Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai Budaya

Tulis cerita anak dari pengalaman pribadi

Bandar Lampung, IDN Times - Setiap orang tentu memiliki pengalaman menjadi anak-anak. Ingatan itu akan menjadi memori berkesan jika dikenang saat dewasa.

Namun, bagi Fitri Restiana, pengalaman menjadi anak-anak tak sekadar hadir dalam ingatan. Ibu dari dua anak ini menuangkan dalam sebuah cerita menarik untuk anak-anak masa kini.

Tak hanya sekadar cerita hiburan, Fitri juga menyisipkan nilai-nilai budaya supaya anak teredukasi. 

Berikut IDN Times rangkum cerita Fitri menekuni kariernya menulis buku sambil menggali ingatan masa lalu.

1. Angkat cerita anak sambal seruit

Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai BudayaInstagram.com/fitri_restiana

Fitria mengatakan, banyak mendapat inspirasi saat menulis dari pengalaman diri sendiri, anak-anaknya dan lingkungan sekitar. Menurutnya, sumber dan data yang sudah ada itu sayang jika tidak dimanfaatkan menjadi sebuah karya.

Perempuan berkacamata itu, menceritakan pengalamannya saat menulis buku dari Kemendikbud. Waktu itu ia mengangkat cerita tentang sambal seruit makanan khas Lampung yang terinspirasi dari anaknya sendiri.

"Jadi anak saya itu satu suka pedas dan satunya tidak. Jadi saya kemas jadi cerita berjudul seruit. Tokohnya juga saya sebutkan nama mereka agar mereka nantinya teringat dan terekam bahwa itu adalah mereka," ceritanya, Selasa (26/10/2021).

2. Buku anak masih banyak disensor

Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai BudayaInstagram.com/fitri_restiana

Menurut Fitri, kini ketersediaan buku untuk anak yang sudah lancar membaca sangat sulit. Meski ada, banyak sekali yang disensor, karena pada usia kelas enam SD sampai SMP sudah berbicara tentang seks edukasi.

"Jadi beberapa penulis masih takut-takut dalam menuliskan itu. Kalaupun berani menulis itu harus ada aturan-aturan yang ketat baik itu dari ilustrasi maupun bahasa yang digunakan," terang Fitrim

Selain itu menurut Fitri, buku cerita anak juga relatif mahal dibanding buku cerita orang dewasa seperti novel. Sebab, ilustrasi buku anak-anak lebih banyak berisi gambar-gambar.

Baca Juga: Cerita Penjaga Air Bersih Rela Tak Digaji, Tetap Layani Keluhan Warga

3. Menulis cerita anak harus bahagia

Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai Budayailustrasi orang tua edukasi seks ke anak (pexels.com/cottonbro)

Fitri juga menjelaskan, menulis cerita anak-anak harus dalam kondisi bahagia dan menganggap sebagai anak-anak. Karena, jika buku anak ditulis sambil marah atau kesal, rohnya tidak akan muncul. Selain itu harus hati-hati menggunakan bahasa dan gambar ilustrasi.

"Berbeda dengan buku orang dewasa yang sangat mudah dalam penggunaan, bahasa. Seperti lu gua, namun ketika menggarap buku anak tidak bisa seperti itu, harus teliti sekali," jelasnya.

4. Naskah pernah ditolak 11 kali

Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai BudayaInstagram.com/fitri_restiana

Menurut Fitri, sudah cukup banyak penulis buku anak di Lampung tergabung dalam komunitas. Bahkan Fitri salah satu yang menginisiasi komunitas tersebut. Namun menurutnya, regenerasinya harus tetap diperhatikan.

"Karena kebanyakan mahasiswa sekarang lebih tertarik nulis cerpen dibanding menulis cerita anak. Keinginan kami sih, anak-anak muda ini mau untuk menulis buku-buku untuk anak karena secara perhitungannya kata penerbit, cerita anak itu tidak akan pernah mati," bebernya.

Kini Fitri sudah menulis sekitar 31 buku dan akan menyusul satu lagi sudah mendapat kabar naskahnya lolos, berjudul Terpikat Nuwo Sesat.

Pengiriman naskah ke penerbit tentu tak selalu mulus. Fitri pernah mengirim naskah ke majalah Bobo sebanyak 11 kali ditolak. Namun ia tetap berusaha, hingga akhirnya naskah ke 12 dimuat di majalah bobo.

"Selang beberapa hari setelah saya mengirim, majalah Bobo mengajak kolaborasi. Itulah yang akhirnya memacu saya untuk menulis buku cerita anak. Terbitlah buku Cerdas Mengelola Emosi, Cerdas Mengelola Uang dan lainnya," cerita Fitri.

5. Buku anak harus mudah dijangkau

Kisah Penulis Buku Anak Lampung, Sisipkan Nilai BudayaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Fitri berharap, buku cerita anak tidak hanya menghibur dan mengedukasi namun seimbang antara menghibur dan mengedukasi. Sehingga anak-anak bisa jatuh cinta pada buku-buku.

"Karena sekarang ini sudah ada gawai yang bisa mengalihkan alasan. Kita juga mengharapkan ketersediaan buku yang bersahabat dan bisa dijangkau oleh semua kalangan terutama di daerah 3T" harapnya.

Baca Juga: Kisah Guru Bandar Lampung Terpanggil Mengajar Gratis di Panti Asuhan

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya