Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat Makna

Gelar adat adalah implementasi Piil Pesenggiri Orang Lampung

Bandar Lampung, IDN Times - Etnik Lampung merupakan salah satu suku di Indonesia dengan berbagai macam budaya khasnya. Salah satunya adalah tradisi pemberian nama gelar.

Antropolog Universitas Lampung, Risma Margaretha Sinaga mengatakan tradisi gelar di Lampung ini tak ubahnya merupakan bentuk dari implementasi budaya turun temurun bernama Piil Pesenggiri.

“Secara teori Piil Pesenggiri ini dimaknai sebagai harga diri atau jati diri ulun (orang) Lampung. Di mana setiap kelompok masyarakat tentu memiliki tatanan sosial dan aturan mainnya masing-masing, sehingga jati diri inilah yang menjadi identitas dan itu dipahami secara bersama dalam masyarakat Lampung,” jelasnya, Senin (15/5/2023).

1. Lampung merupakan daerah multikultural masyarakat

Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat MaknaUpacara pemberian gelar Lampung pada Bupati Tulang Bawang. (Instagram/mediacentertulangbawang)

Ia mengatakan, pembahasan mengenai identitas etnik sebenarnya masih menjadi perdebatan di antara ahli ilmu sosial. Bahkan beberapa konflik kerap muncul akibat adanya perbedaan dalam satu etnis masyarakat sama.

Itupun bukan suatu hal yang aneh, karena setiap tempat dengan multikultural masyarakat pasti memiliki dominasi, marjinalisasi, mayoritas, minoritas, stereotipe terhadap etnis tertentu, bahkan pelabelan masyarakat lokal dan pendatang.

“Termasuk di etnik Lampung, karena Lampung merupakan daerah dengan multikultural masyarakat. Sehingga masyarakat merasa memerlukan identifikasi identitas untuk membedakan diri dengan yang lainnya,” katanya.

Maka Risma mengatakan, perlu adanya komitmen dan kepatuhan terhadap kerukunan misalnya seperti sanksi agar suatu komunitas tetap memegang kendali.

2. Gelar untuk menciptakan identitas dan keutuhan

Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat MaknaUpacara pemberian gelar Lampung pada Wali Kota Bandar Lampung. (Instagram/eva_dwiana)

Hubungan kekerabatan melalui ritual “gelar” merupakan salah satu bentuk Piil Pesenggiri dari etnik Lampung. Tujuannya untuk menjaga keutuhan, menciptakan identitas, dan agar terjadi tatanan dalam struktur internal maupun eksternal.

“Untuk menunjukan identitas relasi kekerabatan mereka dan secara normatif hanya berlaku pada kelompok yang benar-benar kerabat saja. Artinya secara tradisi, gelar ini hanya diberikan kepada kalangan tertentu di internal etnis Lampung saja,” kata Risma.

Meski begitu, ia menambahkan bukan tak mungkin gelar ini juga bisa diberikan pada dengan mudah kepada pendatang sebagai ikatan "saudara" misalnya karena pendatang ingin memiliki gelar Lampung dan sebagainya.

Baca Juga: Jenis-jenis Rumah Adat Lampung, Tiap Ruangan Punya Fungsi Berbeda! 

3. Nama masa kecil masyarakat Lampung akan berubah saat menikah

Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat MaknaPengantin adat Lampung. (Instagram/azizahseptianisofyan)

Bagi masyarakat Lampung, sebutan dan panggilan merupakan elemen penting. Itu dikarenakan dalam siklus hidup masyarakat Lampung terdapat perubahan nama dari nama kecil (juluk-adok) sesuai tingkatan dan kedudukannya dalam keluarga berdasarkan posisi kelahiran, berubah pada saat perkawinan.

“Perubahan panggilan seperti ini biasanya kita temukan pada kelompok masyarakat yang patriarki atau keluarga yang memberi kekuasaan atau peran besar kepada anak laki-lakinya terutama penerus klan, atau yang menjadi bakal penerus usaha keluarga gitu,” ujarnya.

Ia menjabarkan proses peralihan dari nama kecil sampai menjadi bergelar ini lah tidak boleh diberikan secara asal-asalan. Bahkan proses upacara adat untuk “gelar” ini terbilang mahal dan harus disaksikan tokoh-tokoh adat. Sehingga gelar adat ini memang menjadi sebuah impian dari kebanyakan etnik Lampung.

“Maka ada sebuah penelitian yang menyatakan kesehatan mental itu bisa berhubungan dengan identitas budaya. Karena gelar ini menjadi sebuah identitas dalam budaya masyarakatnya, tapi prosedur untuk memperolenya tidak bisa dicapai semua orang,” papar Risma.

4. Perbedaan pemberian gelar Lampung Saibatin dan Pepadun

Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat MaknaPakaian adat Saibatin (kiri) dan Pepadun (kanan) di Tour Krakatau 2022. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Lampung memiliki dua sub etnis yakni Saibatin dan Pepadun. Kedua sub etnis ini memiliki dialek, pakaian tradisional, wilayah, hingga sistem sosial yang berbeda. Seperti Saibatin menggunakan dialek A sedangkan Pepadun dialek O.

Mayoritas Saibatin hidup di daerah pesisir sedangkan Pepadun berada di daerah dataran tinggi.

Dalam tradisi gelar, adat Saibatin diatur menurut kekerabatan, silsilah, dan bersifat internal, tegas, sehingga tidak dapat ditransfer atau diberikan kepada orang lain di luar garis kekerabatan langsung. Sedangkan masyarakat Pepadun menilai gelar itu selain dapat diwariskan juga dapat dapat dibeli asal mampu secara ekonomi.

“Sehingga menurut penelitian antropolog, kekuasaan karena hubungan darah dari warisan biologis itu tadi dipercaya masih dipelihara oleh sekelompok orang karena masyarakat adat Saibatin yang tegas itu,” imbuhnya.

5. Pendatang ingin mendapat gelar Lampung

Tradisi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung, Sarat MaknaUpacara pemberian gelar Lampung pada Wali Kota Bandar Lampung. (Instagram/eva_dwiana)

Risma mengatakan, ternyata tak sedikit pendatang atau migran tertarik dan ingin memiliki gelar Lampung. Maka gelar ini pun mengalami transformasi karena ada tawar menawar dan ada harga harus dibayar untuk sebuah gelar.

Selain persyaratan material untuk seremonial pemberian gelar, ternyata masih ada syarat berbeda untuk pria dan wanita, lalu ada batas ruang yang dapat dilintasi oleh peserta, undangan upacara seremonial, dan pengaturan posisi tubuh saat seremonial.

“Dan semua itu wajib dipatuhi oleh mereka yang akan diberi gelar dan tertarik akan ritual tersebut. Misalnya ada persyaratan yang dilanggar dalam upacara, itu ada dua sanksinya yakni sanksi sosial yaitu rasa malu karena bakal ditegur di depan masyarakat umum, dan juga ada denda adat berupa uang,” imbuhnya.

Baca Juga: Ngawol Mincak dan Ngejalang Balak, Tradisi Adat Lampung Pasca Lebaran

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya