Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala Pandemik

Tetap berkarya dan menjadikan COVID-19 sebagai tantangan

Bandar Lampung, IDN Times - Pandemik COVID-19 lebih dua tahun terjadi di Indonesia, telah menghantam berbagai sektor ekonomi masyarakat, termasuk perfilman. Mulai dari PSBB hingga PPKM, diterapkan oleh pemerintah demi keamanan dan kesehatan masyarakatnya.

Bioskop yang buka tutup mengikuti perkembangan level PPKM menjadi salah satu pemberi dampak besar bagi sineas bahkan komunitas film Indonesia khususnya di Lampung. Tak patah arang, ternyata para pelaku perfilman ini terus mencari cara untuk bertahan dan berkarya ditengah kondisi pandemik COVID-19 naik turun dengan berbagai macam variannya.

Berikut IDN Times rangkum berbagai cerita mereka

1. Sineas andal akan terus berkarya dalam kondisi apapun

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikDeddy Sulaimawan. (Instagram.com/travelbydeddy)

Deddy Sulaimawan, seorang sineas dan aktor Lampung mengatakan, pandemik COVID-19 memang memberikan dampak cukup berarti untuk sineas dalam berkarya. Misalnya, bioskop sempat tak beroperasi membuat pelaku perfilman tidak memiliki wadah untuk memutar film, atau keterbatasan sineas proses syuting.

Meski begitu, ia mengaku tidak menjadikan hal itu sebagai halangan, tapi menjadikannya tantangan harus dihadapi agar tetap terus produktif dan profesional.

“Saya selalu ingat, bahwa sineas yang andal adalah sineas yang berkarya walau tantangannya banyak, walau apapun kondisi dan keadaannya. Terbukti selama pandemik, kami tidak bengong saja dan tetap berkarya. Film selesai dan tetap sehat, hasil itu pasti sejalan dengan proses,” katanya, Kamis (24/3/2022).

2. Ada film sampai ditunda setahun untuk tayang

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikFilm Ayudia dan Jalan Pulangnya. (Google.com)

Deddy juga menceritakan pahitnya pandemik bagi dunia perfilman khususnya saat projek Film Ayudia dan Jalan Pulangnya ia ikut di dalamnya rampung digarap.

“Di film itu saya berperan sebagai Om Agus, saya cukup bersemangat karena akhirnya ada juga film garapan anak Lampung yang tembus di bioskop nasional. Proses syuting segala macam juga sudah selesai sebelum pandemik. Saat itu saya ingat sekali, besoknya akan gala premier. Studio sudah booked, pejabat dan peminat film juga sudah siap hadir, tapi sorenya keluar keputusan PSBB. Akhirnya film ini ditunda tayang dan menunggu 1 tahun lamanya untuk bisa diputar,” kenangnya.

Kemudian setelah adanya peraturan yang membolehkan bioskop kembali beroperasi, tentunya dengan syarat prokes. Film Ayudia dan Jalan Pulangnya akhirnya tayang perdana awal 2021. Diputar selama 27 hari di Transmart Lampung, pada hari pertamanya, film ini memecahkan rekor sebagai film dengan penonton terbanyak di hari pertama dalam jaringan CGV se-indonesia pada masa pandemik.

“Untuk hari pertama hampir 600 orang yang menonton,” ujarnya.

Baca Juga: Mie Khodon Kuliner Legendaris Bandar Lampung, Dulu Dimasak Pakai Arang

3. Strategi pembuatan film saat pandemik

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikPotongan trailer Film Hikayat Pendekar Khakot. (IDN Times/Istimewa).

Selama satu tahun bioskop vakum dan menunggu Ayudia dan Jalan Pulangnya diputar, Deddy dan komunitas film di Lampung tak tinggal diam. Rencana penggarapan film kedua dilakukan, meski tahu mereka harus melalui proses syuting lebih sulit karena ada prokes ketat dan tidak boleh ada keramaian.

Sambil menunggu Ayudia dan Jalan Pulangnya diputar di bioskop, tim membuat karya kedua yaitu Hikayat Pendekar Khakot. Begitupun dengan film ketiga yang saat ini tinggal tayang, Sukmailang, juga dibuat di saat pandemik.

"Strategi syuting di tengah pandemik kami adalah dengan memilih wilayah yang tidak banyak keramaian. Misalnya Hikayat Pendekar Khakot mengambil latar di Suoh, Lampung Barat. Sampai 15 hari di sana dan ke destinasi wisatanya juga,” jelasnya.

Selain pemilihan wilayah, ia juga mengatakan pemilihan film yang tidak banyak menggunakan talent dalam satu scene menjadi tantangan tersendiri. Jadi sebisa mungkin tidak ada keramaian dalam adegan diperankan

4. Produksi film menurun hingga 70 persen dibanding sebelum pandemik

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikIlustrasi pembuatan film. (Instagram.com/travelbydeddy)

Meski beberapa sineas tetap aktif berkarya, tapi tak dipungkiri memang banyak juga yang terkena dampak pandemi dan mengurangi aktivitas pembuatan filmnya. Seperti komunitas film pelajar dan mahasiswa.

Hal tersebut disampaikan oleh Dede Safara Wijaya, Ketua Komite Film Dewan Kesenian Lampung (DKL). Menurut pengamatan yang dilakukan Komite Film DKL selama pandemik ini, produktivitas perfilman Lampung memang sangat berkurang.

“Drastis penurunan produksinya saat tingginya COVID-19 waktu itu, jika dibandingkan sebelum pandemi. Turun sekitar 70 persen,” ujarnya.

Namun ia mengaku kompetisi seperti di Festival Film Lampung juga masih rutin berjalan. Ada pula beberapa kompetisi yang bekerja sama dengan badan pemerintahan seperti lomba film animasi yang baru-baru ini dilaksanakan.

“Namun kita terus cari cara, misalnya meski bioskop tutup, kita punya media sosial atau channel YouTube yang bisa dimanfaatkan di tengah pandemik,” imbuhnya.

5. Festival Film Lampung

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikPoster Festival Film Lampung 2019. (Google.com).

Festival Film Lampung menjadi agenda tahunan UKM Bidang IPTEK Darmajaya Computer dan Film Club Universitas Darmajaya tetap rutin dilakukan meski saat pandemik. Doni Andrianto Basuki, selaku Pembina UKM tersebut menyampaikan memang selama dua tahun kebelakang, Festival Film Lampung dilakukan secara daring atau online.

“Tahun ini kalau tidak salah adalah tahun ke 14 Festival Film Lampung. Kompetisi ini sebelum pandemik selalu full offline, tapi selama pandemik kita lakukan online,” katanya.

Ia menambahkan Festival Film Lampung berawal dari Festival Film Indie Darmajaya. Selain itu, tingkat lombanya juga hanya seputar Bandar Lampung.

Namun rupanya lama kelamaan berkembang dari skala provinsi yaitu Lampung, meluas ke Sumatera bagian Selatan, Sumatra dan Jawa. Lalu meluas lagi Sumatra Jawa Bali, hingga diikuti secara nasional.

“Sistem kompetisinya kan mengumpulkan karya, kemudian nanti dikurasi. Mereka yang menjadi nominasi. Sebelum pandemik yang masuk nominasi boleh datang (ke Bandar Lampung) dan sebelum malam penganugrahan ada coaching keliling yang bisa diikuti oleh umum baik dari dalam maupun luar kota,” jelasnya.

Namun selama dua tahun, coaching keliling ini diganti dengan webinar. Begitupun dengan malam penganugrahan yang hanya dihadiri oleh peserta lokal, sedangkan lainnya secara daring.

“Karena pandemik sudah mulai berkurang dan sebagian besar masyarakat sudah vaksin semua, tahun ini kita ingin coba untuk offline, ada coaching keliling yang ketat prokes. Untuk partisipan sendiri, Alhamdulillah di pandemik malah cenderung bertambah jumlah pesertanya. Tahun kemarin saja sampai 150an peserta yang didominasi peserta Pulau Jawa,” jelasnya.

6. Dukungan pemerintah daerah menggunakan jasa sineas lokal

Cara Adaptasi Ciamik Sineas dan Komunitas Film Lampung Kala PandemikKepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Provinsi Lampung, Heni Astuti. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Sulpakar melalui Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbid Provinsi Lampung, Heni Astuti menyampaikan meskipun secara tidak langsung, pemda setempat mendukung secara penuh sineas Lampung.

“Selain pelatihan dengan bekerja sama dengan DKL, kita juga selalu membuat projek bersama sineas lokal untuk membuat film yang berhubungan dengan kebutuhan kami. Misalnya 19 film dokumenter warisan budaya tak benda,” katanya.

Ia menjelaskan, pembuatan 19 film dokumenter selesai 2021 lalu ini melibatkan sineas dan komunitas film di kabupaten/kota masing-masing.

“Maka sebenarnya kalau dibilang mereka berhenti beraktivitas selama pandemik ini juga tidak semua. Mayoritas pembuat film tetap berjalan dan di tiap kabupaten/kota punya programnya masing-masing dalam rangka pembuatan film, baik itu film edukasi atau bersifat promosi wisata dan nilai kearifan lokal,” terangnya.

Selain itu, sineas yang hendak menggarap projek film selama tidak melibatkan banyak orang tidak perlu izin. Sebaliknya, kategori harus berizin adalah ketika harus dilakukan adegan banyak orang maka harus izin ke satuan gugus tugas COVID-19 daerah masing-masing.

“Kemudian ada satu lagi, projek kami bersama komunitas film Lampung. Kita akan membuat film Mengenal Lampung, programnya kemendikbudristek dalam kanal Indonesiana. Tapi karena waktunya mepet sehingga diundur pelaksanaannya menjadi sesudah lebaran tahun ini,” tutupnya.

Baca Juga: 2 Tahun Pandemik COVID-19, Apa Kabar Pariwisata Bandar Lampung 2022?

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya