Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan Menggiurkan

Inovasi para pengusaha gen z di bulan Ramadan sangat kreatif

Bandar Lampung, IDN Times - Sukacita Ramadan 1444 Hijriah disambut antusias seluruh umat muslim di dunia. Ditambah meredanya pandemik COVID-19 lebih dari 2 tahun ini membawa angin segar bagi semua orang termasuk para wirausahawan untuk memulai kembali bisnisnya.

Namun rupanya semangat wirausaha ini juga muncul pada generasi muda saat ini yakni Generasi Z. Generasi Z atau Gen Z merupakan sebutan bagi mereka kelahiran 1997-2012. Di usia terbilang muda, mereka berani menjadi entrepreneur dengan menjual barang atau jasa kreasinya sendiri.

Seperti beberapa pengusaha muda di Lampung ini, meski belum genap 20 tahun, mereka berani membuka usaha secara mandiri bahkan sudah berpikir untuk berinovasi lebih tinggi untuk meraup cuan di Ramadan 2023.

1. Berwirausaha makanan khas Jepang sejak kelas 12 SMA

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanSalma dan ichigo mochi buatannya. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Salma Koulan Sadida tahun ini berusia 19 tahun. Di usia belianya saat ini, ia sudah mencoba menjajakan sendiri camilan atau japanese dessert buatannya sendiri secara online dan offline untuk mengisi kegiatannya selama mempersiapkan masuk PTN.

“Sebenarnya aku udah mulai dagang (makanan) itu sejak kelas 3 SMA. Dulu itu ada ricebowl sama katsu. Tapi sekarang makanan beratnya lagi off dan sekarang fokus ke dessert dulu,” katanya ketika ditemui IDN Times di rumahnya, Jumat (24/3/2023).

Salma menceritakan awal mula dirinya membuka usaha makanan ini karena pada saat itu semua sekolah di Lampung telah menerapkan pembelajaran jarak jauh alias daring. Sehingga aktivitasnya lebih banyak ia habiskan di dalam rumah.

“Banyak waktu luangnya kan waktu itu terus aku juga suka nyoba masak-masak dan akhirnya coba buat makanan-makanan yang aku liat di YouTube dan TikTok. Ternyata enak, sekalian aja aku tawarin ke temen-temen dan online ternyata responnya bagus,” ujarnya.

Usaha rumahan miliknya yang dinamai SALFood ini memang menjual aneka camilan khas Jepang. Di antaranya adalah Fruit Sando, Ichigo Mochi, dan Millecrepes aneka rasa. Ia mengatakan saat pertama kali membuka usaha mengerjakan semuanya sendiri mulai dari membuat makanan, mendesain kemasan, hingga mengantar pesanan.

“Tapi sekarang kalau orderan lagi banyak, ibu suka ikut bantuin. Modal pertama dagang juga murni uang tabungan aku. Soalnya aku memang dulu waktu SMP sempat dagang casing dan skincare ke temen-temen,” tambahnya.

2. Menambah varian rasa makanan untuk menambah pangsa pasar

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanMillecrepes SALFood. (Instagram/Salfood.bdl)

Meski ia sudah mulai membuka usaha sejak 2021, namun ini adalah tahun pertama Salma berdagang di bulan puasa. Itu dikarenakan tahun lalu ia off selama Ramadan. Namun saat ini ia merasa bisa menangani pesanan sembari les untuk persiapan kuliah.

“Ini kan dessert ya kak, jadi aku sistemnya PO (preorder) maksimal H-1. Hampir jarang ada yang ready karena takut makanannya rusak atau basi. Nah Ramadan ini aku niatnya mau bikin varian baru buat mochinya karena yang lagi hype banget memang mochi sekarang,” ujarnya.

Sebelum Ramadan ia hanya menyediakan dua varian rasa mochi yakni strawberry dengan krim vanila dan krim choco. Namun khusus Ramadan ini ia akan menambah rasa matcha dan krim oreo. Ini merupakan salah satu kiatnya untuk menarik minat konsumen karena ia mengatakan sempat terkendala dengan pesaing dessert lainnya di media sosial.

“Iya aku puter otak jadinya gimana caranya supaya harga mochinya bisa aku turunin harga dari 22 ribu jadi ke 20 ribu. Karena selain rasa orang juga pasti yang diliat pertama kali itu harganya,” imbuhnya.

Untuk saat ini Salma baru menjual secara online dan PO saja karena meski ia pernah ditawari membuka stand, ia terkendala dengan minimnya SDM. Sedangkan untuk omzetnya, Salma bisa meraup pendapatan minimal Rp300 ribu per hari atau per PO.

3. Mencoba usaha sendiri dengan bekerjasama dengan usaha milik keluarganya

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanKaos Bunka Apparel. (IDN Times/Istimewa)

Seperti Salma, Ilham Sani (25) juga berani membuka usahanya sendiri sejak usia muda. Ia mulai terjun di dunia desain untuk kaus distronya sejak 2019 lalu.

Ilham bercerita, keluarganya memang memiliki usaha konveksi sejak lama, namun konveksi itu hanya membuat orderan untuk membuat seragam saja. Ia pun berinisiatif menyalurkan hobi desainnya pada kaus-kaus produksi konveksi keluarganya.

“Saya kan memang hobi desain awalnya. Jadi iseng aja nuangin desain saya ke baju-baju itu kayak kaus, hoodie, dan sebagainya. Konveksi juga kan ramenya musiman ya, biasanya di waktu-waktu pergantian tahun ajaran baru, setelah itu ya gak terlalu ramai,” katanya.

Ia mengatakan usaha konveksi bernama Bunka Apparel ini merupakan usaha skala keluarga saja. Sehingga pekerjanya masih merekrut dari anggota keluarga terdekat.

“Masih keluarga aja sih yang ngerjain. Kayak misalnya saya yang desainnya, ayah saya yang motong dan jahit bahannya. Kalau bulan Ramadan sebenarnya gak terlalu berbeda dengan bulan lain. Makanya kita biasanya kasih diskon khusus gitu di Ramadan 30 persen untuk narik customer,” jelasnya.

Ilham juga menambahkan, tidak ada tantangan khusus baginya dan keluarga dalam berwirausaha selama Ramadan. Hanya saja pekerjaan dilakukan disaat berpuasa sehingga kemungkinan lebih cepat lelah itu ada.

“Kita sampai saat ini pemasaran masih online. Kalau mau datang ke lokasi juga bisa di rumah (Kecamatan Kedamaian). Kalau untuk omzet bulanan itu sebenarnya berbeda-beda ya tergantung pesanan juga tapi kalau di rata-rata sebulan mungkin 5 juta,” katanya.

4. Pengusaha gen z punya potensi kreatifitas lebih tinggi dibanding pengusaha generasi sebelumnya

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanKaos Bunka Apparel. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Ekonomi dari Center For Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Octavianto mengatakan secara general pengusaha gen z memang berbeda dengan pengusaha-pengusaha generasi sebelumnya. Di mana gen z memiliki kecenderungan berpikir out of the box dalam membuka usaha.

“Gen z ini biasanya memulai usaha karena mereka minat di bidang itu. Maka mereka cenderung kreatif dan munculah jenis usaha baru dari gen z ini, yang memang secara alamiah tidak pernah kita temui pada pengusaha generasi tua,” katanya.

Meski tak semua, wirausahawan generasi tua biasanya hanya berfokus pada kualitas produknya saja sehingga cenderung monoton. Berbeda dengan pengusaha gen z yang muncul dengan inovasi tak hanya pada produk tapi juga pada konsep, desain, dan kreatifitas lainnya.

“Misalnya warung makan nih. Biasanya pengusaha lama itu mereka sudah puas kalau makanannya enak, sedangkan aspek lainnya cukup seadanya saja. Tapi gen z mematahkan itu semua, mereka muncul dengan inovasi bagus yang misalnya mengkreasikan restonya lebih instagramable sehingga lebih disukai pasar,” paparnya.

Faktor umum gen z lebih cenderung kreatif kemungkinan didasarkan pada banyaknya preferensi dan demand di usia mereka. Beragamnya media sosial juga menjadi salah satu sumber informasi mereka sehingga muncul produk atau usaha yang mungkin tidak dipikirkan oleh usai 30-40 tahun.

5. Kesalahan umum para pengusaha muda

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanKaos Bunka Apparel. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Namun selain memiliki inovasi, Erwin melanjutkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan juga dalam membangun usaha. Ada beberapa usaha dimulai dengan ide cemerlang namun gagal atau mengalami kemunduran di tengah jalan.

“Itu biasanya karena gagal di maintenancenya. Termasuk di usia itu biasanya anak gen z link tree atau koneksinya masih belum luas sehingga pasar usahanya hanya disekitaran mereka saja. Makanya gen z juga perlu meningkatkan relasi agar meningkatkan pangsa pasarnya,” jelasnya.

Selian itu, ia mengatakan dalam berwirausaha meniru itu tidak dilarang, namun hal itu juga harus dibarengi oleh kreatifitas. Dengan demikian, meski usaha tersebut sudah pernah ada sebelumnya, konsumen tetap akan penasaran karena produk tiruan itu menjadi produk baru setelah dibuat inovasi.

“Kreatifitas dibarengi inovasi. Jadi bagaimana mengcreate hal yang sudah ada menjadi sesuatu yang berbeda dengan produk lainnya. Misalnya inovasi di rasa, tempatnya, tampilan makanan, atau pelayanannya sehingga dia mampu bersaing,” ujarnya.

6. Hal tidak boleh dilakukan saat membuka usaha

Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan MenggiurkanBunka Apparel. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ditanya tentang hal yang tidak boleh dilakukan pengusaha ketika memulai usaha, Erwin menjelaskan dalam berwirausaha tidak boleh asal coba-coba atau ikut-ikutan tren saja.

“Misalnya lagi booming ayam geprek. Ikutan bikin ayam geprek. Tapi gak ada yang unik dari produk kita. Akhirnya apa? Ketika kita coba jual malah gak laku. Artinya jangan menangkap mentah apapun tren saat itu. Dijamin yang begitu tidak akan berlangsung lama,” katanya.

Kemudian dalam berusaha juga sebaiknya mempertimbangkan legalitas usaha. Membuat usaha perlu dibarengi dengan izin usaha agar ke depannya berjalan dengan baik. Bahkan ketika ingin mengembangkan usaha pun akan lebih mudah.

“Usaha itu bukan gambling. Tidak diperkenankan gambling dalam usaha. Semua usaha juga perlu strategi, ada plan, analisa pasar, bahkan studi kelayakan bisnisnya. Jadi jangan hanya meniru, buat juga strategi marketingnya,” jelasnya.

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya