Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di Unila

Unila danai 5 mahasiswa Palestina kuliah gratis

Bandar Lampung, IDN Times - Perang di Jalur Gaza meninggalkan luka batin tersendiri bagi Mohammad Zyad Alshurafa, mahasiswa asal Palestina sedang kuliah di Universitas Lampung (Unila). Saat menempuh studi di Bandar Lampung, rumah Mohammad luluh lantak akibat serangan militer di Jalur Gaza Mei 2021 lalu.

Rasa putus asa sempat dialami Mohammad. Ia menawarkan diri kepada keluarganya, untuk tidak melanjutkan studi dan kembali ke Gaza dalam rangka membantu orang tua. Namun Zyad dan Neibal, selaku ayah dan ibu Mohammad, melarangnya.

“Orang tua saya berharap saya bisa memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik di Indonesia. Itulah kenapa saya terus bersemangat untuk belajar Ilmu Komputer, termasuk pada hari ini, merantau ke Surabaya untuk mulai magang di SEVIMA,” kata Mohammad, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga: Cerita Mahasiswa Palestina di Lampung, Rumah di Gaza Diserang Israel

1. Bermula dari kesempatan beasiswa di Unila

Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di UnilaMohammad Zyad Alshurafa, mahasiswa asal Palestina sedang kuliah di Universitas Lampung (Unila). (Dok Unila).

Perjuangan untuk menempuh studi telah dimulai Mohammad jauh sebelum datang ke Indonesia. Ia mengetahui kesempatan beasiswa dari selebaran yang ditempel di mading kampusnya di Gaza.

Dengan pertimbangan kualitas pendidikan di Indonesia relatif lebih unggul dibanding di Gaza, dan tersedia beasiswa gratis, Mohammad rela meninggalkan kuliahnya di Gaza yang sudah berjalan dua semester. Untuk datang ke Indonesia, anak ketiga dari sembilan bersaudara ini juga harus dihadapkan dengan masalah keberangkatan.

Permohonan visanya sempat ditolak berkali-kali oleh otoritas Mesir maupun Israel. Alhasil, Mohammad masuk kuliah terlambat sembilan bulan dibanding kawan-kawannya. Ia tiba di Lampung pada September 2019 dan hingga saat ini tinggal di Asrama Unila. Sedangkan kawan-kawannya sudah mulai berkuliah sejak Februari.

2. Perang berkecamuk di Jalur Gaza

Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di Unila(Ilustrasi di jalur Gaza) ANTARA FOTO/ REUTERS / Mohammed Salem

Perjuangan belum selesai sampai di sana. Di kelas, Mohammad harus beradaptasi dengan cepat karena seluruh pembelajaran dilakukan dengan Bahasa Indonesia. Sedangkan melalui telepon genggamnya, ia memperoleh berita dari media massa seputar perang di Jalur Gaza yang tak berkesudahan.

“Termasuk ketika rumah saya hancur, dan keluarga saya semuanya harus dirawat di rumah sakit, itu saya ketahui bukan dari kabar mereka langsung. Tetapi dari media, saya lihat rumah saya hancur dan fotonya ditampilkan di media online. Kondisi itu sempat membuat saya sulit untuk fokus belajar,” lanjut Mohammad.

Jika masih mengalami kesulitan dalam belajar, ataupun terbayang-bayang dengan perang yang terus terjadi di kampung halamannya, ia selalu ingat dengan pesan orang tuanya. Mohammad diberi tugas untuk mengubah nasib keluarganya dengan menjadi seorang sarjana dan berkarier di tempat yang lebih baik.

Siasat Mohammad untuk mengatasi masalah bahasa ada dua, belajar yang tekun di pusat pelatihan, serta menghubungkan kosa kata yang ia temui di kelas dengan bahasa Arab yang sehari-hari ia gunakan. Terlebih untuk urusan pemrograman dan matematika, yang menjadi mata kuliahnya sehari-hari, banyak kata-kata yang sudah baku secara internasional.

“Katakanlah algoritma, matematika, dalam bahasa manapun termasuk Inggris juga disebut demikian. Sifatnya universal. Jadi saya mulai belajar bahasa Indonesia, hingga akhirnya saya tidak mengalami kendala sama sekali dalam komunikasi dan pelajaran. Alhamdulillah untuk pelajaran eksakta, nilai saya hampir seluruhnya A (sempurna),” kata Mohammad yang kini meraih IPK 3,8.

3. Magang di Surabaya kembangkan sistem akademik berbasis awan

Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di UnilaPexels/Burst

Selaras program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Mohammad kini duduk di semester enam, magang Perusahaan Education Technology SEVIMA. Program magang ini akan dinilai setara 20 SKS dan menantang Mohammad untuk mengerjakan proyek berbasis digital secara langsung.

Salah satu proyek sedang dikerjakan Mohammad saat ini adalah menyediakan fitur tanda tangan elektronik di sistem akademik berbasis awan (Siakadcloud). Proyek ini didasari pengalamannya yang kesulitan saat memperoleh izin dari dosen, untuk penelitian maupun melakukan aktivitas lainnya.

Alasannya seringkali beragam, entah karena dosen tersebut sedang berada di luar negeri ataupun justru harus di rumah saja karena kondisi pandemik COVID-19.

4. Teknologi digital dibuat harapannya tingkatkan karier

Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di Unilapixabay/geralt

Menurut Mohammad, fitur yang ia buat selama magang ini nantinya mahasiswa tidak perlu sulit-sulit lagi cari dosen untuk izin. Dosen juga tidak perlu kesulitan menemui mahasiswa hanya untuk tanda tangan surat. Semua bisa dilakukan secara elektronik dan digital,” ucap Mohammad.

Ia berharap, kemampuan membuat teknologi digital tersebut akan ia manfaatkan untuk meningkatkan kariernya. Selain itu, ia ingin berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di Palestina serta Indonesia. Karena sejalan dengan pesan orang tuanya, Mohammad yakin pendidikan adalah cara terbaik bagi seseorang untuk mengubah nasib.

“Walaupun Palestina sedang dilanda peperangan, saya adalah orang yang percaya bahwa kita tidak selayaknya tangan di bawah. Kita tidak selayaknya bergantung pada bantuan orang lain. Nasib kita hanya bisa diubah oleh kita sendiri, dan salah satu caranya adalah menguasai ilmu pengetahuan,” jelas Mohammad.

5. Unila danai 5 mahasiswa Palestina kuliah gratis

Rumah di Palestina Hancur tak Padamkan Semangat Mohammad Zoya Kuliah di UnilaIDN Times/Silviana

Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja sama, dan TIK Unila Prof Suharso, menyatakan, kehadiran Mohammad di Unila bermula dari kerja sama kampus tersebut dengan Palestina. Unila kemudian mendanai lima mahasiswa asal Palestina untuk berkuliah secara gratis di kampus negeri kebanggaan masyarakat Lampung ini.

“Kita carikan dana untuk beasiswa juga mendukung Mohammad dan kawan-kawannya untuk berjuang melanjutkan studi. Harapan kami, apa yang dilakukan Mohammad bisa mempromosikan persahabatan antarbangsa sekaligus membantu Palestina yang sedang dalam kesulitan,” kata Suharso.

Baca Juga: Harap Temukan Solusi Banjir, Pemkot Bandar Lampung Gandeng Unila

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya