggal di kediaman Pesirah Sedamit sementara pasukannya tinggal di Desa Mutar Alam. Selama 6 bulan, Gele Harun mengendalikan keresidenan di Way Tenong . Di Bantu oleh masyarakat Way Tenong Gele Harun terus Berjuang melawan Belanda.

Belanda menggempur wilayah Way Tenong secara bertubi tubi Bom berjatuhan Di desa Mutar Alam, Tanjung Raya dan Sukananti, kondisi ini menyebabkan sulitnya pasokan obat-obatan hal ini menyebabkan putri Gele Harun Herlinawati meninggal dunia saat berusia delapan bulan. Jasadnya dimakamkan di TPU Desa Sukaraja Way Tenong.

Gele Harun dan pasukannya keluar dari Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Sekembalinya ke Tanjungkarang, ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950. Lalu ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung "definitif" pada 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955.

Selain berjuang melawan penjajah, Gele Harun berperan dalam pembentukan Lampung sebagai provinsi. Gele Harun sempat menjadi anggota Dewan Konstituante pada 1956 hingga 1959 dan anggota DPR-GR/MPRS dari fraksi PNI periode 1965-1968. Selepas itu, dia kembali pada profesi lamanya, yakni sebagai advokat.

Profesi pengacara itu ditekuninya hingga mengembuskan napas terakhir pada 4 April 1973. Gele Harun wafat di usia 62 tahun. Jasadnya dimakamkan di TPU Kebonjahe, Enggal, Bandar Lampung. Berkat jasa-jasanya, Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Daerah Lampung pada 10 November 2015.

4. Pangeran Purba Jaya

Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah Penghabisanilustrasi bendera merah putih (unsplash.com/Leonardus Bima S. Laiyanan)

Pangeran Purba Jaya atau bergelar Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala. Ia lahir 12 Oktober 1853 di Desa Nehmeh, Lampung.

Ia merupakan seorang Sultan Sekala Brak bertahta sejak 1789 hingga 1869. Pada 1 Juli 1982, Purba Jaya mendapat anugerah Sandang Mardaheka dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr G Isaac Bruce. 

Sandang Mardaheka diberikan karena jasa besar Pangeran Purba Jaya berhasil memadamkan kerusuhan di Muko Muko Bengkulu dan Pasemah Lebar. Suatu waktu, ada seorang pejabat Belanda tengah berkunjung ke Liwa dengan meniti kuda.

Semua Pasirah dan pemimpin adat diminta untuk datang menghadap mereka. Dihadapan pejabat Belanda tersebut, semua Pasirah dan pemimpin adat turun dan memberi salam kepada sang pejabat Belanda, kecuali Purba Jaya.

Ia tetap dengan gagah duduk di atas pelana kuda putihnya. Alasannya karena ia telah menyandang gelar Sandang Mahardeka dan Pangeran, bukan lagi Pasirah atau kepala adat.

Akibatnya, pertempuran terjadi antara Purba Jaya dengan Belanda. Pada saat inilah rumpun bambu di Desa Kerang Batu Brak, Lampung Barat, diberlakukan ordonasi disebut Vrdonasi van Kerang, karena selalu diambil oleh masyarakat sebagai senjata perang. Dalam pertempuran ini, Purba Jaya dengan sangat rela mengambil risiko atas dirinya demi menyelamatkan rakyatnya.  Karena jasa tersebut, Pangeran Purba Jaya pun diberi gelar Pahlawan Nasional.

5. Pangeran Dalom Merah Dani

Potret Pahlawan Asal Lampung, Berjuang hingga Titik Darah PenghabisanIlustrasi perlawanan Jepang (google.com/PETA Blitar)

Pangeran Dalom Merah Dani adalah Sultan Sekala Brak. Ia lahir di Sukadana pada 27 Desember 1876. Ia bertahta sejak 1869 sampai  1909. 

Ia berperan dalam menyebarkan agama Islam di Lampung. Dalam sejarah, sejak tahun 1899, sepulangnya dari tanah suci, ia berkunjung ke Konstantinopel Istanbul. 

Di sana, ia diberi sebuah Kiswah kain penutup Ka'bah di Mekah, Saudi Arabia. Kiswah tersebut bertuliskan lailahaillollah Muhammad Rasulullah.  Kain kiswah ini menandakan Kepaksian Sekala Brak adalah kerajaan Penyebar agama Islam sejak dulu.

Selain itu, Kiswah juga dijadikan sebagai simbol penguasa untuk memperlihatkan salah satu identitas kebesaran dimiliki kerajaan tersebut. Akibatnya, Belanda pun tidak pernah berani menegur aksi Pangeran Dalom Merah Dani dalam menyebar agama Islam di Lampung.  Selain kain kiswah, Pangeran Dalom Merah Dani juga dihadiahi dua pedang Istanbul oleh Sultan Utsmani. 

Pada masa penjajahan Belanda, dia bersama rakyat Lampung lainnya terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Belanda baik secara politik maupun militer. Pangeran Dalom Merah Dani terkenal dengan kepahlawanannya dalam Pertempuran Pasir Lintang tahun 1906.

Dalam pertempuran tersebut, dia berhasil memimpin pasukan Lampung untuk merebut kembali wilayah Lampung dari tangan Belanda. Pangeran Dalom Merah Dani juga mengangkat persaudaraan Lintas Merak, yaitu perjanjian perdamaian antara Lampung dan Banten untuk saling membantu dalam melawan penjajah.

Selain itu, Pangeran Dalom Merah Dani juga giat melakukan diplomasi dengan mengunjungi berbagai daerah di Nusantara untuk memperluas perlawanan melawan Belanda. Dia juga berperan penting dalam memperjuangkan Lampung sebagai satu daerah otonom di masa depan.

Orientasi Pangeran Dalom Merah Dani adalah memperjuangkan Lampung dari penjajah Belanda dan memperjuangkan kebebasan bangsanya. Dia berusaha membangun persatuan dan kekuatan untuk melawan penjajah melalui cara politik dan militer.

Pangeran Dalom Merah Dani meninggal dunia pada 7 Oktober 1918 dan dianggap sebagai pahlawan nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di beberapa daerah di Lampung sebagai tanda penghormatan dan mengenang jasanya sebagai pejuang Lampung.

Atas jasa-jasanya menentang Belanda dan usaha menyebarkan serta mempertahankan agam Islam, ia digelari Pahlawan Nasional asal Lampung. 

Baca Juga: Kampoeng Vietnam Bandar Lampung, Banyak Spot Estetik

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya